Wajah itu masih setia Zidan amati setelah apa yang terjadi semalam. Malam yang dimana ia telah berhasil memiliki Hafidah secara seutuhnya.
Senyumnya terukir dalam ketika melihat kelopak mata itu mengerjap. Merasa terusik dengan elusan-elusan lembut yang Zidan berikan.
Menguap kecil,
Kelopak matanya berusaha ia buka ketika rasa kantuk itu sangat mendominasi dirinya."Pagi istri mas yang cantik"
Kecupan itu Zidan berikan dengan lembut,
Tangannya beralih menaikan selimut yang menurun dari tubuh polos itu."Udah subuh mas?"
Kepalanya menggeleng,
Lantas dekapan hangat itu kembali Zidan berikan dengan hidung yang terus menyesap aroma tubuh Hafidah dalam."Kamu tidur aja dulu, ntar mas bagunin"
Kepalanya menggeleng,
Tubuhnya hendak beranjak, namun rasa sakit itu terasa begitu kuat dengan tubuh yang perlahan kembali ia baringkan."Hafidah mau masaaak~!"
Nada itu merajuk,
Mengisyaratkan Zidan ketika ia sulit sekali bergerak untuk saat ini."Rendang dari Ummi kemarin masih ada kan, hmm? Nanti mas angetin itu aja"
"Mas emang engga kerja?"
"Kerja.."
Bibirnya mengerucut,
Tangannya beralih memeluk tubuh suaminya itu dengan kepala yang ia benamkan pada dada bidang Zidan.Pinggang ramping itu Zidan raih,
Sedikit terasa aneh saat ketika kedua dua kulit itu kembali bersentuhan."Besok Hafidah ikut Ummi ke klinik"
Tatapan bingung itu Zidan lontarkan,
Namun setelahnya ia mengerti apa yang dimaksud oleh Hafidah."Jadi?"
Kepalanya mengangguk,
"Hafidah bikin dua ratus baju, dikit kan?""Banyak itu dek"
"Dikiiiiit─ AW! Ish! Kaki mas diem!"
Zidan terkekeh,
Bukannya menurut, lelaki itu malah mulai kembali pada aksinya.Menolakpun percuma,
Terlebih berontak. Tenaga lelaki itu bahkan lebih kuat dari Hafidah."Sayangnya mas.. Kita bikin cucu lagi buat Abi yuuuu!"
"Udah mau sub─ ASTAGHFIRULLAHAL'AZIM MAS! SAKIIIIIIT!"
.
.
"Abang nanti ke rumah adek ya bareng Sarah"
"Abang ada kerjaan Ummi, Sarah aja ya? Ntar jam makan siang Abang baru selesai"
"Yaudah nanti kalo udah selesai, langsung aja ke rumah Adek kamu"
"Ummi maksa banget, tumben"
"Adek kamu ulang tahun, kamu lupa?"
Jelas tidak,
Hanya saja Arya lebih memilih diam daripada harus berbuat sesuatu hingga membuat oranglain ikut campur.Jika boleh jujur,
Hidup Arya lebih dikatakan instan. Ia lebih suka membeli dari pada harus membuat, memilih diam dari pada harus berbicara.Tahun-tahun sebelumnya pun seperti itu. Ingat ketika Hafidah ingin berulang tahun,
Ummi bahkan sudah sibuk mempersiapkan, sementara Arya masih bersantai hingga ketika Hafidah ingin datang,
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKA
Teen FictionCintai Aku Karena Allah (CAKA) "Jarak usia bukan patokan seseorang buat berjodoh mas, Hafidah sama sekali engga nyesel punya suami yang jarak usianya jauh sama Hafidah. Justru Hafidah bangga punya suami sholeh kayak mas" -Hafidah