Syifaluna 12

26 6 0
                                    

Luna tersenyum menyapa keindahan pagi. Setelah terbangun, dia sempatkan mengucap syukur dan menghela napas lega. Luna sempat memikirkan masalah hidup yang secara bergantian datang kepadanya.

Namun Luna berusaha yakin, bahwa dia tidak sendirian. Meski kedua orang tuanya tidak menyempatkan waktu lebih bersamanya. Luna yakin, suatu hari nanti akan ada waktu untuk dirinya benar-benar bahagia.

Luna mengambil handphone di samping bantalnya dan melihat jam di sana. Ternyata ini sudah waktunya sholat subuh, dia segera beranjak dan berjalan menuju tempat berwudu.

Air wudu yang dingin seketika menghilangkan rasa malas yang melekat pada diri Luna.  Luna mengikat rambutnya dan mulai menggulung pergelangan baju di kaki dan tangannya.

Diawali dengan bismillah, dia meminta untuk dibukakan pintu maaf atas segala kesalahan yang pernah dia perbuat di masa lalu. Memang berubah sangatlah sulit. Tetapi Luna tahu, dia tidak akan pernah berubah bila tidak mencoba untuk berubah terlebih dahulu.

Keadaan pagi yang masih gelap berhiaskan bintang. Inilah subuh yang dia nanti-nanti, di mana pintu rezeki terbuka. Mempelajari agama bukan paksaan tetapi keinginan dan suatu keharusan.

Luna tahu, bahwa masa lalu tak mampu diubah. Tetapi sekarang, apa pun yang terjadi Luna akan berdoa. Semoga teman-teman yang berbuat jahat padanya, dibukakan pintu hatinya. Semoga bahagia dan segala masalah dalam hidup Luna menjadi lebih ringan.

“Bersihkan hal-hal buruk dalam diriku, melewati aliran air suci-Mu. Biarkan setiap masalah berat menjadi ringan karena-Mu, dan dekatkan hamba pada jalan kebaikan.”

Sembari membaca doa berwudu, perlahan membasuh wajahnya.  Air dingin menyentuh wajahnya dengan lembut, memberikan bekas basah di sudut-sudut wajah dan rambutnya. Pikirannya menjadi lebih tenang, dia bersyukur telah dipertemukan dengan sahabat sebaik Kemala.

Luna sangat bahagia dan berharap Kemala bisa menginap serta berkenalan dengan Ibunya. Setelah selesai berwudu, Luna terdiam sebentar dengan kedua tangan terangkat. Kini Luna membaca doa sehabis wudhu dengan berserah diri dan melepas amarahnya yang telah berlalu.

Lalu berjalan pelan keluar dari ruangan menuju kamar untuk melaksanakan salat. Sebenarnya dia ingin berjalan ke masjid untuk salat berjamaah, tetapi karena dia bangun sedikit terlambat maka Luna memilih untuk salat saja di rumah.

Selama itu perbuatan baik, bila dilakukan dengan ikhlas maka sekecil apa pun dia berniat berubah, semuanya pasti akan menjadi pahala. Sejahat apa pun, Luna yakin bahwa teman-temannya pasti mempunyai hati.

Meski sekarang rumah besarnya menjadi sepi dan dingin, namun Luna berharap lantunan ayat suci Al-Qur’an yang keluar dari mulutnya nanti, mampu membawa kebahagiaannya kembali.

Terlihat Mama Luna melintas di depan kamar. Mama Luna mengintip di sela pintu kamar, menatap Luna yang tengah salat dengan posisi terduduk. Tampak senyum menata bibirnya, kini dia melihat wanita kecilnya tumbuh menjadi gadis yang cantik dan baik.

Rasa khawatir dan jiwa seorang Ibu sedikit tersimpan di hati kecilnya. Merasa telah bersalah membiarkan Putri manisnya hidup sendirian. Dia yakin gadis kecilnya ini adalah wanita yang kuat.

Luna melihat Mamanya yang berdiri di dekat pintu. Dia segera tahu, bahwa mama ingin menemui dirinya.

“Mama?” panggil Luna heran.

Dengan segera dia melepas pakaian salatnya dan melipat kain sajadah. Dari balik wajah Mamanya, Luna bisa melihat raut haru yang selama ini belum pernah dilihatnya.

“Baru selesai salat ya, Nak?” tanya Mamanya tersenyum ramah.

“Mama mau pergi lagi?” tanya Luna dengan senyum yang menyembunyikan kesedihan.

“Mama harus pergi karena ada urusan. Kamu baik-baik ya di rumah, nanti tanya Kemala dia mau menginap atau tidak!” perintah Mama Luna.

