Malam itu, sesuai dengan jadwal yang Abi buat. Malam sebelum hari pernikahan Zidan dan Hafidah, mereka mengadakan acara Maulid yang di gelar di halaman rumah abi.
Semua kerabatnya sudah hadir berkumpul, satu pembatas yang memisahkan antara laki-laki dan perempuan hanya terhalang dengan sehelai tambang putih dengan kain yang digantungkan.
"Malem ini, malem isra miraj baginda Rasululllah. Dan semoga, di malem ini bisa jadi malem yang baik buat Hafidah sama Zidan supaya terus di berkahi hubungannya dengan Allah dan Rasulnya"
Ucapan amin itu serentak di ucapkan, memohon yang terbaik untuk kedua insan itu di esok hari dan seterusnya.
"Berdo'a sama Allah semoga besok di lancarkan acaranya, tidak ada kendala ataupun halangan apapun. Kita do'a kan juga agar anak Abi, Hafidah. Juga Zidan, bisa menjadi sepasang insan hingga jannah nya Allah"
Suara serentak menyebut kata Amin itu kembali terdengar, memohon pada sang ilahi untuk mengabulkan do'a yang tengah mereka panjatkan.
Hafidah,
Dimalam itu, malam yang entah mengapa menjadi malam yang begitu berarti sampai hari esok. Ucapan rasa syukur nya bahkan terus ia lantunkan, tidak menyesal dengan pilihannya ketika Zidan datang untuk meminangnya.Utfah menoleh, menatap Hafidah dengan senyuman tulus seorang Ibu yang terpancar.
Mengelus kepala terbalut jilbab putih itu dengan kasih sayang, lantas kecupan kecil itu Utfah berikan pada pipi kanan dan kiri Hafidah."Anak Ummi udah dewasa ya.."
Hafidah tersenyum, tertunduk menahan tangis.
"Ummi masih engga nyangka, kayaknya baru kemarin kamu lari ke Ummi, minta uang jajan buat beli cilok.."
"Ummiiii~"
Hafidah menggeleng,
Utfah yang melihat itu terkekeh dan beralih menarik tubuh itu untuk dipeluk."Nanti kamu siap-siap, malem ini kita berangkat"
Kepalanya menoleh, sementara tangan Utfah masih setia mengelus puncuk kepala Hafidah dengan lembut.
"Kan Acaranya besok Ummi"
"Iya.. Tapi kan kamu pengantin perempuan sayang, kamu harus udah disana sebelum pengantin lelaki dateng"
Hafidah mengangguk mengerti,
Memilih untuk kembali memejamkan matanya untuk menikmati elusan lembut Utfah yang entah kapan lagi ia akan rasakan."Selesai ini kamu rapihin barang-barang ya? Ummi juga mau beresin baju, nanti kalo kamu butuh bantuan, minta tolong sama Sarah, ya?"
"Iya Ummi.."
.
.
Tubuhnya tersujud dalam, berdo'a akan kelancaran acara mereka untuk hari ini. Berdo'a untuk kebaikan mereka kelak, berharap Ridha dan Restu pada sang ilahi.
Lantas ketika sujud itu berakhir, senandung Dzikir juga Do'a kembali ia lantunkan. Meminta karunia Allah agar selalu di berkahi rumah tangga mereka nanti.
"Nak.. Udah?"
Hafidah menoleh, tersenyum lembut dengan anggukan kecil yang menyertai.
"Udah Ummi.."
Utfah mendekat, mengamati Hafidah dalam dengan senyum juga elusan yang wanita itu lakukan.
"Kamu yakin nanti engga mau tinggal bareng Ummi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKA
Teen FictionCintai Aku Karena Allah (CAKA) "Jarak usia bukan patokan seseorang buat berjodoh mas, Hafidah sama sekali engga nyesel punya suami yang jarak usianya jauh sama Hafidah. Justru Hafidah bangga punya suami sholeh kayak mas" -Hafidah