Part 10
Aditya tersenyum ke arah lelaki paruh baya yang baru beberapa bulan ini menjadi koleganya, tak lupa ia juga menyalaminya setelah menyelesaikan meetingnya dengan baik. Aditya bahkan menghembuskan nafas leganya beberapa kali, merasa bangga dengan dirinya sendiri, menurutnya menjalankan perusahaan orang tuanya tidak lah mudah, harus ada tanggung jawab besar untuk mengembangkannya. Namun untuk berada di titik ini, Aditya sudah merasa bahagia, ia merasa puas dengan kerja kerasnya.
Padahal kalau Aditya mengingat masa lalunya yang dulu, mungkin ia masih tidak menyangka kalau dirinya pernah menyepelekan pekerjaan orang tuanya, yang nyatanya tak semudah apa yang dipikirkannya. Aditya bahkan pernah berpikir kalau dirinya akan menjadi bos besar dengan bantuan orang tuanya, ia tidak perlu bekerja keras, karena ia pernah berpikir kalau menjadi bos itu hanya perlu duduk dan semua akan beres, namun nyatanya semua tak seperti pada pemikirannya.
Banyak hal yang harus Aditya lakukan, dan menurutnya semua itu tidak ada yang mudah pada awalnya, ia bahkan pernah membuat perusahaan papanya rugi meskipun tidak terlalu besar, namun cukup untuk memberinya tamparan keras dari tangan papanya.
Mengingat semua itu, yang Aditya lakukan hanya tersenyum, ia bahkan berpikir tidak akan melupakan kenangan pahit itu untuk ia jadikan pengingat agar lebih baik lagi kedepannya. Tak terkecuali hari ini, saat ia menemui pemimpin dari perusahaan yang bekerja sama dengannya, Aditya berusaha melakukan semua yang terbaik untuk perusahaannya.
"Seharusnya Anda tidak harus jauh-jauh ke sini, saya bisa ke tempat Anda bila memang ada masalah yang mengharuskan saya datang." Lelaki itu berujar sopan, namun Aditya justru tersenyum, ia bahkan berharap ada masalah kedepannya untuk ia jadikan alasan pergi ke kantor tersebut.
"Tidak apa-apa, Pak. Kebetulan saya tidak terlalu banyak pekerjaan hari ini. Oh ya, apa di kantor ini ada kantin? Saya harus segera makan siang, saya tidak mau magh saya kambuh karena telat makan." Aditya tersenyum ramah, namun sebenarnya itu hanya lah kebohongan semata.
"Oh iya, Pak. Ada kantin di kantor ini, nanti sekretaris saya yang antar Anda ke sana ya?"
"Iya, Pak. Terima kasih." Aditya tersenyum sumringah, ia merasa tidak sabar bertemu dengan Azizah seperti pada rencananya.
***
Vina memicingkan matanya, merasa ada yang aneh dari bentuk tubuh Azizah yang sepertinya sedikit lebih kurus dari sebelumnya. Wajah segarnya yang begitu memancarkan pesonanya, kini seolah menghilang dari sana.
"Zah," panggil Vina hati-hati, sedangkan temannya yang tengah mengaduk baksonya itu justru terdiam seolah sedang merenungkan sesuatu hal.
"Azizah." Vina kembali memanggil nama temannya itu dengan nada yang sedikit lebih tinggi dari sebelumnya, yang berhasil menyadarkannya dari lamunannya.
"Iya, Vin. Kenapa?"
"Kamu ngelamun apa sih, Zah? Kamu lagi ada masalah lagi ya?" tebak Vina yang disenyumi tipis oleh Azizah, merasa bingung saja harus menjawab apa.
"Tebakanku benar kan? Pasti sikap kamu ini gara-gara suami kamu itu." Vina menjawab yakin.
"Aku enggak apa-apa kok, aku cuma kurang enak badan aja." Azizah menjawab seadanya, nada suaranya juga terdengar lemah, begitupun dengan wajahnya yang kian memucat.
"Iya, wajah kamu juga pucat. Kamu sakit, Za? Harusnya kamu jangan kerja kalau kurang enak badan."
"Iya ...." Azizah menjawab seadanya sembari menundukkan kepalanya yang terasa kian berat disanggahnya. Tubuh Azizah semakin melemah, membuat Vina mengkhawatirkan kondisinya.
"Zah, kamu enggak apa-apa kan? Kamu kok kaya lemas sih? Zah," panggil Vina terdengar cemas, tangannya bahkan menepuk pundak Azizah beberapa kali, namun empunya itu justru terdiam di balik tundukkan kepalanya dengan sesekali menghela nafas kasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Lelaki Kedua (TAMAT)
RomanceMenjadi istri bukan berarti ia akan menjadi yang terakhir, ada kalanya lelaki yang sudah menjadi suami menginginkan hal lebih. Itu lah yang terjadi di rumah tangga Azizah dan Farhan, keduanya dihadapkan ujian rumah tangga, di mana kesetiaan menjadi...