Seandainya aku tidak menjadi anak yang terlalu lemah. Di luar sana pasti banyak cobaan dan nasib yang lebih buruk. Luna hanya mengangguk dengan senyuman.

Mama Luna tersenyum dan mengusap pelan kepalanya. Luna yang menangis langsung memeluk tubuh seorang wanita yang telah berusaha untuk mencintainya. Meski belum bisa memberikan apa pun, dalam diam, Mama Luna ikut meneteskan air mata. Membiarkan sunyi menyelimuti mereka. Apa pun yang terjadi, biarlah hari ini kenangan pahit itu tumpah.

“Maafkan Mama, belum bisa memberikan apa pun. Ketika Mama sibuk dan tidak memiliki banyak waktu untuk menemanimu.”

Luna menatap Mamanya dengan senyum. Keduanya saling berpelukan erat, memberikan hati yang dingin tempat untuk mencairkan kesedihan. Semua beban di hati Luna sedikit berkurang dengan pelukan dari Mamanya. Luna perlahan menghapus air matanya, lalu menghapus air mata di pipi wanita yang telah melahirkannya.

Sekarang dia telah menjadi wanita yang kuat dan tidak lagi menjadi wanita yang nakal. Tidak ingin menyusahkan orang tua apa pun yang terjadi. Sesekali boleh menyesali apa yang telah terjadi, tetapi terlalu banyak bersedih juga tidak akan mengubah apa pun.

Luna ingin merayakan ulang tahun Mamanya, mungkin telah lama dia tidak menikmati kebersamaan dengan orang tuanya. Ya, meski Mama tidak akan hadir dalam acara itu, mungkin karena sibuk dengan pekerjaan. Setidaknya Luna telah memiliki teman sejati yang baik hati seperti Kemala.

Bagi Luna, teman-temannya yang terdahulu memang sangat buruk. Mereka hanya ingin memanfaatkan keadaan ketika dia sedang terpuruk. Namun, sekarang mereka ingin memisahkan pertemanannya dengan Kemala.

Luna berharap, semoga apa pun yang terjadi  Allah tetap menjaga hubungan silaturahminya kepada Kemala dan orang lain.  Serta menjauhkannya dari segala fitnah dan keburukan yang menyesatkan.

“Seburuk-buruknya orang tuamu, maafkanlah dia. Doakan yang terbaik bagi mereka, bagaimanapun kamu adalah anak mereka.” Begitulah nasihat yang sering Luna dengar.

Luna tidak pernah tahu seberapa sakit hati orang tuanya. Bagaimanapun dia tetaplah manusia dan bukan Tuhan. Setidaknya Luna tidak sampai berniat untuk merusak masa depan. Kini Luna ingin terus maju demi dirinya sendiri, berharap dan berusaha untuk melakukan yang terbaik semua karena Allah.

Di mana pun jodoh Luna, hanya ada keyakinan di hati Luna. Bahwa Tuhan pasti akan mendekatkan yang terbaik padanya. Sekarang biarlah rindu ini tertuju pada sang Nabi Muhammad saja. Seseorang yang selalu merindukan dirinya dan sangat menyayangi diri Luna dalam kejauhan.

“Ya Allah, maafkan aku. Bila diriku terlalu polos sehingga masuk pada kesesatan dalam berteman serta bergaul pada orang yang salah.”

Kedepannya, Luna lebih yakin dan lebih semangat untuk mempersiapkan targetnya. Mama Luna tersenyum dan mencium dahi putrinya. Luna hanya bisa menghela napas dan berdoa yang terbaik semoga semua baik-baik saja.

“Ma, hati-hati, ya?” ucap Luna sedikit ragu.

“Terima kasih, Sayang,” balas Mamanya dengan senyuman.

Luna lanjut membereskan kamarnya. Setelah melipat selimut dan menata bantalnya, Luna menyempatkan diri untuk menanyakan kabar Kemala.

Luna bermaksud untuk mengajak Kemala menginap dan berkenalan dengan Mamanya. Akan sangat bagus kalau bisa masak dan makan bersama, 'kan? Pokoknya ini akan menjadi hari yang indah. Terima kasih, Ya Allah.



Assalamualaikum, Temen-temen!
Maaf, yaa. Posting bab 12-nya lama banget. Kami memutuskan untuk libur lebaran dulu. Hehe.
Terima kasih buat Temen-temen yang setia membaca Syifaluna.
Stay tune terus, yaa. Bab selanjutnya akan segara di-post.

Part 12 by DyanFitriana

SyifalunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang