Alarm terus saja berbunyi, tetapi Luna enggan untuk membuka matanya. Bi Ima memasuki kamar Luna dan berjalan menuju tirai kemudian membukanya.
"Non, sudah siang. Ayo bangun," ucap Bi Ima sembari membuka tirai kamar Luna. Cahaya matahari menembus masuk ke dalam kamar melalui jendela.
"Lima menit lagi deh ya, Bi. Masih ngantuk banget aku," jawab Luna kemudian menukar posisi tidurnya.
"Sudah jam enam kurang lima belas menit lho, Non," kata Bi Ima lalu beranjak merapikan kamar Luna. Kamar Luna begitu berantakan dengan pakaian yang berserakan di mana-mana.
Luna membelalakkan matanya. Ia terkejut mendengarkan ucapan Bi Ima. Kemudian bangun secara tiba-tiba dari tempat tidur. Membuat kepalanya terasa sedikit cenat-cenut.
"Hati-hati, Non," ucap Bi Ima ketika Luna dengan terburu-buru berlari menuju kamar mandi untuk mandi dan bersiap kuliah.
***
Luna menuruni tangga dengan sangat terburu-buru. Pakaiannya terkesan berantakan karena ia bersiap dengan cepat. Jangan sampai dia kesiangan.
"Sarapan dulu, Non," ucap Bi Ima seraya menghampiri Luna yang kesusahan dengan tasnya. Raut wajah Luna terlihat berantakan seperti penampilannya.
"Ga sempet, Bi," jawab Luna dengan tangan yang sibuk dengan tasnya.
"Mending Bibi cariin Pak Idam suruh siapin mobil. Aku tunggu di depan," lanjut Luna pada Bi Ima. Kemudian lanjut merapikan tasnya.
Bi Ima pun berlari mencari Pak Idam ke teras rumah tempat Pak Idam beristirahat jika tidak mengantar Luna. Setelah bertemu dengan Pak Idam, Bi Ima berbincang pak Idam untuk segera menyiapkan mobil untuk keperluan Luna.
"Aduh lama banget si, Pak," kata Luna ketika memasuki mobil dengan raut wajah kesal. Luna benar-benar takut kesiangan dan Pak Idam malah membuatnya menunggu.
"Maaf, Non. Tadi panasin mobil dulu," jawab Pak Idam.
Ketika di perjalanan, Luna merapikan sepatunya yang belum terpasang dengan benar. Serta menyisir rambutnya yang berantakan. Hatinya was-was, Ia takut telat masuk kelas.
"Pak, ngebut dikit dong. Udah siang ini," ucap Luna khawatir.
"Sabar, Non. Ini macet parah. Kayanya ada sesuatu yang menghalangi jalan makanya kita macet. Soalnya ga biasanya seperti ini," kata Pak Idam membuat Luna semakin panik.
Luna pun melihat jam pada ponselnya, jam sudah menunjukkan pukul tujuh lewat lima menit.
Luna mencari kontak dengan nama Seshan dan menelponnya. Mendapat ide untuk meminta Sheshan menjemputnya."Jemput gua dong," ucap Luna setelah telepon tersambung.
"Aduh bukannya ga mau. Mobil gua di bengkel, gua aja tadi pesen taksi online," jawab Seshan di seberang sana.
"Ayolah. Kalo ga Quela," kata Luna lagi dengan nada memohon.
"Quela lagi ga enak badan katanya," jawab Seshan dengan sedikit terbata-bata.
"Valdo deh. Coba suruh jemput gua, ini gua kena macet parah." Luna semakin was-was. Kedua sahabatnya tak dapat membantunya. Jalan terakhir dengan meminta bantuan pada fans-nya itu. Kemarin malam cowok itu mengantarkannya pulang, mungkin tak masalah jika sekarang dia menolongnya lagi.
"Valdo belum sampai, kayanya dia telat deh," jawab Seshan.
"Udah ya, Lun. Ini udah ada dosen, soal absen nanti gua bilang ke temen lu," lanjut Seshan lalu mematikan sambungan telpon. Luna bingung dan kesal sekarang.
"Kenapa pada ga bisa bantu pas gua susah sih." Kesal Luna pada temannya sambil terus memandangi ponselnya.
Pak Idam yang melihat itu hanya tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syifaluna
Teen FictionHai! Kenalin namaku Syifaluna. Aku mahasiswi semester 4 di fakultas komunikasi. Aku kesepian karena tidak punya kakak maupun adik. Kedua orang tuaku sibuk bekerja. Aku sekarang punya teman bernama Seshan dan Syaquela. Mereka adalah orang-orang yan...