Lusa, Sampai Jumpa

278 52 6
                                    

Kaki nya beralih menuju Aula yang berada halaman belakang rumah, mengambil Wudhu untuk Sholat Dhuha setelah membantu Ummi tadi.

Sholat dua rakaat itu Hafidah lakukan, lantas dirinya beralih pada Al-Qur'an yang terletak pada lemari tepat di belakangnya.

Membaca satu surah ke surah lain dan kembali mengulang hafalan surah yang sedikit lupa akhir-akhir ini.

Mungkin ini salah satu hal yang tidak pernah luput dari Hafidah. Setelah membantu Ummi atau membantu nenek sewaktu di bandung, Hafidah akan berdiam diri di Aula rumah dengan lantunan Al-Qur'an atau sholawat juga kajian yang ia lihat di Youtube.

"Eh adek abang yang Shalehah.."

Hafidah menoleh,
Lantas kembali beralih pada kajian yang sedang ia tonton.

"Idih sombong.. Masih marah ya sama abang?"

Arya mendekat, ikut melihat kajian yang sedang Hafidah lihat.

"Dek, tau kisahnya cintanya Aisyah radiallahu anha sama baginda Rasululllah?"

"Tau"

Arya mengangguk, lantas semakin mendekat dan mengelus puncuk kepala sang Adik dengan lembut.

"Gimana? Mau ikut kisah cintanya Aisyah radiallahu anha sama Rasululllah, Fatimah Azzahra sama Ali bin Abi Thalib atau Zulaikha sama Nabi Ayub?"

"Abaang! Apaasi Hafidah masih kecil"

"Dih.. Udah delapan belas tahun, udah legal kali! Umur mah engga jadi patokan buat nikah dek. Kalo itu udah kehendak Allah, terus juga kalo itu yang terbaik menurut Allah, kenapa engga?"

Hafidah menoleh, menatap Arya malas dengan tangan yang menutup layar Laptop kala kajian itu sudah selesai.

"Terus abang kenapa engga mau nikah?"

"Abang belum siap"

"Alesan, bilang aja engga mau nikah muda"

"Abang belum kerja dek.."

"Tuhkan alesan.. Abi pernah nawarin abang kerja di PT nya Abi, itu Klink punya Ummi juga ada, abang alesan aja"

"Abang tuh mau jadi pilot! Do'ain mangkanya, nantikan kalo mau Haji abang yang bawa pesawatnya"

Lagi, tatapan malas itu Hafidah berikan disertai pukulan kecil yang ia berikan pada paha Arya.

"Terus pewasatnya balik sendiri gitu? Atuh abang kan Haji mah engga sehari doang!"

"Ya Allah bercanda atuh dek, lagian kamu diem aja, biasanya teriak-teriakan"

Bibirnya mencibik, tatapannya ia buang kedepan dengan tangan yang memeluk kedua kaki itu kala ia tekuk.

"Emang Hafidah gitu ya bang? Hafidah belum dewasa ya? Dewasa umur doang.. Tapi sifat hafidah belum dewasa,"

"Idih, siapa yang bilang?"

"Waktu itu abang pernah bilang kalo hafidah masih suka marah-marah, suka emosian, teriak-teriakan, secara engga langsung abang bilang Hafidah kayak anak-anak kan? Masih suka ngambek engga jelas"

"Nethink terosss! Kamu tuh dek kalo lagi marah-marah lucu, mangkanya abang bilang gitu biar kamu marah, bang Zidan aja keliatan gemes sama kamu, padahal dia baru kenal kamu"

Hafidah diam,
Menatap lurus sajadah dengan fikiran yang entah kemana.

"Bang,"

"Apaan"

"Nanti kalo Hafidah ke dubai.. Abang, Ummi sama Abi bisa jenguk Hafidah ke sana kan? Lima tahun bang.. Hafidah ngerasa jauh banget sama keluarga,"

Suaranya bergetar, mengingat bahwa Hafidah memang sangat jarang berkumpul dengan mereka. Tidak seperti Arya yang terus ikut Ummi dan Abi kemanapun.

CAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang