Jika saja sore itu Jheha tidak meminta tolong kepada Revan, mungkin mereka tidak akan menikah di usia yang sangat muda.
Menikah karena sebuah accident yang tidak masuk akal membuat keduanya terjerat di dalam hubungan yang tidak pernah terbayangkan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sepanjang jalan menuju ruang kepala sekolah Jheha terus saja menggerutu, berbeda dengan Revan yang nampak santai. Sesampainya di depan ruang kepala sekolah mereka berdua menunggu lebih dulu diluar atas perintah mang Jenal.
“Masa depan gue terancam.” ujar Jheha sembari menggigit ujung kukunya, Revan menoleh ketika mendengar ucapan gadis disebelahnya.
Pintu coklat yang tadi tertutup kini terbuka, “kalian berdua, cepat masuk.”
Sial - batin Jheha. Mengapa disaat seperti ini kepala sekolah harus ada, padahal jika hari-hari biasanya ia sudah pulang sebelum bel berbunyi.
Mereka berdua duduk di hadapan pak Jordan yang nampak sibuk dengan laptopnya.
“Ini pak, dua murid yang ketahuan melakukan hal tidak senonoh di toilet.” tutur mang Jenal.
“Mang apa-apaan sih?! Kalo gak ada bukti jangan nuduh sembarangan dong!” ucap Jheha tak terima. Bahkan bola mata gadis itu hampir keluar.
“Namanya fitnah, fitnah itu lebih kejam dari pada pembunuhan. Pencemaran nama baik juga nih!”
Jujur saja, saat ini segala sumpah serapah ingin ia ucapkan didepan wajah mang Jenal yang menuduhnya melakukan hal iya iya di toilet.
“Khem,” suara deheman pak Jordan membuat mereka menghentikan perdebatannya.
Pak Jordan menatap kedua muridnya dengan tatapan intimidasi. “Saya mau, besok bawa orang tua kalian menemui saya disekolah.” ucap pak Jordan to the point.
“Ngapain orang tua saya harus datang ke sekolah? Apalagi buat hal yang gak penting kayak gini.”
Pak Jordan menegakkan tubuhnya, “gak penting? Kalian berdua bahkan sudah mencemarkan nama baik sekolah.”
“Ya Tuhan, kita berdua gak ngapa-ngapain pak.” Wajah Jheha sudah seperti orang yang nampak frustasi.
“Lalu?”
“Tadi saya minta tolong sama Revan buat beliin pembalut, karena saya takut sendirian akhirnya saya minta dia tungguin. Dan nunggu nya pun didepan toilet, gak ikutan masuk. Terus pas saya keluar tiba-tiba Mang Jenal dateng dan langsung nuduh kita iya iya.” Jelas Jheha sembari menatap tajam mang Jenal yang berdiri di meja sebelah pak Jordan.
Pak Jordan mengalihkan pandangannya kepada Revan yang duduk dengan tenang, “benar Revan?” Revan mengangguk.
“Lo jangan ngangguk doang! Jelasin dong!” ucap Jheha kepada Revan.