Part 06

560 26 0
                                    

Part 06

Azizah tertunduk lesu di meja kantin setelah menyelesaikan makan siangnya, makanannya itu juga tidak sepenuhnya habis, namun sudah Azizah singkirkan seolah tak memiliki niat untuk menghabiskannya. Untuk saat ini, pikirannya masih kacau dengan perubahan sikap pada suaminya yang kian hari, kian keterlaluan.

Vina yang sedari tadi memerhatikannya sampai merasa penasaran dengan apa yang sebenarnya sedang Azizah pikirkan, karena akhir-akhir ini temannya itu lebih banyak murung dari pada berbicara seperti biasanya.

"Zah, kamu ada masalah ya?" tanya Vina hati-hati setelah menghabiskan makan siangnya, sedangkan Azizah hanya mengangguk di tundukkan kepalanya yang berada di atas meja.

"Masalah apa? Kali aja aku bisa cari solusinya."

"Farhan, Vin. Kian hari, sikapnya tambah lain." Azizah menegakkan tubuhnya lalu menatap ke arah temannya dengan wajah sendunya.

"Tambah lain bagaimana? Maksudnya tambah berubah, gitu?"

"Iya. Farhan sudah enggak mau lembur kerja lagi, padahal kan uang gajinya aku pakai buat keperluan rumah dan orang tua dia juga. Sedangkan gajiku sendiri aku tabung untuk keperluanku saat hamil dan melahirkan nanti, aku kan juga mau punya anak, Vin."

"Oh jadi ini maksud kamu kemarin tanya, apa salah kalau kamu kerja dan uangnya ditabung untuk keperluan anakmu nanti?"

"Iya. Apa aku salah ya?"

"Kamu enggak salah kok, Zah. Harusnya Farhan yang berterima kasih sama kamu, karena kamu sudah bantu keuangan yang seharusnya jadi tanggung jawab dia."

"Terus kenapa Farhan tambah berubah?" tanya Azizah terdengar putus asa, yang tentu saja belum bisa Vina mengerti maksudnya.

"Berubahnya bagaimana? Kalau cuma enggak mau lembur kerja, mungkin aja dia lagi capek."

"Iya, aku pikir juga begitu. Farhan enggak mau lembur kerja, mungkin karena dia capek, tapi setelah pulang kerja, dia malah keluar ke rumah temannya dan pulangnya bisa tengah malam dan bahkan lebih." Azizah menghela nafas panjangnya, rasanya ia tidak bisa mengerti dengan jalan pikiran suaminya.

"Padahal kerjanya Farhan kan cuma satu shift, yang berangkatnya siang terus pulangnya sore, kalau memang capek kan harusnya dia istirahat, bukan malah keluar rumah dan pulang malam kan?" tanya Azizah kali ini yang diangguki setuju oleh Vina.

"Iya lah, malah lebih capek kamu yang kerjaannya bisa seharian sampai telat pulang." Vina menjawab setuju, namun Azizah masih tampak ragu.

"Tapi kenapa Farhan enggak mau ngerti ya, Vin? Aku pikir, aku sudah enggak minta banyak dari dia, semua gaji dia juga enggak pernah aku gunakan untuk keperluanku. Tadi malam juga dia marah-marah sama aku, cuma karena Ibunya masak, Farhan pikir aku membiarkan Ibunya melakukan pekerjaan rumah. Padahal aku aja enggak tahu kalau mertuaku masak, karena makan siangnya dimakan kucing." Azizah berujar dengan nada serak, matanya hampir menangis bila mengingat hal itu.

"Astaga, Zah. Jadi selama ini kamu yang melakukan pekerjaan rumah?" tanya Vina tak percaya.

"Iya, aku yang mengerjakan pekerjaan rumah termasuk masak untuk sarapan dan makan malam. Tapi mertuaku diam-diam selalu bantu aku kok, cuma ya pas enggak ada Farhan di rumah." Azizah menjawab jujur, yang tentu saja membuat Vina geram mendengarnya.

"Astaga, Zah. Pekerjaan kantor itu capek loh, aku aja meskipun belum menikah, aku enggak diperbolehkan bersih-bersih rumah sama orang tuaku. Ibuku bahkan selalu berterima kasih sama aku, karena sudah menggantikan posisi Bapak sebagai tulang punggung, makanya aku enggak boleh nyentuh pekerjaan rumah. Sedangkan kamu?" Vina menatap ke arah Azizah yang terdiam menunggu lanjutan ucapannya.

Cinta Lelaki Kedua (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang