SELAMAT MEMBACA
"Siapa yang berani ngambil mangga saya?" tanya Bu Jung mengintimidasi, membuat Pika gemetar ketakutan.
Intan juga merasa takut, tapi ia berusaha untuk tegar melindungi adiknya.
"Ini tidak seperti yang ibu pikirkan." Intan mencoba menenangkan Bu Jung.
"Apa?! Maling bilang aja maling! Gak usah ngeles gitu, saya tau ya, kamu, 'kan yang ambil mangga saya!" Bu Jung menunjuk ke arah Pika, membuat gadis itu ingin menangis.
"Aduh, bagaimana ini," batin Intan ketakutan.
Bu Jung mulai mendekat ke arah Pika dan Intan, membuat mereka semakin takut menatap beliau. Namun, entah datang dari mana tiba-tiba saja sandal melayang mengenai tepat di kepala Bu Jung, membuat perempuan paruh baya itu meringis.
"Gak sengaja." Zarie menutup mulut menggunakan tangan kiri sedangkan tangan kanannya memegang garpu yang menusuk bakso.
Bu Jung mengeram marah, ia sudah tak tahan lagi. Dengan langkah cepat ia berjalan menghampiri Zarie, tapi lagi-lagi langkahnya tertahan saat ada lagi sandal melayang yang mengenai kepalanya.
"Kak lali!" perintah Zarie kepada kedua kakaknya, Intan dan Pika pun berlari sekencang mungkin.
"Heh, kalian jangan lari!" pekik Bu Jung dengan penuh amarah.
***
Tya sangat terkejut dengan kedatangan Pika, Zarie dan juga intan yang langsung masuk ke ruang tamu.
"Lah kalian kenapa? Kok cepet banget beli baksonya?" tanya Tya.
"Ini semua gara-gara kamu! Coba aja kamu gak terlalu baik sama orang gila di sana, pasti kita gak bakal kayak gini," ujar Intan dengan napas tersenggal-senggal.
"Lah 'kan manusia saling berbagi," ujar Tya membela diri, ia cukup sedih mendengar Intan yang menyalahkan dirinya.
Belum sempat Pika untuk buka suara melerai perkelahian antara Intan dan Tya, Bu Jung sudah berada di depan pintu rumah mereka.
"Awas kalian! Gak bisa lari," ujar Bu Jung memasuki rumah tanpa permisi.
Pika semakin pucat dan Intan bersembunyi di balik badan Tya yang kebingungan.
Zarie entah pergi kemana tapi ia kembali dengan dua bola pingpong yang entah ia dapatkan dari mana. Dengan ancang-ancang Zarie melempar bola pingpong itu ke arah Bu Jung. Namun, beliau berhasil menghindar.
"Eits, kali ini aku tidak akan terkena lemparanmu lagi dasar ana—" Perkataan Bu Jung terputus saat bola pingpong kedua berhasil mengenai dahinya dengan keras dan berakhir pingsan.
"Astagfirullah, ada apa ini?" Bu Zahra, Rani, Zifah, Farhah dan juga Eca langsung ke ruang tamu setelah mendengar sesuatu yang jatuh. Tapi, mereka sangat terkejut saat menemukan Bu Jung tidak sadarkan diri di depan pintu.
"Intan, Tya, Pika, apa yang terjadi sebenarnya, kenapa Bu Jung bisa pingsan seperti ini?" tanya Bu Zahra mengintograsi.
Intan, Tya dan Pika bingung harus menjelaskan seperti apa, mereka juga sama kagetnya. Sedangkan Zarie hanya berdiri di ujung pintu tersenyum bangga lemparannya tepat sasaran lagi.
"Hey, jangan bengong saja, ayo kita bantu Bu Jung ini jangan biarkan dia di depan pintu, nanti dilihat oleh tetangga," ujar Zifah dengan tempo cepat.
Merasa tidak mendapatkan jawaban dari tiga putrinya itu, Bu Zahra menyuruh Rani dan Farhah untuk menolongnya mengangkat Bu Jung.
"Aigoo, berat sekali. Dosanya banyak nih," ujar Farhah yang mengangkat kedua kaki Bu Jung.
"Berat badan Bu Jung tidak seberat rinduku padanya yang sudah berdua," ujar Eca dramatis.
Setelah mereka meletakkan Bu Jung di atas kasur yang ada di ruang tv, mereka kedatangan tamu lagi. Ternyata Jipen yang tak henti-hentinya datang untuk melamar Rani si anak sulung.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," jawab Bu Zahra dan anaknya kompak.
