Sesuai janji,
Zidan kembali datang disore hari tepat beberapa saat setelah Ilham kembali dari Bandung. Berkumpul pada ruang keluarga tanpa Hafidah disana."Kamu apa kabar? Udah lama Abi engga ketemu"
"Alhamdulillah baik Abi.."
Kepalanya mengangguk,
Tidak lama Utfah datang dengan nampan ditangannya. Membawa minuman segar dengan beberapa cemilan dari dapur."Minum dulu"
Zidan mengangguk,
Senyumnya terlihat sebelum pertanyaan Abi kembali terdengar."Abi mau nanya, kandungan Hafidah berapa bulan sekarang?"
"Lima Abi"
Senyumnya terlihat,
Tangannya beralih mengambil segelas minum yang dibawa Utfah tadi hanya untuk menghilangkan kecanggungan diantara mereka."Terakhir kapan kamu bertukar cerita sama Hafidah?"
Kepalanya tertunduk,
Ia tidak berani menjawab karena yang Zidan ingat itu sudah cukup lama untuknya.Abi yang mendapat respon itu hanya menganggukan kepalanya kecil, tau jika sang menantu tidak memiliki jawaban untuk itu.
"Pasti pas kandungan Hafidah baru lima bulan ya?"
Kepalanya menoleh,
Lantas kekehan itu terdengar dengan tatapan mengejek Arya yang terlihat jelas tepat disebelah Ilham."Kandungan Hafidah sekarang udah masuk bulan ketujuh, udah besar. Udah sering cape, sering pegel sama berat anak kalian. Kenapa bisa lupa?"
Kepalanya kembali tertunduk,
Lagi-lagi merasa bersalah karena tidak memperhatikan sang istri. Terlebih dengan kehamilan Hafidah saat ini."Abi juga seorang Ayah. Abi juga punya tanggung jawab yang sama kayak kamu. Abi juga punya kerjaan sama kayak kamu. Coba kamu tanya Ummi, pernah gak Abi sekali aja pergi kerja tanpa kabar"
Zidan tidak tau harus bicara apa,
Kedua orangtua nya sudah mengetahuinya semuanya, saling melindungi Hafidah yang sampai saat ini enggan bertemu dengannya."Jangan mentang-mentang keluarga kita dari awal udah deket lo bisa seenaknya bang.. adek gue itu, jangan macem-macem lo. Hafidah banyak yang suka, bisa aja gue minta dia nikah lagi sama yang lain"
"Arya kamu diem"
"Engga bisa Abi, seenaknya bang Zidan kayak gitu. Abi boleh baik, tapi liat juga anak Abi. Hafidah masih kecil, masih suka labil. Sekarang hasilnya liat, kalo ujungnya kayak gini mending waktu itu nikahnya sama Tamam"
"Arya!"
"Abi juga harus tau, kemarin bang Zidan selesai dari kerjanya juga engga langsung temuin Hafidah. Jangankan temuin, bales pesan Hafidah juga engga. Bukan langsung pulang malah makan-makan sama rekan kerjanya, bosen kali sama Hafidah karena adek masih suka kekanakan, mangkanya mau cari yang lebih dewasa biar bisa ngimbangin"
Kepalanya menoleh,
Mungkin ini sudah terlewat batas. Zidan diam bukan berarti dia tidak menangkap semua yang diucapkan. Jika sebelumnya Zidan masih menerima, namun untuk kali tidak.Arya sudah melewati batasnya.
"Kamu pergi dulu Arya"
"Tapi Abi─"
"Sarah, bawa Arya dulu kebelakang nak"
Wanita itu hanya menurut,
Tubuhnya bangkit beralih pada Arya, menarik lembut lengannya untuk segera ia tuntun menjauh dari sana."Bener apa yang dibilang Arya tadi?"
Kepalanya kembali tertunduk,
Mengangguk kecil dengan rasa bersalah didalam dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKA
Teen FictionCintai Aku Karena Allah (CAKA) "Jarak usia bukan patokan seseorang buat berjodoh mas, Hafidah sama sekali engga nyesel punya suami yang jarak usianya jauh sama Hafidah. Justru Hafidah bangga punya suami sholeh kayak mas" -Hafidah