Bagian 9: Cemburu

3.9K 534 88
                                    

-"Kok nanyain Juyeon sih? Kamu suka ya sama dia? " -

Setelah mematikan sambungan teleponnya dengan Juyeon waktu itu, Hyunjin bergegas menemui orang tuanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah mematikan sambungan teleponnya dengan Juyeon waktu itu, Hyunjin bergegas menemui orang tuanya. Jantungnya berdetak cepat. Bibirnya sesekali digigit untuk menghilangkan kegugupan.

"Sayang, kamu udah makan?" Mamanya tanya dengan tangan terulur untuk menyambut Hyunjin dalam pelukannya.

"Udah tadi, ma."

Meski usianya sudah seperempat abad, Hyunjin tetap diperlakukan selayaknya bayi. Mungkin efek menjadi anak tunggal. Ia melirik papanya yang asik baca koran di sofa seberang mereka. Merasa ragu apakah ia harus mengatakan masalahnya atau tidak.

"Kalau kamu mau ngomongin pacar kamu itu, keputusan papa tetap sama."

Tanpa disangka papanya justru sadar lebih dulu. Hyunjin melirik mamanya dengan bibir turun, sedih, dan mencoba minta pertolongan. Namun nihil.

"Kak Juyeon orang baik kok, pa."

Papa Hyunjin merapikan korannya, kemudian ia letakkan di atas meja. Matanya menyorot tajam pada putranya, "kamu mau nikah sama pembantu sahabatmu sendiri? Jangan buat malu."

Hyunjin bungkam. Ia juga tidak peduli saat mamanya mengelus punggungnya. Sebuah isyarat untuk ia berhenti mendebatkan hal ini lagi dengan papanya.

"Apa kata kolega papa nanti kalau tau anak satu-satunya keluarga Hwang menikah dengan pembantu keluarga Bang. Apa kamu nggak malu?"

"Nggak, aku nggak malu," jawab Hyunjin berani.

"Kamu nggak malu, tapi papa sama mama yang malu."

"Pa, kenapa harus peduli pendapat orang dibanding kebahagiaan sendiri? Biarin aku milih apa yang aku mau, apa yang aku suka, please."

"Hyunjin," tegur mamanya, tapi Hyunjin tidak peduli.

"Papa sama mama selalu begini. Seumur hidup aku nggak pernah bisa milih apa yang aku mau. Semua kalian yang nentukan. Terus aku kapan bisa bebas dari kalian? Aku udah dewasa."

"Dewasa belum tentu bisa baik dalam memilih."

"Terus apa papa pikir yang papa pilih itu udah yang terbaik? Siapa yang memvalidasi? Nggak ada, kan?"

"Kamu berani ngelawan papa?!" Bentak papa Hyunjin. Matanya menyalang marah. Keduanya sudah sama-sama emosi.

"Pa, udah. Biar mama yang bicara."

"Nggak, mama sama aja kayak papa." Hyunjin berdiri dari duduknya. Memberi jarak dari papa dan mamanya agak jauh. Dia masih punya rasa takut jika sewaktu-waktu papanya khilaf dan melemparkan vas bunga ke wajahnya.

Kasian wajah tampannya.

"Aku bersyukur bisa hidup enak selama ini. Hidup tanpa kekurangan sedikit pun, tapi bukan berarti kalian bisa selalu ngontrol apa yang aku mau. Aku capek, ma, pa. Aku capek dikendaliin terus."

LOVE SEQUENCE | BNH [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang