3 minggu berlalu sejak kecelakaan itu kondisi Zidan kini sudah dikatakan membaik. Walau masih dalam tahap penyembuhan luka dalam maupun luar.
Hafidah menepati janjinya, menjaga sang suami bahkan tidak membiarkannya sendiri jika bukan dengan hal penting. Lagipula Zidan terus menggengamnya, tidak membiarkan Hafidah menjauh walau sebentar.
"Kamu bilang mau kasih mas hadiah kalo mas udah baikkan? Mana? Mas nagih nih"
"Ntar aja, luka mas masih belum ada yang sembuh"
"Tapi yang lain udah mengering kok sayang.. dimana Hadiahnya─ duh sebentar, mas mau pasta buatan kamu.. oh iya, mas mau tanya, sejak kapan kamu bisa masak pasta? Dulu waktu belum nikah sama mas dapur Ummi hampir kebakar sama pasta kamu"
"Ish! Kok mas inget?"
Kekehan terdengar,
Tangannya beralih memeluk Hafidah posesif. Entah mengapa, bahkan sejak lelaki itu tersadar, Zidan bahkan lebih posesif dari sebelumnya."Apa sih yang engga.. dulu pas kamu mau nemenin mas makan nasi goreng aja mas masih inget"
"Itu kan dulu, mas!"
"Iya, kalo sekarang kan bisa makan bareng kapan aja. Satu piring juga bisa─ nah sekarang mas mau pasta buatan kamu, udangnya yang banyak ya?"
"Hafidah engga stok udang"
"Padahal mas lagi kepingin.."
Hafidah tidak mengerti. Di usia kehamilannya yang sudah masuk bulan ketiga, entah mengapa ia tidak seperti wanita pada umumnya yang mengidam ingin ini dan itu. Semua berbanding terbalik. Yang seharusnya ia rasakan, justru Zidan yang merasakannya.
Perihal kehamilan,
Zidan belum mengetahui itu. Hafidah masih merahasiakan hingga sang suami benar-benar pulih."Ntar Hafidah beli deh"
"Kamu disini aja, minta tolong beliin sama Arya"
"Jauh kan mas"
"Katanya mau nurut sama mas.."
Hafidah menoleh,
Tersenyum pakasa sebelum wajah memalas itu terlihat dengan dekapan Zidan yang semakin mengerat."Iya.. Hafidah nurut, tapi ntar Hafidah bilang Ummi dulu, biasanya Ummi suka stok udang banyak. Sekarang ganti perban mas dulu, luka mas yang dilengan sama kaki masih belum terlalu kering"
"Hadiah mas?
"Ntar aja, Hafidah belum siapin"
"Kamu mau boongin mas ya?"
"Hafidah engga berani boong sama mas.."
"Yaudah sekarang aja, mas penasaran banget"
"Engga ada, mas ganti perban dulu"
Zidan hanya diam, terlebih ketika Hafidah beralih untuk mengambil alih dirinya. Melepas beberapa perban yang masih terpasang disana.
"Kalo sakit bilang Hafidah"
"Sakit"
"Belum Hafidah pegang.."
"Eheheh ngetes aja"
Hafidah kembali fokus, sedikit takut kala melihat beberapa luka yang besar. Berbeda dengan Zidan yang terdiam mengamati, menatap Hafidah yang terlihat fokus pada tugasnya.
"Hafidah yang dulu suka ngerengek sama Ummi Abi sekarang jadi milik mas.. mas masih engga nyangka"
"Mas kenapa lagi?"
"Engga, kepikiran masa-masa dulu aja. Dulu kamu kecil banget, mungil. Sekarang bisa tumbuh"
"Kan Hafidah manusia mas.."
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKA
Teen FictionCintai Aku Karena Allah (CAKA) "Jarak usia bukan patokan seseorang buat berjodoh mas, Hafidah sama sekali engga nyesel punya suami yang jarak usianya jauh sama Hafidah. Justru Hafidah bangga punya suami sholeh kayak mas" -Hafidah