"Wah lagi apa nih, tumben rame-rame. Eh ada Rani kasihku sayang," ujar Jipen menggoda Rani.
Mendengar itu Rani ingin muntah ia tak sudi dipanggil sayang oleh Jipen.
"Heh, semprul! Sembarangan aja Lo manggil anak gue sayang. Sayang-sayang pala lu peyang!" semprot Bu Zahra.
Pasalnya sudah berulangkali Bu Zahra menolak kehadiran Jipen, tapi pemuda itu tetap datang lagi.
"Aigoo, drama Korea kalah saing nih," komentar Farhah menikmati perdebatan sengit ini.
"Jahat banget Bu, nanti saya akan jadi mantu ibu loh," ujar Jipen melirik ke arah Rani, ia mengedipkan sebelah matanya.
"Allahula haillah huwal hayyul qoyyum!" ucap Intan mengangkat tangannya ke arah Jipen.
Membuat yang ada di ruangan itu melongo.
"Siapa kamu?" tanya Intan dengan mata yang melotot, belagak merukyah orang.
Lagi-lagi hening.
"Saya tanya siapa kamu!" Intan maju ke arah Jipen memegang kepalanya, seolah ia yang dirasuki setan.
"Aing maung, roarr." Seolah-olah di rasuki makhluk Jipen memejamkan matanya dan ia mulai merangkak belagak seperti harimau.
"Kenapa kamu teh ada di sini?" tanya Intan ikut menunduk memegang kepala Jipen.
Lagi-lagi Jipen hanya diam ia memeragakan gerakan harimau serta memejam celangkan matanya Seperti kerasukan sungguhan.
"Bismillahirrahmanirrahim, pergilah kau wahai setan!" Intan menarik rambut Jipen dengan keras hingga membuat sang empu kesakitan lalu pergi begitu saja meninggalkan kediaman rumah Bu Zahra.
Semuanya melongo, antara miris dan juga ingin tertawa.
"Itu beneran si Jipen kerasukan?" tanya Tya kepada Intan yang memegang beberapa helai rambut Jipen yang ia tarik tadi.
Intan hanya mengedikkan bahu, ia pergi masuk ke kamarnya.
"Wah, keren gila parah, aing maungg!" ujar Pika mengggebu-gebu.
"Bismillahirrahmanirrahim, Siapa kamu teh!" Farhah mereka ulang kejadian Intan tadi, tangannya mengarahkan kepada Zarie yang juga takjub.
Zarie mulai merangkak dan memejam celangkan matanya, persis seperti yang di lakukan oleh Jipen.
"Aing maungg!" ujar Zarie.
Semua yang ada di rumah tertawa melihat Zarie dan Farhah mereka ulang kejadian.
Sehingga tanpa sadar Bu Jung terbangun, tapi Zarie dengan nalurinya yang cepat langsung memukul kepala Bu Jung dengan tongkat sapu dengan keras, sehingga beliau kembali pingsan. Entah punya dendam apa Zarie dengan Bu Jung.
"Zarie, kenapa kamu?" tanya Bu Zahra yang melihat Bu Jung pingsan lagi.
Zarie hanya nyengir, ia tak tau memiliki dendam apa, pokoknya senang saja menistakan Bu Jung.
Dari kejauhan, Bu Zahra mendengar langkah orang-orang, ia mengintip ke arah jendela. Ternyata ada Bu Shafa dan anggota geng gosipnya yang berjalan kemari.
"Rani, Intan, Tya, tutup pintu rumah dan jendela jangan biarkan ibu-ibu itu masuk ke rumah kita!" perintah Bu Zahra.
Dengan cepat, Rani, Intan, dan juga Tya melakukan perintah sang Ibu. Mereka tak ingin diinterogasi saat Bu Jung yang pingsan di rumah mereka.
Jika mereka mengatakan yang sebenarnya sudah pasti mereka akan menjadi bahan gibah oleh ibu-ibu penggosip itu, Bu Zahra tidak ingin itu terjadi.
Cukup dia yang gosip, jadi bahan gosip ya jangan.
BERSAMBUNG…
By: tulisantia
KAMU SEDANG MEMBACA
Special Ramadhan: Keluarga Komedi || By Matahari Group
HumorHidup serumah dengan delapan anak bukanlah hal yang mudah bagi Bu Zahra ditambah lagi suami bekerja di luar negeri dan jarang pulang. Dikenal memiliki delapan putri yang cantik membuat salah seorang anak Juragan di desa menaksir salah satu anak Bu Z...