11). Marah lagi (?)

225 44 15
                                    

"Kan Hafidah udah bilang Hafidah abis makan tadiiii! Mas engga percayaan si"

Pupus sudah harapan mereka dengan hasil Testpack yang Hafidah bawa setelah mencobannya beberapa kali.

Bunda yang semula sangat antusias,
Kini hanya tersenyum maklum dengan elusan lembut yang ia berikan pada puncuk kepalanya.

Semua tak jauh berbeda dengan Ayah.

"Akang kebiasaan kalo ada apa-apa bikin orang panik"

"Kan akang kira beneran Hamil.."

"Mangkanya di tes dulu atuh! Tuh liat, Hafidah sedih tau Kang kalo hasilnya engga sesuai sama yang akang kira"

Zidan menoleh,
Menatap Hafidah yang hanya tertunduk dalam disana.

Tak lama Izza mendekat,
Mendekap tubuh mungil itu untuk masuk kedalam pelukannya.

"Ngapain nangis.."

Hafidah menggeleng dengan isak kecilnya,
Tangannya terulur menghapus jejak air mata yang mulai turun membasahi kedua pipi.

Sementara itu..

Tamam menatap Zidan tanpa bisa diartikan.
Namun sirat peringatan itu terlihat jelas kala kedua alisnya menyatu,

Maher membawa lelaki itu keluar,
Lantas hembusan nafas Zidan terdengar kasar dengan kaki yang mulai ia langkahkan pada istri mungilnya disana.

"Izza sama aku yuk.."

Izza menoleh,
Mengangguk kecil dengan dekapan yang ia lepas secara perlahan.

"Aku tinggal ya?"

Hafidah mengangguk,
Membiarkan Izza pergi keluar kamar mereka bersama Ziya.

Kini tersisa mereka berdua,
Zidan berjalan mendekat dengan mata yang tak lepas dari si mungil.

Tangannya terulur,
Menghapus jejak air mata bulan sabitnya dan memberikan kecupan lembut pada dahi mulusnya.

Tubuh itu Zidan dekap,
"Maafin mas.."

Senyumnya terulas walau paksa,
Mendongak menatap Zidan dengan gelengan kecil yang menyertai.

"Harusnya mas engga usah teriak kayak tadi, terus harusnya mas mastiin dulu itu bener atau engga.."

Kepala itu kembali menggeleng,
"Hafidah ngecewain Ayah Bunda ya, mas?"

Senyumnya terlihat,
Menggeleng kecil dengan usapan lembut pada pipi gembil si mungil.

"Bunda sama Ayah pasti ngerti kok.. Lagian pas mas pikir-pikir engga mungkin juga baru di buat langsung jadi.."

Sungguh,
Pipi Hafidah bahkan sudah memanas saat ini. Mengapa?

Mengapa lelaki itu selalu berhasil membuat ia terus seperti ini? Pipinya bahkan terasa sangat panas.

Tangannya memeluk pinggang Zidan yang lebih tinggi darinya. Membenamkan wajah dengan bisikan-bisikan kecil yang terdengar.

"Hafidah maluuuu"

Kekehan terdengar,
Setidaknya Zidan sudah cukup lega dengan ini. Membuat Hafidah kembali dalam mood yang baik sudah menjadi kewajibannya bukan?

"Berusaha dulu.. Kalo cepet berarti bibitnya bagus. Mangkanya bikin terus biar berha─!

"MAS ISH! UDAAAAAH"




































.

.

"Abang mau kemana?"

Selesai dengan acara Ta'aruf Ziya,
Hafidah memutuskan untuk berkunjung ke rumah kedua orangtuanya.

CAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang