Part 09
Di kamarnya, Azizah merenungkan pernikahannya yang kian hari, kian berat untuk ia jalani sendirian. Terutama saat ia harus menghadapi sikap Farhan, suaminya itu sering sekali pulang malam seperti saat ini, tak jarang dia menginap di rumah temannya yang bernama Beni. Bukan Azizah mencurigai suaminya, hanya saja semua terasa janggal untuk ia cerna mentah-mentah.
Itu karena akhir-akhir ini, Farhan lebih banyak tersenyum saat memainkan ponselnya, penampilannya juga sering terlihat rapi dan wangi, dia juga sering bangun pagi, sesuatu yang tidak dilakukannya bahkan setelah menikah dengan Azizah.
Sebagai seorang wanita, tentu saja Azizah sangat peka dengan perubahan sikap suaminya, meskipun ia sudah terbiasa dimarahi oleh suaminya, namun tetap saja perubahan demi perubahan itu sangat mudah disadarinya.
Sebenarnya apa yang salah, Azizah ingin tahu letak kesalahannya di mana, dengan begitu ia bisa berusaha untuk memperbaikinya. Mungkin semua akan mudah, bila Farhan mau disuruh duduk dan berbicara dari hati ke hati, namun sayangnya lelaki itu terlalu sibuk dengan dunianya sendiri. Setiap Azizah ingin mengobrol, lelaki itu pasti akan marah dan berkata bila Azizah sudah mengganggu waktunya.
Azizah sendiri merasa berada di titik dilema, di mana ia ingin memperbaiki semuanya, namun suaminya itu justru semakin semena-mena. Lalu bagaimana caranya agar Azizah bisa bertahan, sedangkan ia juga bisa merasa lelah dan muak dengan pernikahannya yang kian mempersulit hidupnya.
Ya, Azizah memang merasa bila hidupnya kian dipersulit oleh tali pernikahan, di mana ia harus menjadi istri yang baik, yang harus pintar memasak dan bersih-bersih rumah. Sedangkan di sisi lain dari hidupnya sebagai istri, ia juga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan bahkan kebutuhan dari keluarga suaminya. Bukannya Azizah tidak ikhlas melakukan semua itu, hanya saja sikap suaminya yang kasar, membuatnya berada di titik rasa lelah.
"Mas, kamu baru pulang?" tanya Azizah setelah melihat suaminya itu menutup pintu kamarnya.
"Iya," jawabnya singkat, nada suaranya juga terdengar lelah.
"Mau aku siapkan makan malam, Mas?" tanya Azizah lagi, Azizah sendiri sudah memasak untuk makan malam, namun kerena ia tidak tahu suaminya pulang kapan, jadilah ia menyimpannya di kulkas.
"Enggak usah, aku sudah kenyang." Farhan meletakkan jaketnya ke sembarang arah, membuat Azizah mau tak mau harus mengambil dan membereskannya.
"Tumben kamu sudah makan, Mas? Biasanya kamu makan di rumah." Azizah bertanya ke arah Farhan yang sudah duduk di ranjang mereka.
"Kaya gitu aja kamu masih tanya? Kalau aku enggak makan di rumah, berarti aku sudah makan di luar. Dipakai dong otak kamu itu, jangan bisanya tanya!" Farhan menyentak ke arah Azizah yang terdiam dengan mata terpejam, menikmati setiap perkataan Farhan yang kian menyakitkan.
"Maaf, Mas ...."
"Maaf-maaf, tapi enggak pernah dipikir dulu kalau mau ngomong. Sekarang aku minta uang lima ratus ribu!" Farhan mengadakan tangan ke arah Azizah yang terdiam melihatnya, merasa heran saja kenapa suaminya itu meminta uang.
"Untuk apa, Mas?"
"Untuk bayar hutang ke Beni. Mana? Kamu ada uang kan?"
"Ada sih, Mas. Tapi aku juga harus tahu kenapa kamu hutang ke Beni, bukannya kamu ada simpanan uang ya untuk kebutuhan kamu selama satu bulan?" tanya Azizah kali ini, merasa tidak mengerti saja kenapa suaminya itu memiliki hutang yang cukup lumayan ke temannya.
"Ya aku butuh sesuatu, makanya aku pinjam ke Beni."
"Butuh sesuatu seperti apa, Mas? Lima ratus itu enggak sedikit bagi aku, kamu habiskan untuk apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Lelaki Kedua (TAMAT)
RomanceMenjadi istri bukan berarti ia akan menjadi yang terakhir, ada kalanya lelaki yang sudah menjadi suami menginginkan hal lebih. Itu lah yang terjadi di rumah tangga Azizah dan Farhan, keduanya dihadapkan ujian rumah tangga, di mana kesetiaan menjadi...