Chapter Dua

284 28 36
                                    

SELAMAT MEMBACA


"Mak! Mak!" teriak Pika.

"Kenapa lagi?"

"Keluarga Pak Sidik dateng sambil bawa banyak hadiah," jawab Pika sambil menunjuk ke arah luar.

Bu Zahra sontak menoleh ke arah luar, melihat rombongan keluarga Pak Sidik yang seakan membawa barang seserahan.

"Lah, lah, beneran mau ngelamar rupanya," ujar Bu Zahra dengan suara cempreng sembari melangkah ke arah ambang pintu masih dengan daster kesayangannya.

Mendengar suara cempreng dari Ibu mereka, sontak ketujuh anaknya keluar dari habitatnya masing-masing, ikut mengekori sang Ibu yang kini sudah berada di ambang pintu.

Oh, lihatlah penampilan keluarga ini sekarang. Yang paling tersorot adalah Bu Zahra yang masih memakai daster sambil menggendong Zarie, dan Farhah yang masih berpenampilan kucel dengan handuk melingkar di leher sedangkan anak yang lain masih menunggu antrian mandi pun terpaksa keluar.

Jangan tanyakan Rani yang telah kabur sejak pagi buta karena telah menduga Jipen serta keluarganya akan datang, entah kemana perginya anak itu.

"Ada apa nih rame-rame ke sini?" celetuk Bu Zahra sembari menyumpelkan empeng ke mulut Zarie karena anak itu menangis. Anehnya, Zarie langsung terdiam, padahal usia anak itu sudah lima tahun, masa masih ngempeng.

Keluarga Pak Sidik tampak kebingungan saat mendengar pertanyaan Bu Zahra. Jelas mereka ingin melamar Rani atas nama putranya, bukan untuk menagih hutang.

"Ini gak disuruh masuk dulu gitu? Masa iya kita disuruh duduk di aspal," sahut Pak Sidik sembari memakan apel yang diambil dari parcel buah.

Kampret memang, membawa untuk orang, dia juga yang makan.

"Mari masuk, Pak. Jangan duduk di aspal, nanti disangka gelandangan," ujar Farhah yang dijawab anggukkan setuju oleh Bu Zahra beserta saudara-saudaranya itu.

Tadinya, Bu Zahra tidak akan setuju jika keluarga Pak Sidik masuk ke dalam rumahnya. Akan tetapi, ia melihat rombongan Bu Jung beserta antek-antek gosipnya menonton di depan sana, enak saja mau menggosipkan masalah ini secara gratis.

"Jadi, tujuan kami ke sini untuk melamar anak Bu Zahra, Rani. Mana anaknya? Jipen jatuh cinta pada pandangan pertama katanya," celetuk Pak Sidik yang baru saja mendaratkan bokongnya di lantai tanpa alas itu.

"Rani gak ada di rumah, udah pergi dari tadi pagi," jawab Bu Zahra sembari menyodorkan satu teko air beserta satu pack gelas plastik seperti gelas pop ice. Biar tidak usah mencuci pikirnya.

Uhuk

Jipen yang belum minum sama sekali langsung tersedak ludahnya sendiri setelah mendengar calon istrinya pergi.

"Loh, kemana pujaan hati saya, Camer?" tanya Jipen sembari mengusap dagu.

"Camer, camer! Diterima aja belom tentu," ketus Zifah sambil merengut.

"Zifah, gak sopan," hardik Intan.

Bu Zahra menatap satu persatu keluarga Pak Sidik. Jika dilihat-lihat, keluarga ini mukanya pas-pasan semua, tidak masuk kategori calon suami anak-anaknya yang bak jelmaan bidadari.

"Ya, terus mau gimana? Yang mau dilamar aja gak ada di rumah, makanya… besok-besok kalau mau ngelamar kasih aba-aba dulu," ujar Bu Zahra lalu berniat untuk masuk ke dalam kamar.

"Assalamu'ala…"

"…Ikum."

Ucapan salam seseorang yang tampak putus-putus itu mengalihkan pandangan dua belah pihak keluarga yang tengah berkumpul dan orang tersebut adalah Rani. Dengan jantung berdegup kencang, Rani merutuki dirinya sudah pulang lebih cepat, dia pikir Jipen sudah pergi.

Special Ramadhan: Keluarga Komedi || By Matahari GroupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang