15 | MauRev. Yang berarti, Maura dan Revan

402 58 4
                                    

Jangan lupa tekan bintang di pojok bawah.

***

Beberapa menit sebelum Revan datang ke lokasi..

Maura yang baru saja sadar dari pingsan dan membuka mata, terkejut dengan keadaan dirinya sudah dalam kondisi tangan terikat di belakang punggung. Mulut tertutup lakban⸺disebuah ruangan asing minim pencahayaan.

Tubuhnya yang terbaring miring⸺berusaha bangun dan duduk dengan susah payah. Rasa pusing efek dari sisa obat bius, menjalar menusuk kepala.

Aku.. dimana? Batin Maura kebingungan. Matanya yang sedari tadi berbayang mulai berangsur normal. Dan seketika itu ia mengetahui jika dirinya tak sendirian di tempat tersebut.

Di sekelilingnya ada beberapa lelaki asing seusianya, sama sekali tidak ia kenal⸺menatapnya penuh maksud.

"Emmpp.. emmpp!!" Siapa kalian? Kalimat itu yang sebenarnya ingin Maura lontarkan. Tapi lakban yang membekap membuat ia kesulitan berbicara.

Maura juga mulai meronta⸺berusaha menggerak-nggerakkan tangan dan berharap ikatannya bisa terlepas. Walau sulit dan ikatan itu masih terasa kencang mencengkram pergelangan, tetap saja Maura tidak ingin menyerah.

Biarpun penerangan di ruangan tersebut begitu kurang, Maura masih dapat melihat jelas wajah para lelaki asing itu.

Tiba-tiba salah seorang dari mereka menjentikkan jari, dan membuat semuanya pergi menyisakan dirinya yang hanya berdua bersama Maura di ruangan tersebut.

Maura kian takut, apalagi ketika melihat langkah cowok itu mulai mendekatinya perlahan.

Bibirnya tersenyum bagai iblis, "Hai, cantik." Sapa Ronald, berjongkok di hadapan Maura yang ketakutan. Netranya menelisik tiap jengkal tubuh Maura dari atas hingga bawah. Berhenti tepat di kedua paha putih yang terekspose sempurna.

Tangannya dengan lancang meraba paha putih itu, dan terus naik hingga ke atas. Gadis itu mengerang marah. Kakinya secara reflek memberi perlawanan dengan menendang-nendang. menolak sentuhan lelaki bangsat didepannya. "Emmpp! Emmpp!!" genangan air matanya terlihat.

Ronald tertawa, "Galak ya ternyata." Lalu membuka lakban yang sedari membekap bibir Maura, dengan kasar.

Krekk!

Maura meringis merasakan sakit akibat lakban yang dibuka secara kasar. Tidak ingin menunggu lama, Maura pun bertanya hal yang sedari tadi ingin di ketahui, "Kamu siapa? Apa tujuan kamu ngelakuin ini sama aku?"

"Beneran ingin tau?" Jemari Ronald bergerak mengapit dagu Maura menggunakan telunjuk dan ibu jari. Hal itu membuat Maura menghindar dengan sebuah gerakan kasar di kepala.

Ronald terkekeh. Ia yang tadinya berjongkok, memilih duduk bersila tepat di depan Maura.

"Oke. Sepertinya gue disini harus memperkenalkan diri lebih dulu." Ronald memperhatikan sejenak nametag di seragam sekolah yang dipakai Maura. Bibirnya tersenyum. Lalu sedetik kemudian mulai mendekatkan wajah kesamping⸺dekat telinga gadis itu. jemarinya juga bergerak pelan mengaitkan anak rambut kebelakang telinga, yang seketika membuat Maura kian berkeringat dingin. "Gue.. Revan. Dan tujuan gue ngelakuin ini karena---"

"...Ingin balas dendam."

Entah apa sebenarnya tujuan Ronald mengakui diri sendiri sebagai Revan. Yang jelas, setelah mengatakan itu, Ronald beralih menatap Maura dengan senyum iblisnya.

"Ba-las dendam? A-pa aku telah melakukan.. ke-salahan?"

"Bukan lo. Tapi pacar lo, Arsen" Ronald bahkan masih mengingat betul kejadian beberapa hari yang lalu ketika Arsen mempermalukannya dengan sebuah taruhan saat balapan.

Bad ReputationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang