3). Pengakuan | Part.2

237 48 11
                                    

"Hafidah kan tadi bilang Hafidah engga mau"

Zidan menoleh,
Menatap wanita itu yang diam, meluruskan pandangannya tanpa ekspresi apapun.

"Udah di depan rumah, yakin gak mau turun?"

Hafidah tidak menjawab,
Lantas hembusan nafas itu terdengar. Zidan beralih keluar mobil, berjalan memutar dan membuka pintu mobil sebelah.

"Ada Bunda di dalem"

"Hafidah engga mau"

"Yaudah, ganti tujuan kamu. Kita kesini bukan buat ketemu Ziya, tapi ketemu Bunda. Gimana?"

Hafidah melirik kecil,
"Mas maksa?"

Kepalanya menggeleng kecil, tubuhnya meruduk dengan mata yang tidak lepas dari sosok di hadapannya saat ini.

"Saya mau tanya, misalnya kalo kamu sakit, terus ada temen kamu yang engga jenguk kamu, apa yang kamu pikirin?"

"Bukan temen Hafidah berarti, temen Hafidah kan baik semua"

"Misalnya,"

"Yaudah Hafidah biarin, kan temen Hafidah engga cuma satu"

Zidan menyerah, tubuhnya kembali ia tegakan dengan mata yang menoleh ke arah rumah ketika Bunda keluar dengan kantung belanjaan di tangannya.

"Zidan, nak kamu jagain Ziya dulu ya? Bunda mau ke pasar sebentar"

"Mau Zidan anter Bun?"

"Engga usah, Bunda jalan aja sama ibu tetangga.. Yaudah Bunda berangkat, Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumussalam.."

Atensinya kembali beralih,
"Yuk"

"Kemana?"

"Kan tadi Bunda bilang jagain Ziya.."

"Kan mas Zidan yang di minta jagain, bukan Hafidah"

"Dek.."

"Hafidah engga ma─"

"Tangan kamu, mau saya kasih tau Ummi?"

Hafidah berdecak,
Lantas tubuhnya bangkit dengan bibir yang mencibik lucu.

Kakinya melangkah masuk tanpa menghiraukan Zidan, mengucapkan salam dengan pelan sebelum kakinya beralih masuk dan terduduk pada Sofa.

"Mau ketemu Ziya gak?"

Kepala itu menggeleng,

"Saya tinggal dulu sebentar, Bunda tadi nitip adukin bubur buat Ziya"

"Hafidah pulang aja ya?"

"Sebentar dek"

Zidan beralih, Meninggalkan Hafidah sendiri di ruang tamu. Zidan, fokus lelaki itu mulai beralih pada Bubur yang sudah mengental di atas panci.

Tidak lama suara langkah terdengar,
Kepalanya menoleh dan mendapati Hafidah yang sudah berdiri tidak jauh dari tempatnya.
"Mau minum?"

Kepala itu mengangguk,
"Apinya kecilin mas,"

Alisnya tertaut, menatap Hafidah sebelum beralih pada kompor.

"Nanti gosong"

Zidan mengangguk mengerti, kakinya beralih menuju lemari es, namun suara Hafidah kembali terdengar ketika kaki itu baru melangkah beberapa langkah.

"Sabil di aduk mas!"

Hafidah mendekat, mengambil sendok kayu berukuran besar itu dan beralih mengaduk bubur yang sudah hampir matang itu.

CAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang