Sixteen

6 7 0
                                    

Seseorang telah menahan tangan Wedia,bukan Nata maupun Gilang tapi seorang perempuan yang menatap tajam kearah Wedia.

Perempuan tersebut melepaskan tangan Wedia dengan paksa dan melempar pisau itu hingga keluar.Dengan cepat kilat,perempuan itu menyedekap tangan Wedia kebelakang dan membiarkan kepalanya membentur tembok.

"Berani sama adek kelas,cihh"perempuan tersebut tampak meremehkan Wedia yang meringis kesakitan.

"Lo rasain apa yang cewek itu rasain sekarang.Lo udah membuatnya hampir mati,kalo gak ada gue tuh cewek.dah mati ditangan lo"

"Kalau Nata tau,gimana nasib lo atau gue langsung bilang aja ke Nata buar lo tau rasa.Hei..gue gak habis pikir kenapa sih keluarganya Nata,mau-maunya jodohin sama nih cewek"

"Jangan...GUE MOHON JANGAN BILANG KE NATA"teriak Wedia.

"Kalau gue mau bilang gimana?"tanya perempuan tersebut seakan menantang Wedia.

"Gue bilang jangan,dasar sialan"

"Ternyata ini kelakuan asli lo"Nata datang tiba-tiba saat teman sekelasnya memberi tau bahwa Reyna diserang oleh Wedia di kamar mandi.

"Nata,Gu...gue gak nyakitin dia,sumpah"

"Masih gak berani lo bilang jujur,dasar murahan"Wedia seakan tumbang mendengar pernyataan Nata tadi.

Perempuan yang belum diketahui nama itu tertawa histeris dengan air matanya yang keluar akibat tertawa.

"Tuh dengerin,murahan"ujarnya dengan penuh penekan diakhir kalimat.

Nata menatap kearah Reyna yang sedang menangis,ia melihat tangan Reyna yang mengekuarkan darah akibat goresan dari pisau tersebut.

"Sakit"lirih Reyna sambil mendongakkan kepalanya menatap Nata.

"Vanya,lo bawa tuh cewek ke BP"ujar Nata dan membawa Reyna ke UKS.Diluar sudah banyak yang melihat mereka hingga Kevin datang bersama yang lain untuk membubarkan keramaian tersebut.

"WOY SEMUANYA BUBAR BUBAR,DISINI GAK ADA YANG SERU.JADI SEMUANYA BUBAR"teriak Zico sambil melambai-lambaikan tangannya.

Nata mendudukan Reyna ditepi ranjang UKS,bu Devi selaku pertanggung jawaban untuk murid-muridnya yang terluka lantas mengobati Reyna dengan hati-hati,untungnya lukanya tidak cukup dalam.

"Kamu tahan ya,sebentar lagi selesai"ujar Nata lembut berusaha untuk menenangkan Reyna.

BRAK

Pintu dibuka secara paksa oleh Gilang dan berlari mendekati Reyna dengan panik.la menatap pilu adiknya yang sedang diperban oleh Bu Devi.

"Sebentar lagi ya dek"ujar Gilang.

Bu Devi sangat fokus menyembuhkan Reyna dibantu oleh beberapa petugas PMR.

Beberapa menit kemudian,luka Reyna sudah dibaluti oleh perban dan tangisnya sudah sedikit mereda.

"Reyna boleh pulang sekarang,istirahat yang cukup dirumah ya,semoga cepat sembuh"ujar Bu Devi dan Reyna mengangguk.Gilang dan Nata mengantarnya sampai gerbang untuk mengantar Reyna pulang,untungnya Gilang sekarang membawa mobil.

"Tasnya biar gue yang bawa kalo udah pulang"ujar Nata.Gilanh hanya mengangguk dan memutari mobil untuk masuk kedalam mobilnya setelah membawa masuk adiknya.

Nata berjongkok disamping Reyna yang pintu mobilnya masih belum ditutup.

"lstirahat ya,maafin aku gak ceoat-cepat datang"ujar Nata sambil menggenggam tangan Reyna.

"Tumben lo pakai 'aku-kamu' biasanya kagak"

"Sekali-kali emang gak boleh"

"Ya harusnya gak boleh,Udah lah sana,adek gue harus istitahat.Hush hush"Gilang mengusir Nata yang membuat sang empu kesal dan menutup pintu mobil namun sebelum itu ia mengusap rambut Reyna.

...

Reyna langsung tidur setelah sampai dirumahnya sedangkan Gilang ia tidak kembali lagi ke sekolah dan hanya duduk terdiam sambil menatap adiknya.Bagaimana ia harus bicara sama ibunya kalau lihat anak kesayangannya terluka.

Ia terus menatap ponselnya yang disana terlihat kontak Sani.la ragu untuk memberitahu ibunya,ia takut tidak akan dikasih uang jajan lagi oleh ibunya terlebih lagu uang tabungannya semakin menipis akibat membeli PS keluaran terbaru.

Ting nong~~

Ting nong~~

Gilang mendengar suara bel dari luar,perasaannya semakin tidak enak.Takut-takut ibunya lah yang datang.

Ting nong~~

Ting nong~~

Dengan rasa gugup ia berjalan kelantai bawah dan membuka pintu utama tersebut dan ternyata....



"Lama banget sih bukanya,diluar panas tau"seorang perempuan dengan earphone ditelinga tengah menatap kesal kearah sepupunya yang lama membuka pintu.

Ia menatap Gilang yang sejak yadi hanya diam dengan tatapan kosong.Hingga sampai ia melambaikan tangannya didepan pun,Gilang tidak sadar.

"Lang"

"Gilang"

"Woyy Gilang"

"A-ah ya,ada apa.Eh"

"Melamun lo"ujar perempuan tersebut dan berjalan masuk kearah sofa.

Seakan sadar,Gilang langsung menjetikkan jarinya dan berbalik mengejar saudaranya.

"Kak Chindy bantuin Gilang ya"pintanya sambil nenahan tangan sepupunya dengan wajah yang mendramatis.

"Lah lo kenapa?"tanya Chindy.

"Gue takut sama nyokap"

"Ya emang lo ada masalah apa sampe takut sama nyokap segala"

"Sini ikutin gue"Gilang langsung menarik tangan Chindy ke lantai 2 dimana tempat kamar Reyna.

"Lah ini jam berapa?Tumben lo berdua udah pada pulang"tanya Chindy yabg terkejut melihat kedua saudaranya sudah pulang.

Tapi tunggu...kenapa ada perban ditangan Reyna,gumam Chindy.

"Eh lo apain adek lo,lihat tangannya diperban segala?"tanya Chindy dan menghampiri Reyna yang tengah tertidur.

"Reyna dibully sama kakak kelasnya"jawab Gilang.

"Tapi ini keterlaluan kalau sampai melukai fisik seseorang,kalau di Universitas gue,tuh orang udah dikeluarin"

"Jadi ini yang lo takutin,takut diketahui oleh nyokap?"Gilang menggangguk.

"Tapi saran gue,lo harus kasih tau secepatnya.Lebih ceoat lebih bagus,kalau ditunda-tunda entar nyokap lo nambah marah"sarannya.

"Tapi gue benar-benar gak berani"

"Sini gue bantuin"

NataNaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang