Pukul 8 pagi, Luna sedang menyiapkan buku-bukunya untuk dibawa ke kampus. Untuk kuliah pagi 2 jam lagi. Wajah cantiknya tanpa make up terlihat natural dan anggun.
Klontang!
Tanpa sengaja, Luna menyenggol sampah kaleng susu yang Ia taruh di atas meja. Suara itu begitu menggema hingga ke sudut-sudut rumah besar itu. Refleks, Luna menutup kedua telinganya dengan ekspresi kesal.
Bukan karena suara kaleng jatuh yang menganggu. Tapi suara yang menggema itulah yang menandakan bahwa rumah besar itu tidak berpenghuni.
"Aku benci kehampaan ini," batin Luna.
"Ada apa, Non? Non Luna enggak apa-apa?" Bi Ima memasuki kamar Luna yang luas itu secara tiba-tiba. Bi Ima sedang mengepel lantai dapur di lantai 1. Bergegas menuju kamar Luna di lantai 2 karena mendengar suara kaleng jatuh tadi.
"Aku enggak apa-apa, Bi. Itu kalengnya jatuh, enggak sengaja kesenggol sama Luna."
Luna tersenyum manis menenangkan Bi Ima. Bi Ima segera memungut sampah kaleng itu dan mengantonginya ke dalam celemek yang Ia pakai.
"Ini Bi Ima buang aja ya, Non," ujar Bu Ima diangguki Luna. Kemudian Bi Ima keluar dari kamar dan melanjutkan pekerjaannya. Luna pun kembali melanjutkan aktivitasnya menyiapkan buku-bukunya.
Setelah siap, Luna turun ke lantai 1. Sekarang wajahnya sudah ia poles dengan make up. Baru saja Luna akan keluar rumah dan meminta Pak Idam menyiapkan mobil untuk mengantarnya kuliah, Bi Ima menghampiri Luna.
"Non, enggak sarapan dulu?" tanya Bi Ima tepat sebelum Luna membuka pintu rumah.
"Kayaknya enggak deh, Bi. Seshan udah chat. Minta traktir di kafe yang baru launching samping kampus. Jadi Luna mau sekalian sarapan di sana aja," jawab Luna, Bi Ima merasa sedikit kecewa mendengarnya. Luna yang merasakan perubahan mimik wajah Bi Ima pun kepikiran sesuatu.
"Bi Ima udah masak sarapan, ya?" tanya Luna sambil tersenyum. Ia tak ingin melihat Bu Ima bersedih.
"Iya, Non. Bi Ima udah masak nasi goreng lengkap sama telor ceplok." Bi Ima mulai sumringah.
"Ya udah, Luna makan di sini aja." Luna kemudian beranjak menuju dapur, disusul oleh BI Ima.
"Biar Bibi yang siapin, Non," ujar Bi Ima mengambil sebuah piring yang sudah diambil duluan oleh Luna.
Luna pun menurut dan duduk di meja makan yang luas dan cukup mewah. Tapi hanya dia sendiri yang akan makan. Luna kembali merasakan sesak di dadanya. Ia menatap Bi Ima yang sedang menyiapkan sarapan untuk Luna dengan begitu semangat. Kemudian Ia melirik ke arah jendela. Di sana ia dapat melihat Pak Idam yang sedang duduk sambil sesekali menyapa orang yang lewat di depan rumah majikannya itu.
Kedua orang yang selalu bersamanya dan selalu ada ketika Luna dalam keadaan terdesak. Bi Ima dan Pak Idam sudah mengurus Luna seperti anak sendiri.
Ketika kedua orang tuanya tak ada untuknya, hanya Bi Ima dan Pak Idam yang selalu ada untuk Luna.
Bahkan saat pembagian rapor ketika Luna masih sekolah, seringkali yang menemani Luna bukanlah kedua orang tuanya. Tapi Bi Ima dan Pak Idam.Kedua orang tua Luna selalu saja sibuk bekerja dan bekerja. Tak pulang berhari-hari, tak menghabiskan waktu bersama Luna, dan tidak mengobrol sedikit pun bila mereka sedang di rumah. Karena ketika di rumah sekali pun, Orang tua Luna masih saja sibuk berbisnis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syifaluna
Teen FictionHai! Kenalin namaku Syifaluna. Aku mahasiswi semester 4 di fakultas komunikasi. Aku kesepian karena tidak punya kakak maupun adik. Kedua orang tuaku sibuk bekerja. Aku sekarang punya teman bernama Seshan dan Syaquela. Mereka adalah orang-orang yan...