Penasaran

224 20 1
                                    

Kepala Rio bergerak mengikuti arah mobil merah berlambang hewan buas yang berdiri itu. Sosok Yusa keluar sambil menyelempangkan tas cokelatnya. Seperti biasa, ia akan ke kantin terlebih dahulu, untuk sekedar membeli roti isi ataupun sekaleng jus wortel. Rio di belakangnya mengikuti Yusa.

Penasaran akan sosok Yusa yang selalu sendiri di sekolah, tidak pernah ikut ekskul, jarang bicara, namun anehnya party yang ia adakan sebulan yang lalu di rumahnya, tampak sangat sangat ramai.

Rio berbasa-basi membeli secangkir cokelat panas di mesin minuman.

"Gak baik keseringan minum jus instan,"

Yusa menoleh, sedikit terkejut melihat Rio sedang berdiri di sampingnya. Rio menunjuk kaleng jus wortel yang memang sering di beli Yusa.

Lelaki itu tertawa kecil, lalu menunjuk gelas karton milik Rio. "Gak baik juga minum cokelat panas instan," lalu Yusa berbalik dan meninggalkan Rio yang penasaran setengah mati.

***

"Yusa Ibrahim?"

Panggilan Pak Nuh tidak mendapat sahutan. Mata Pak Nuh menyapu seisi ruangan. Dahinya berkerut begitu menyadari kalau murid yang di absen namanya tadi tidak ada, hanya ada tasnya di bangku pojok.

"Kemana Yusa?"

Semua anak menggeleng tak tau. Pak Nuh menghela nafasnya lalu mengusap-usap kerutan di dahinya. Terlihat sekali kalau Pak Nuh sedang pusing. Entah karna beliau memang sakit, atau karena ia menyadari sesuatu tentang Yusa.

Rio terlihat termenung, ia penasaran. Pagi tadi sebelum masuk, ia bertemu Yusa di kantin. Lalu sekarang anak itu tidak ada di kelas.

***

Bel istirahat sudah berbunyi dua kali beberapa menit yang lalu. Nirina melangkahkan kakinya menuju UKS, ia baru sadar kalau tempat pensilnya kemarin tertinggal di sana. Ruang UKS yang sekaligus menjadi ruang PMR itu berada di ujung sekolah, bersebelahan dengan ruang OSIS dan kamar mandi.

Dahinya berkerut begitu menyadari kalau mesing AC di ruangan ini menyala.

"Sayang-sayang listrik aja,"

"Jangan di matiin!"

Baru akan memencet tombol turn off di remote AC, seseorang sudah menghentikan aksi Nirina. Perempuan itu menoleh ke kanan dan ke kiri, melihat tidak ada siapapun di dalam sini kecuali dirinya, rambut-rambut di sekitar lehernya meremang.

"S-siapa?" Tanya takut-takut, kali aja itu hantu.

"Ck! Masa gak kenal suara gue?"

Seorang lelaki berbadan tegap berdiri dari jongkoknya diantara pojokkan kasur dengan lemari. Yusa, itu Yusa. Ternyata anak ini ada disini dari tadi. Begitu menyadari ada yang masuk ke ruang PMR, buru-buru Yusa bersembunyi, melihat itu Nirina ia-pun keluar dari persembunyiannya.

"Lo ngapain disini? Sakit? Lo di cariin Pak Nuh tau!"

Yusa memperhatikan wajah Nirina dengan dahi berkerut yang membuat Nirina ikut berkerut juga karna risih.

"Apa liat-liat?" Sentak Nirina.

"Gue mau disini dulu,"

"Sampe kapan?"

"Sampe pulang mungkin?"

Nirina mendengus, bukan apa-apa ini adalah jadwal piketnya, bila ketua PMR tau ada seseorang yang berdiam diri di UKS selama lebih dari 2 jam karna hal tak jelas, maka Nirina-lah yang akan kena semprot.

"Mending lo balik ke rumah sono! Enakkan di rumah, kan? Bisa makan, tidur, ngobrol sama orang tu—"

"Di rumah gue gak enak!" Bentak Yusa dengan wajah yang merah.

