35 | Gue.. kedinginan

340 57 4
                                    

Jangan lupa tekan bintang di pojok bawah kuy ^_~

Bos preman itu membungkuk--memperhatikan tepat di sebelah kakinya yang tertembak, dengan ringisan sakit di wajahnya.

Darah di kakinya terus saja keluar biarpun tadi ia sempat menghentikan pendarahan dengan cara memperbannya asal menggunakan sobekan baju.

"Kampret! Sakit banget lagi nih kaki. Awas aja kalau ketemu. Gak akan gue kasih ampun!" ucapnya penuh dendam.

Si bos preman lalu kembali menegakkan tubuh. Sejenak ia menyadari jika seluruh anak buahnya yang tolol itu telah pergi meninggalkan dirinya sendirian disana, untuk mencari dua target buruannya yang kabur.

"Punya anak buah, kenapa pada goblok-goblok banget sih. Terus siapa yang bantuin gue jalan, kalau gue ditinggal sendirian disini!" gerutunya. Lalu mulai mengeluarkan ponsel untuk menghubungi salah seorang anak buahnya agar secepatnya kembali.

Benar saja, tak lama kemudian salah seorang anak buahnya kembali, di susul anak buahnya yang lain.

"Kenapa pada balik?? Udah ketemu?"

"Be-belum bos. Sepertinya mereka berdua berhasil kabur."

"Emang dasar kalian aja yang goblok. Nemuin dua orang doang pada gak becus! Tolol lo pada! Udah, anterin gue balik! Kaki gue udah gak karuan nih sakitnya!"

"I-iya bos."

Mereka semua lalu pergi meninggalkan tempat itu, dengan tidak lupa membawa motor sport Arsen, yang masih terparkir di pinggiran jalan.

Dirasa sudah aman, Arsen dan Maura yang hampir kehilangan oksigen di dalam air, segera mengeluarkan kepala mereka ke permukaan, lalu dengan leluasa menghirup udara sebanyak-banyaknya.

Deru napas keduanya terdengar tak beraturan.

"Mereka, udah pergi kan?!" cetus Maura melontarkan tanya, sembari mengamati sekelilingnya waspada. Hujan yang turun dengan lebat membuatnya berkali-kali mengusap wajah demi memperjelas pandangannya di malam hari.

Keadaan sekitar benar-benar gelap gulita. Suara petir yang terdengar berulang, sukses membuat Maura berjingkat lantaran kaget bercampur takut.

"Ya, kayaknya mereka udah pergi. Bantuin gue naik." pinta Arsen, pada Maura. Luka sayatan di perut, membuat rasa perih itu muncul dan terasa kian menyiksa setiap kali tubuhnya sedikit saja bergerak. ditambah lagi, air sungai yang telah bercampur hujan itu dirasa sangat dingin.

Maura dengan sigap memapah tubuh Arsen keluar dari dalam sungai dengan hati-hati, agar tidak tergelincir oleh lumut yang menempel di bebatuan yang mereka pijak.

Dinginnya air sungai bercampur lebatnya hujan yang mengguyur malam itu, membuat tubuh keduanya menggigil tak karuan.

"Arrghh!"

"Ma-maaf, maaf. Kamu gak papa kan?"

Tubuh Arsen yang terlampau berat dari Maura, cukup membuat gadis itu kesulitan saat memapahnya. Biarpun sudah pelan dan berhati-hati, entah kenapa Arsen masih mengerang sakit ketika Maura berusaha mendudukkannya di tepian sungai.

"Lo bisa pelanan dikit gak sih?! sakit nih perut gue!" sewotnya dengan nada kesal.

"Iya, iya. Maaf. Abisnya kamu berat banget sih. Lagian aku juga udah berusaha pelan dan hati-hati kok."

Raut bersalah di wajah Maura, membuat Arsen tidak lagi memperpanjang perdebatannya. Ia hanya diam sambil memperhatikan Maura yang mulai celingukan mencari sesuatu, sambil berjalan sedikit menjauhinya.

"Lo mau kemana?"

"Tunggu di sini bentar."

"Eh, Maura! lo mau ninggalin gue?" teriak Arsen menahan sakit di perut, saat melihat gadis itu sudah pergi meninggalkannya begitu saja tanpa penjelasan.

Bad ReputationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang