Jika saja sore itu Jheha tidak meminta tolong kepada Revan, mungkin mereka tidak akan menikah di usia yang sangat muda.
Menikah karena sebuah accident yang tidak masuk akal membuat keduanya terjerat di dalam hubungan yang tidak pernah terbayangkan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Gue mencium aroma-aroma gorengan Bu Kokom yang baru keluar dari penggorengan.” ujar Leon sembari mengendus-endus hidungnya ke dalam kantin.
Iyel menoyor kepala Leon. “Lo soal makanan emang paling gercep.”
“Udah di fitrah nih, pala gue!” balas Leon tak terima. “Gak ada sopan sopan nya sama yang tuaan.”
Iyel mencibir. “Gak usah merasa yang paling tua! Cuma beda sehari.”
“Tetep aja lahirnya gue duluan.”
“Pake ngeributin siapa yang tua. Yang tua bokap gue.” sela Revan yang kupingnya sudah panas mendengar perdebatan temannya.
“Kalo bapak Ale denger, bisa di coret dari hak warisan lo, Pan.”
Kali ini Revan yang menoyor kepala Leon. “Nama gue pake v bukan p! Kalo orang gak tau, di kira nama gue panci.”
“Bagus dong, panci kan bermanfaat. Tanpa panci kita gak bisa makan.” sahut Leon.
Dari pada semakin melebar, Revan lebih dulu berjalan menuju stand makanan dan di ikuti oleh Iyel.
“Kalo gue gak bisa makan tanpa makanan.” timpal Saga sembari merangkul Leon menyusul 2 temannya yang sudah ngacir duluan.
“Ya kan ta–” Leon menatap Saga tak percaya. “Lo gak bisa makan tanpa makanan?” Saga mengangguk santai.
“Kalo gue gak bisa makan tanpa mulut.” balas nya dengan sewot.
Iyel menghentikan langkahnya di depan stand Bu Kokom yang menjual aneka gorengan.
Tangannya mencomot salah satu gorengan yang baru ditiriskan.
“Kan, ikatan batin antara saya dan gorengan bu Kokom tuh emang kuat.” ucap Leon.
“Ayuk atuh den Leon, di beli gorengannya mumpung masih anget.” kata Bu Kokom.
Sudah hampir 3 tahun lelaki itu menjadi pelanggan setianya. Sehari tidak pernah absen untuk tidak membeli gorengan.
“Sambel nya masih ada nih, den. Udah ibu siapin khusus den Leon.” Bu Kokom menunjukan wadah berukuran sedang yang langsung di acungi jempol.
Leon memintanya agar sambal untuk dirinya di pisahkan dari yang lain. Tau sendiri, anak sekolah kalo denger suara bel langsung pada kaburnya ke kantin.
Beda dengan Leon dan teman-temannya yang menunggu kelas sepi baru ke kantin. Dan itu membuat makanan terutama sambal fenomenal punya Bu Kokom suka cepat habis.
“Lope lope buat bu Kokom tapi bukan baskom.”
Sibuk berbincang dengan Leon sampai membuat Bu Kokom tidak sadar jika salah satu pembeli nya sudah menghabiskan beberapa gorengan.