Nirina sedikit terkejut sampai-sampai ia mundur selangkah. Tidak mengerti kenapa ia jadi di bentak begitu oleh Yusa. Nirina mendengus sebal, ia menarik tempat pensil yang ada di meja, ia bermaksud untuk cepat-cepat keluar dari ruang ini.

Yusa menyadari kalau Nirina kesal dan akan pergi keluar dari ruang UKS. Ia menghembuskan nafasnya dan memejamkan matanya sebentar. Sebelum kembali berbicara.

"Gue bakal tanggung jawab kalo lo di omelin Surya," Nirina menghentikan langkahnya, nyaris saja ia menendang lelaki ini.

"Terserah, gue mau balik!"

Nirina-pun keluar dengan sebal, tak lupa ia membanting pintu UKS dengan cukup kencang.

***

Titania kembali mengoceh seputar adik juniornya belum menguasai gerakkan dasar. Sementara Rio hanya mengangguk dan berkomentar sedikit sambil mengemudikan mobilnya. Nirina sendiri tenggelam ke dalam pikirannya. Entah memikirkan apa, tapi ia sedang gelisah karna cermin tulip itu tidak ada di tangannya, melainkan ada di tas Titania di depan.

Titania masih mengoceh seputar juniornya yang dilansir bernama Kintan, ya memang seorang Kintan sering mendapat semprotan tajam dari Titania kalau sedang berlatih. Pulang sekolah tadi contohnya, Titania harus meredam emosinya selama 20 menit, karna Kintan tak kunjung sempurna gerakkannya.

"Nyebelin banget itu junior! Udah sok banget lagi, di bilangin sama gue malah rooling-eyes mulu!" Gerutu Titania sebal.

"Rin, bener nih di Bank ini?" Tanya Rio dan meredam semua ocehan Titania serta merta membangunkan Nirina dari lamunannya.

Nirina mengecek keluar jendela mobil. Terlihat gedung yang mirip dengan yang ada di bayangannya, di depan gedung Bank itu juga ada sebuah lampu merah dan sebuah restoran Jepang dengan replika sushi besar di atas restoran itu. Ya, benar, inilah gedung dimana Kirana Larasati itu ada.

"Betul ini! Ayo turun!"

Rio dan Titania turun dari mobil dan mengikuti langkah panjang Nirina. Seorang satpam berpakaian serba hitam mengambut ketiganya dengan ramah. Mereka bertiga tersenyum lalu masuk ke dalam gedung Bank itu. Di dalam sini tampak tidak terlalu ramai.

Dengan berani, Nirina menghampiri salah seorang pegawai perempuan dengan seragam batik tosca dan rambut yang di sanggul itu. Perempuan itu tersenyum ramah pada Nirina.

"Selamat sore Kakak, ada perlu apa? Kakak mau menabung?"

Nirina tersenyum lalu menggeleng. "Ah enggak, mbak! Saya mau tanya disini ada yang namanya Kirana Larasati gak ya?"

Wajah perempuan itu terlihat terkejut. "Ah, Ibu Kirana maksudnya, maaf Ibu Kirana sudah tidak bekerja disini lagi,"

"Boleh minta alamat rumahnya?" Pinta Titania dari belakang.

Perempuan itu mengangguk dan menyuruh mereka bertiga menunggu sebentar. Terlihat ia sedang membuka dokumen biru yang sepertinya berisi alamat-alamat pegawai lama. Setelah beberapa saat, perempuan itu memberikan secarik kertas pada Nirina. Dan mereka-pun pamit pulang.

"Kita nyarinya Sabtu aja, gimana? Abis gue latihan basket, sekarang udah sore takut kemaleman?" Ujar Rio sambil menilik jam tangannya.

Nirina dan Titania mengangguk setuju. Lalu mereka berdua masuk ke mobil Rio dan pulang ke rumah masing-masing dengan rasa penasaran yang harus tertunda selama beberapa hari.

•••M-M•••

A/N

Hai! Ayooo sambil baca ini sambil baca short story aku yaa

Black Flower

"Terima kasih, karna sudah datang, untuk pergi."

Dan sekali lagi jangan lupa kritik & saran! ^_^

Magique MirrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang