Toko Arum-88

451 25 8
                                    

Titania turun dari lantai dua rumahnya, pakaiannya yang semula piyama biri-biri sudah berganti dengan celana hitam dan kemeja biru kotak-kotak. Rambutnya ia kuncir. Melihat Nirina dan Rio sedang menunggunya, membuat Titania mempercepat langkahnya.

"Sorry lama, hehe."

Nirina dan Rio menoleh ke sumber suara. Sudah bukan hal yang aneh bagi mereka kalau harus menunggu lamanya waktu dandan Titania.

Titania, sosok perempuan yang memperhatikan setiap detail dari penampilannya memang selalu lama dalam hal mempersiapkan diri. Namun, dia juga orang yang selalu mengundur-undurkan waktu.

"Udah biasa kali!" Nirina mengibaskan tangannya di depan muka Titania yang sudah duduk di depannya.

Titania mengerutkan hidungnya, merasa sebal sekaligus mengakui kesalahannya.

"Mending kita langsung nyari aja?" Rio angkat bicara. Ia berdiri dan melangkah keluar menuju mobilnya. Langkahnya di ikuti Titania dan Nirina.

Jujur saja, mereka tidak tau akan mencari barang antik dimana. Tapi, menurut salah satu teman mereka, mencari barang-barang antik seperti itu bisa di temukan di pinggir pasar baru. Makanya itu, Rio memacu mobilnya menuju pasar itu.

Seperti biasa, jalanan selalu macet dan padat akan mobil. Bukan Jakarta namanya, kalau tidak macet, kecuali lebaran mungkin. Jakarta akan tampak lengang dari yang biasanya.

Di dalam mobil, Rio, Nirina dan Titania berbincang-bincang mengenai banyak hal. Mulai dari pr, sampai-sampai mengenai ekskul. Bukan hal baru bagi mereka bertiga untuk pergi bersama atau mengerjakan kelompok bersama. Meski begitu, Rio masih berhubungan baik dengan teman-teman cowoknya. Tapi entah karna alasan apa, Rio selalu memilih satu kelompok dengan Nirina dan Titania.

Kalau di bilang karna alasan suka dengan salah satunya, Rio pasti menggeleng, karna ia merasa tidak pernah merasa suka ataupun perasaan cinta lainnya kepada salah satu diantara Nirina dan Titania. Mungkin karna dua orang perempuan ini selalu bagus di pelajaran, makanya Rio memilih mereka menjadi orang teratas yang akan selalu menjadi teman kelompoknya.

Setelah beberapa lama terjebak di kemacetan, akhirnya mereka sampai juga di kawasan pasar baru. Pasar ini tampak ramai pembeli. Di sepanjang jalan begitu banyak toko barang antik. Namun semuanya tutup.

"Tutup semua ini, gimana dong?" tanya Rio yang sedang menepikan mobilnya.

Nirina dan Titania menoleh ke kanan dan ke kiri. Mencari siapa tau ada toko barang antik yang buka. Langkah Nirina tiba-tiba saja bergerak ke kanan yang kemudian langkahnya di ikuti kedua temannya itu.

"Lo mau ngapain?" tanya Titania sedikit berteriak karna suara raungan mesin truk di sampingnya yang terlalu kencang.

Nirina menoleh sekilas, namun ia kembali berjalan dengan tempo yang lebih cepat.

Ia menggedikkan bahunya. "Gak tau!" jawabnya tak kalah kencang.

Rio dan Titania saling beradu pandang. Dahi mereka berkerut sempurna, bingung ada apa dengan temannya yang satu ini. Sampai akhirnya Nirina berhenti di depan sebuah toko dengan nafas yang terengah-engah.

"Jadi ini tujuan lo kemari? Please, gue aja kagak liat nih toko!" ujar Rio sebelum ia menarik pintu kaca toko Arum-88 itu dan masuk.

Titania mengikuti Rio masuk ke dalam toko itu tanpa ragu. Tapi tidak dengan Nirina, ia bingung. Karna ia tidak pernah tau ada toko barang antik di sini.

Dengan bingung, Nirina mengikuti Rio dan Titania masuk ke dalam toko dengan bangunan serba cokelat tua itu.

Dari depan, toko itu memang terlihat sudah tua dan reyot. Di dalamnya, terlihat ornamen-ornamen kayu yang semakin membuat toko ini terlihat sangat antik. Beberapa patung kayu terlihat di pojokkan toko. Di tengah-tengah terdapat tiga rak kayu dengan isi yang berbeda. Rak pertama berisi buku-buku lama, rak kedua berisi pajangan-pajangan antik dengan ukuran kecil, dan yang ketiga berisi pajangan yang ukurannya lebih besar.

Di atas toko tergantung beberapa lampu gantung antik dengan lampu di tengah yang ukurannya lebih besar dari yang lain. Toko ini cukup luas di dalam, meski di luar terlihat kecil.

Nirina melihat ke sekeliling, cukup takjub melihat berpuluh-puluh barang antik di dalam toko ini. Ia langkahkan kakinya menuju rak pertama. Berbaris rapih buku lama dengan hard-cover yang masih bagus. Meski kertasnya sudah men-coklat.

"Catatan Tuan Harmoko," baca Nirina.

Ia sedang memegang salah satu buku lama berwarna hijau tua yang warnanya mulai memudar. Ukuran bukunya tidak terlalu besar, ketebalannya paling hanya 3 senti. Baru akan membuka lembar pertama, suara parau dari seorang laki-laki nyaris membuat Nirina menjatuhkan buku itu.

"Mau cari apa, Mbak?" tanya lelaki tua itu.

Nirina menahan nafasnya sesaat. Beberapa kali ia mengerjapkan matanya.

"Ah—Saya lagi cari barang antik, Pak!" ujar Nirina seraya meletakkan buku yang tadi ia pegang ke rak buku.

"Rin! Eh—maaf, Pak!" Titania tersenyum kikuk begitu melihat seorang bapak tua sedang berdiri di hadapannya.

"Permisi, Pak? Bapak punya barang antik yang ada sejarahnya?" tanya Rio yang muncul di belakang bapak tua itu.

Bapak tua itu terdiam sesaat sebelum akhirnya ia tersenyum seperti baru dapat sesuatu.

"Ada! Sebentar saya ambil dulu barangnya," bapak tua itu pergi melewati Rio dan masuk ke salah satu ruangan yang berada di sudut toko lainnya.

Rio, Nirina, dan Titania sempat bertukar pandang. Sebelum akhirnya mereka berjalan untuk menunggu di depan kasir. Tak lama kemudian bapak tua itu keluar dengan sebuah kotar berukiran tulip kembar di penutupnya.

"Ini, cermin tulip kembar dan catatannya."

Rio meraih kotak dari tangan bapak itu. Ia buka kotak itu. Terlihat sebuah cermin gagang dengan sebuah buku berukuran kecil di dalamnya. Cermin itu tampak masih sangat bagus, di baliknya terdapat ukiran tulip kembar dengan beberapa kupu-kupi yang terbang. DI gagang cermin itu, terdapat ukiran-ukiran seperti tumbuhan yang menjalar.

Kaca dari cermin itu tampak jernih dan seperti air. Padat, namun seperti cair di saat yang bersamaan.

Titania mengambil buku yang di letakkan di samping cermin gagang itu. Buku bersampul kopi dengan gambar bunga tulip yang sepertinya di lukis tangan.

"Catatan si Cermin," baca Titania dan Nirina berbarengan.

"Berapa ini, Pak?" tanya Rio kemudian.

Bapak tua itu tampak tersenyum, memperlihatkan giginya yang putih meski ada beberapa bagian yang sudah ompong.

"Untuk adik-adik, ini gratis." jawabnya dengan nada ikhlas.

Rio, Nirina dan Titania tersenyum senang. Setelah mengucapkan banyak terima kasih, mereka bertiga-pun memutuskan untuk kembali ke rumah.

Satu hal yang membuat Nirina bertanya-tanya saat mobil mereka melintasi tempat toko itu berada.

Toko itu.

Tidak ada.

Hanya sebuah lapangan kosong yang gersang.

•••M-M•••

A/N

Hai! Maaf ya late update, soalnya kemarin authornya sibuk(?) #eaaa

Jangan lupa kritik & sarannya! ^^

Oryzalief

Magique MirrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang