"Hari ini terakhir kan mas?"Kancing terakhir itu Hafidah pasangkan,
Matanya menatap dalam sang suami, entah apa yang tengah wanita itu siratkan, yang jelas ia dibuat bingung dengan sifat Hafidah sejak beberapa hari terakhir."Kamu mau apa? Ntar pulang mas beliin"
"Mau mas pulang selamat aja"
Tangannya terulur,
Mengelus surai Hafidah lembut dengan kecupan lembut yang ia berikan pada dahi mulusnya."Jagoan mas engga minta sesuatu?"
"Mau.."
Senyumnya terlihat,
Tubuhnya meruduk, mensejajarkan wajahnya pada perut besar Hafidah yang terdapat malaikat kecilnya didalam sana."Assalamu'alaikum sayang.. jagoan Ayah, kamu mau apa nak?"
Senyum Hafidah terlihat,
"Mau surah Yasin dari Ayah.."Kepalanya mendongak,
Lantas senyumannya terlihat dengan mata yang saling menatap dalam. Tubuhnya kembali ia tegapkan, mengecup lembut puncuk hidung itu ketika raum merahnya semakin terlihat.Keadaan Hafidah memang sedang tidak baik,
Nafsu makannya pun mengurang dengan tubuh yang selalu demam tinggi ketika malam."Mas pulang siang kok hari ini"
Hafidah menatap senang,
"Iya?"Zidan mengangguk dengan tangan yang beralih pada tas kerja miliknya, berjalan keluar yang diikuti Hafidah dari belakang.
"Yaudah, mas berangkat ya?"
Kepalanya mengangguk,
Tangannya Hafidah salimi dengan kecupan yang kembali Zidan berikan pada dahi mulusnya."Hafidah sayang mas, saayaaaaaang banget!"
Kekehan terdengar,
Mencubi gemas pipi gembil Hafidah yang terlihat sedikit merah. Rasa Hangat pada permukaan kulit lembutnya bisa Zidan rasakan dengan jelas."Mas berangkat, Assalamu'alaikum.."
"Wa'alaikumussalam"
Pintu itu Zidan buka,
Hafidah hanya diam dibelakang pintu dengan senyuman diwajahnya. Memeberikan lambaian kecil pada sang suami ketika pintu itu kembali Zidan tutup."Ummi tau aja kalo Hafidah lagi kangen"
"Lebay, baru kemarin kesini"
"Biarin wle!"
Rasanya sangat senang ketika kedua Ibu nya berkumpul dirumahnya. Sudah sangat lama Hafidah tidak merasakan kebersamaan ini.
"Kandungan kamu sehat Fidah?"
"Alhamdulillah kak"
Hafidah tersenyum,
Membiarkan Sarah mendekat dengan tangan yang mulai terulur mengelus permukaan perutnya yang terbalut baju."Keponakan aku yang cantik, kamu apa kabar hey? Bibi kangen.."
"Baik Bibi!"
Mereka terkekeh, menatap Hafidah gemas dengan perut besarnya. Siang itu mereka nikmati bersama, canda tawa yang sesekali Arya lontarkan membuat Hafidah merasa senang.
Sesekali terdiam menatap kelilingnya dengan dalam, seolah tengah merekam moment itu dalam ingatannya. Tentang suara lembut sang Ummi, tawa indah sang Bunda, lolucon konyol Arya dengan celoteh kecil yang Sarah berikan dengan sikap dewasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKA
Teen FictionCintai Aku Karena Allah (CAKA) "Jarak usia bukan patokan seseorang buat berjodoh mas, Hafidah sama sekali engga nyesel punya suami yang jarak usianya jauh sama Hafidah. Justru Hafidah bangga punya suami sholeh kayak mas" -Hafidah