Blossom Tears

202 18 1
                                    

Nirina dan Rio saling berpacu dengan waktu. Deruan nafas dan degupan jantung berpadu menjadi satu. Kecuali saat Nirina menghentikan langkah larinya.

"Yo! Titania mana?!?" Panik, Rio-pun segera berbalik dan berlari mencari Titania.

"Rin, lo cari bantuan ke depan!!" Titah Rio sebelum dirinya berbelok menuju dapur.

Sementara Nirina, melangkah melewati jalan setapak yang menghubungkan halaman belakang dengan halaman depan. Dalam hati ia berdoa semoga saja Titania baik-baik saja.

***

"Jangan gitu, Kak.... Aku takut... Aku takut..."

Titania menutup mata dan kedua telinganya. Tak bisa ia tahan air matanya. Nafasnya tercekat, begitu ia merasakan dekapan tiba-tiba dari seseorang.

"Ariska ...." Bisik John tepat di telingan Titania.

Bahu John bergetar, tak lagi ada pistol di tangannya. Titania merasa, lelaki ini begitu merindukan sosok Ariska. Kepala Titania mendongak, melihat Rio berdiri di depan pintu dapur dengan ekspresi terkejut. Dilihatnya Rio bergumam seakan-akan menanyakan ada apa. Titania memberi aba-aba diam-dengan satu telunjuk tertempel di bibirnya-pada Rio.

"Ariska ...." Kembali John berbisik. Lelaki itu lalu terisak. Semakin erat pelukannya pada Titania-yang ia anggap Ariska-yang kemudian mendapat balasan dari Titania.

John membelai rambut panjang Titania. "Ris ... Kakak kangen kamu ... Ariska ...."

***

Nirina sudah bersiap-siap berlari setelah ia membuka pagar rumah John. Namun ia mengurungkan niatnya, begitu melihat seorang Yusa berdiri di depannya, dengan beberapa polisi yang ikut bersamanya.

"Yusa!!!" Seru Nirina.

Yusa menarik kedua tangan Nirina, memastikan kalau perempuan di depannya tidak memiliki luka sedikitpun. "Lo baik-baik aja, 'kan? Pak! Tolong di periksa, ya!" Ujar Yusa pada para polisi di belakangnya.

Nirina diam sejenak, "Kok lo-" namun, ucapannya sudah terpotong. "Nanti aja, ayo!" Ajak Yusa.

***

Nirina dan Yusa berlari menghampiri Rio. Baru akan berteriak memanggil Titania, mereka berdua sudah di kejutkan oleh pemandangan di dapur. John masih mendekap erat Titania. Nirina menoleh kearah Rio yang menampakkan ekspresi kosong.

"Kenapa kamu ninggalin Kakak?" Tanya John pada Titania yang masih ia anggap Ariska.

Entah kenapa, Titania mengeluarkan air matanya. Ia merasakan degupan jantung John. Ia bisa merasakan tubuh John yang bergetar. Betapa besar rasa rindu yang John rasakan. Betapa besar rasa sayang John yang Ariska dapatkan. Titania bisa merasakan itu semua. Suasana hening, namun haru, membuat hati siapapun terenyuh melihatnya.

"Angkat tangan! Kami dari pihak kepolisian!" Seorang polisi datang dengan sebuah senjata tajam yang diarahkan pada John.

Lelaki itu berbalik dan melepaskan dekapannya pada Titania. Dengan cekatan, sang polisi memborgol kedua tangan putih John. Titania diam, mereka berdua saling adu tatap. Mata John terlihat sayu dan berkantung. Sebelum ia dibawa pergi polisi, Titania melihat dengan jelas senyuman yang terukir dibibir John.

Nirina berlari dan mendekap Titania. "Syukurlah lo gapapa, Tan!" Hela nafas lega Nirina sudaj menandakan kalau keadaan mulai kembali normal.

Titania menarik nafas sebentar. "Rin, Kak John bisikin sesuatu sama gue ...."

"Apa?" Tanya Nirina.

"Tentang Ariska ada dimana sekarang ...."

***

John melangkahkan kakinya keluar dari bilik dimana ia biasa menempelkam ratusan foto Ariska. Kedua tangannya berlumuran darah, membuat bercak-bercak merah di lantai.

Diamblinya beberapa drum formalin dengan lemas.

"Maaf, Ris..." ujarnya bergetar.

Satu-persatu organ tubuh Ariska yang ia simpan di beberapa toples berhiaskan foto Ariska, lalu ia letakkan di dalam lemari.

Ia menoleh, melihat Ariska yang terbaring tak bernyawa karna ulahnya sendiri dengan sengaja. Semuanya ia lakukan, atas dasar cinta.

Ia usap pipi Ariska yang mendingin. Ia kecup keningnya lembut.

***

Rio masih memperhatikan patung wanita yang ia lihat saat pertama kali datang ke rumah John. Pantas saja, ia merasa aneh pada patung ini.

Patung cantik, yang sangat dibanggakan John.

Patung, yang ternyata ada Ariska di dalamnya.

"Maafin gue, dek ... Gue gak bisa jagain lo ...."

Rio bersimpuh di depan patung adik tercintanya itu. Dadany terasa sangat sesak, isak tangisnya lalu terdengar menggema seisi ruangan. Nirina dan Titania tak sanggup melihatnya, dan memilih untuk memalingkan wajahnya.

Sementara Yusa yang baru datang setelah berterimakasih pada polisi cukup terkejut melihat keadaan Rio.

"Maafin Kakak, dek!!" Erang Rio.

Rio merasa, dirinua bukanlah Kakak yang baik untuk Ariska. Ia bahkan tidak pernah peduli kalau Ariska curhat soal pacarnya. Ia tidak sedekat itu dengan Ariska. Seharusnya, dia bisa menjaga adiknya, seharusnya Rio bisa menjadi Kakak yang dibanggakan Ariskan.

Namun, penyesalan hanya akan datang terakhir. Dan manusia, hanya bisa memperbaiki apa yang sudah rusak.

•••M-M•••

A/N

Hai!
Sedih gak sih part ini? Aku bikinnya nangis sendiri loh T~T)/

Anyway kasus MM masih ada lagi loh! Yang tentunya lebih mengejutkan lagi! Ditunggu yaaa!

Jangan lupa kritik & saran! ^^

Magique MirrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang