6). Bandung-Jakarta.

277 47 16
                                    

Pagi itu mereka sarapan bersama, semua sudah berkumpul terkecuali Hafidah dan Zidan yang belum turun.

"Hafidah kok belum keluar Bang?"

Itu Ummi, sedari tadi matanya tidak berhenti menatap pintu kamar Hafidah yang masih tertutup.

"Kecapean kali"

"Lho? Kenapa, bukannya─"

"Hayo! Ngonongin Hafidah yaaaa"

Tangan itu beralih menarik kursi, lantas terduduk dengan tangan yang mulai mengambil nasi.

"Zidan mana, sayang?"

"Lagi mandi, Ummii"

Kepala Ummi mengangguk mengerti, Sementara Arya dan Sarah saling bersitatap dengan mata yang beralih menatap Hafidah jail.

"Ekhem!"

Hafidah menghiraukan, tidak tau juka deheman keras itu salah satu cara untuk menggoda Hafidah.

"EKHEM!"

"Abang apaang si ah! Joroooook! Tuh liat nasinya keluar ih!"

Kursi itu ia jauhkan, mereka terkekeh melihat adik kakak itu yang jarang sekali berdamai.

"Gimana Fidah?"

"Hah?"

"Ituuu"

"Kak Sarah ngomong apa sii? Hafidah engga ngerti"

"Yeu.. Pura-pura polos!"

"Abang kita marahan ya sekarang, jangan ngomong lagi sama Hafidah!"

Bahu itu hanya terakat acuh, lagi pula dahulu ia sering mendengar kata itu. Memang pada dasarnya saja mereka sulit berdamai.

"Semalem berisik banget kamar kamu"

"Hah? Perasaan Hafidah engga ngapa-ngapain"

"Masaaa─ Nah ini, oknum satunya baru dateng. Ayo coba jelaskan apa yang terjadi semalam"

"Idih.. Baku banget, geli Hafidah denger abang ngomong gitu"

Tubuh itu menjauh, tidak ingin berdekatan dengan Kakak lelakinya yang di lihat semakin aneh setiap harinya.

Mungkin hanya Hafidah yang beranggapan seperti itu.

Hafidah beralih, mengambilkan nasi dan beberapa lauk di atas piring Zidan. Tugasnya sebagai seorang istri sudah dimulai sejak kemarin bukan?

"Ummi sama Abi tau gak?"

"Apa?"

Arya tersenyum jail, menatap Hafidah yang masih mengambil beberapa lauk di piring Zidan.

"Ummi sama Abi dikit lagi jadi Nenek, Nenek juga sebentar lagi jadi Nenenk buyut"

"Eh.. Sarah, kamu hamil nak?"

"Ih bukan!"

"Lho terus?"

"Hafidah"

Uhuk! Uhuk!

Beruntung air itu tidak Hafidah semburkan ke depan. Jika iya, mungkin semua lauk dan nasi itu sudah basah karenanya.

Tuk!

"Abang apaansi! Kalo mas Zidan So'uzon gimana?"

"Kan anak Zidan, ngapain So'uzon!"

"Tapi Hafidah engga Hamil!"

"Kan bentar lagi!"

Hafidah mencibik, pukulan itu kembali Hafidah berikan.

"Anu aja belum pernah, ish! Gak boleh fitnah Abaaaaaang!"

CAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang