Dan Itu Terjadi

193 15 2
                                    

Festival pun dimulai dengan sangat meriah. Tim pemandu sorak, mercing band, dan beberapa ekskul lain ikut andil dalam pembukaan fetival tahunan SMA 2 Dermaga, yang tidak hanya mengundang seluruh muridnya, namun juga mengundang seluruh murid dari beberapa sekolah tetangga, terutama murid SMP, karna acara ini juga sebagai promosi sekolah.

Kemeriahan semakin terasa, begitu pelepasan balon di udara menandai mulainya festival.

Tak satupun orang yang tak sibuk disini, semuanya menikmati acara ini. Beberapa ada yang langsung menuju kawasan makanan, ada juga yang mengunjungi kawasan demo ekskul. Terlihat beberapa anak SMP yang tertawa senang dan tersenyum kagum melihat deretan piala prestasi yang sengaja dipajang dilemari kaca disepanjang lorong sekolah.

Sekali lagi Nirina bercermin pada cermin tulip itu, jubah hitam dengan riasan yang sangat mendukung membuatnya semakin gugup. Lain lagi dengan Titania yang begitu semangatnya, dikepalanya terlihat topi ala penyihir di film-film. Ia benar-benar bersemangat, sampai jantungan berdegup sangat cepat.

Yusa membuka tirai tenda, memastikan kalau Nirina baik-baik saja. Sama dengan yang lainnya, Yusa dan Rio juga memakai kostum ala penyihir-penyihir.

"Santai aja, Rin." Ujar Yusa dengan senyuman terukir dibibirnya.

Nirina mendongak, dengan senyuman kaku ia membalas. "Iya, Yus! Thanks...."

***

"Nirina mana?"

Rio memutar kepalanya, melihat Yusa berdiri dengan betah memakai kostum penyihirnya tanpa dilepas. Ia menggedikkan bahu, pertanda tak tahu. Lain lagi dengan Titania, yang masih sibuk menghitung uang yang ia kumpulkan dari tenda yang ia bangun atas dasar paksaan.

"Tadi sih ke kamar mandi, kalo gak salah." Jawab Titania tanpa mengalihkan matanya dari lembaran-lembaran uang receh tersebut.

Batin Yusa merasa janggal dan tidak enak, karna itulah ia langsung berbalik, dan berusaha menemukan Nirina secepatnya.

***

Di lain tempat, namun di waktu yang sama, Nirina sedang berusaha berdiri dengan tangan yang memegang erat wastafel kamar mandi sekolah. Tubuhnya berkeringat dan bergetar hebat, pandangannya kabur, kepalanya seperti habis terbentur tembok keras.

"Bacain masa lalu dia dong!"

"Nirina, lo keren!"

"Jadi masa lalu dia gimana, Rin?"

"Rin!"

"Rin!"

Terngiang-ngian di telinganya, kata-kata yang teman-temannya ucapkan. Seharian membaca masa lalu orang dengan cermin, mungkin saja ini efeknya. Ia bergedik menyeramkan, kakinya belum mampu berdiri kokoh. Dengan satu helaan nafas, ia berdiri sambil berpegang erat dengan keran wastafel. Matanya yang semula berkunang-kunang, kina mampu melihat pantulan dirinya di cermin besar kamar mandi.

Ia melihat pantulan dirinya. Tidak, ini bukan dirinya. Sebagian besar hatinya tahu yang di lihatnya sekarang, bukanlah dirinya. Namun, sebagian besar lainnya, memaksa agar Nirina yakin kalau yang ia lihat di pantulan cermin, benar-benar dirinya.

"Nirina? Lo di dalem?!" Gedoran keras membuat Nirina menoleh, ia lalu kembali tumbang dan merasa lesu.

Nirina mendekat ke pintu dan membuka kenopnya, terlihat Yusa yang masih betah mengenakan kostum.

"Iya, ini gue ... kenapa, Yus?" Ujar Nirina terdengar bergetar.

"Gue khawatir lo kenapa-kenapa, seharian ini lo bacain masa lalu orang, dan menurut gue itu bakal berefek besar ke diri lo, tapi untungnya lo baik-baik aja,"

Mendengar ucapan Yusa, tubuh Nirina kembali gemetar. Kepalanya tertunduk, tidak pusing, namun seperti sesuatu akan keluar dari otaknya. Nirina lalu mendongak, dengan pandangan wajah yang berbeda—lebih tajam, dan lebih terlihat menakutkan—dan tentu saja, itu membuat Yusa takut.

"Rin?"

"Mau gue bacain masa lalu lo?" Seketika rambut disekitar leher Yusa meremang.

Tak sampai lima menit, Nirina lalu menggelengkan kepalanya, dan ia nyaris ambruk ke lantai—andai saja Yusa kurang sigap mengangkatnya—lalu, Yusa memapahnya, membawanya ke ruang UKS.

"Tenang, Rin, gue bawa lo ke UKS sekarang!"

Dan hanya ucapan itu yang terdengar, sebelum kesadaran Nirina hilang sepenuhnya.

***

Nirina terbangun dari tidurnya, namun gerakkan menguapnuya terhenti begitu sadar dimana ia sekarang. Seingatnya, Yusa membopongnya menuju UKS. Alih-alih UKS, ia justru berada di kamarnya. Ini bukan khayalan atau mimpi, ini sungguh-sungguh kamarnya. Tangannya berinisiatif mengambil ponselnya yang ternyata ada di samping kanannya.

Pesan dari Yusa, sudah memberikan penjelasan yang cukup. Yusa bilang, ia mengantar Nirina ke rumah lantaran temannya itu belum sadar juga meski sudah terbaring di UKS selama lebih dari dua jam.

Namun ada hal yang lebih membuat Nirina kebingungan, begitu melihat waktu pesan Yusa diterima, ia kembali dibuat bingung. Waktu itu menunjukkan kalau pesan itu sampai satu hari yang lalu. Itu tandanya, ia sudah pingsan selama satu hari penuh?

Magique MirrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang