Chapter Delapan

120 17 12
                                    

SELAMAT MEMBACA

"Farhah," panggil Bu Zahra.

Farhah yang tengah menonton drama kesayangannya menghiraukan panggilan itu. Ia terlalu fokus pada drama yang tengah ia tonton. Saat ini, yang ada di otak Farhah hanya wajah oppa-oppa korea ganteng yang selalu ia tonton.

"Farhah!" teriak Bu Zahra. Tidak hanya Farhah yang akhirnya menoleh ke arah Bu Zahra, tapi semua anaknya yang masih ada di ruang tamu menoleh ke Bu Zahra dengan wajah yang bertanya-tanya.

"Sini dulu. Ada yang mau dibicarain sama kamu, penting." Kalimat itu benar-benar membuat Farhah terkejut. Pasalnya, Bu Zahra jarang sekali berbicara serius dengan anaknya.

"Ada apa? Padahal aku lagi seru-serunya nonton pacar aku–"

"Ssttttt," potong Bu Zahra sembari menempelkan jari telunjuknya pada mulut Farhah.

Sedangkan, anak yang lainnya menyimak obrolan Farhah dan Bu Zahra dengan seksama. Mereka menatap Bu Zahra dan Farhah seperti tengah menonton acara Indosiar kesukaan Bu Zahra.

"Sabar ya, Buk. Tiada hari tanpa berhalu bagi Farhah," gumam Intan pelan menyemangati Bu Zahra, walaupun itu juga tidak terdengar oleh Bu Zahra.

Farhah melepaskan tangan Bu Zahra dari mulutnya dan mengernyit keheranan, "habis ngapain, sih, Buk? Tangannya bau banget."

Bu Zahra yang mendengar itu melotot kesal ke arah Farhah. Anak ini benar-benar kurang ajar.

"Saldo atm itu beneran lima ratus juta? Kamu beneran lulus membaca, kan?" tanya Bu Zahra curiga. Farhah yang mendengar pertanyaan itu mengernyit tidak terima.

"Apa-apaan? Aku tuh bukan Zarie yang cuman bisa ngelempar sendal sama si Ahjumma Jung," sindir Farhah.

Zarie yang mendengar itu mendelik tak terima kemudian melempar empengnya tepat di dahi Farhah dan bertepuk tangan ketika empeng itu terlempar tepat di sasarannya.

"Nggak cuma Bu Jung, aku juga bisa lempal Kak Falhah," ucap Zarie sembari tersenyum bangga karena berhasil melempar tepat sasaran.

Bu Zahra yang melihat perdebatan itu hanya tersenyum tipis. Bakat Zarie memang patut di banggakan di beberapa waktu.

Farhah dengan wajah masamnya kembali menatap Bu Zahra menghiraukan Zarie.

"Cuman nggak nyangka aja, masa beneran lima ratus juta. Kali aja kamu yang nggak bener bacanya," jelas Bu Zahra sembari berpikir keras.

Farhah benar-benar tidak habis pikir dengan Ibunya, mana mungkin Farhah salah baca. Walau dulu ia sempat mendapat nilai 0 pada Matematika, tapi tetap saja, dulu adalah dulu.

"Kalau Ibuk nggak percaya, ke atm aja deh. Biar ibuk yang liat sendiri."

"Mau percaya gimana coba? Matematika aja pernah dapet nilai 0," ucap Bu Zahra yang membuat Farhah malu karena semua anak di ruang tamu yang mendengar itu menertawakan Farhah habis-habisan.

"Astagfirullah, Farhah. Kamu berdosa banget," ujar Intan sembari menggelengkan kepala tapi tidak lupa dengan senyum mengejeknya.

"Brisik! Pinter ceramah doang aja bangga." Farhah benar-benar tidak kuat lagi. Ingin rasanya menyuruh Zarie untuk melempar Intan pakai sendal.

Tiba-tiba suara ketokan pintu membuyarkan semuanya.

Tok tok tok

"Tok tok tok, paket ... Asiaapppp," ucap Farhah sembari membukakan pintu.

Setelah pintu di buka, Farhah melihat sosok Jipen dengan menggenggam bunga mawar di tangannya.

"Astaga, keluarga ini kenapa nggak ada waktu tenangnya, sih," gumam Farhah lelah.

"My sayang Rani ada di dalam?" tanya Jipen sembari merapikan rambutnya.

"Nggak, lagi di Amazon," jawab Farhah bergidik ngeri mendengar ucapan Jipen. Mana muka pas-pas an. Kalau ia jadi Rani, ia akan langsung menolak Jipen mentah-mentah dan berangkat ke Korea demi mengejar Oppa kesayangannya.

"Beneran? dia kesana naik apa?" tanya Jipen polos. Farhah yang mendengar pertanyaan itu mengumpat di dalam hatinya. Cowok ini bego apa gimana, sih?

Tak lama kemudian Farhah memutuskan untuk menutup kembali pintunya dan meneriakkan nama Rani. Ia sudah tidak kuat lagi. Ia ingin secepatnya menenangkan diri bersama Oppa-oppa kesayangannya.

"Apa, sih?" kesal Rani yang keluar dari kamarnya.

"Ada cowok di depan," jawab Farhah acuh dan masuk ke kamarnya. Rani yang mendengar itu langsung bersemangat. Siapapun cowoknya, asal bukan Jipen, Rani akan memacarinya saat ini juga. Ini semua untuk menghindari lamaran dari Jipen.

Begitu membuka pintu, Rani dikejutkan oleh wajah cerah Jipen. "Eh, Rani Sayang," sambut Jipen saat menatap wajah cantik Rani. Siapapun, tolong nyalakan mesin pemutar waktu agar Rani tetap berada di kamarnya.

Tak lama kemudian Jipen menyodorkan bunga mawar yang ia bawa khusus untuk Rani. Rani yang melihat itu hanya bisa menghembuskan napasnya pasrah dan menerima bunga itu. "Kalau kamu nerima bunga itu, artinya kamu setuju sama lamaran aku," ujar Jipen tiba-tiba.

Rani yang mendengar itu langsung menutup pintunya dengan cepat kemudian memanggil Zarie untuk menyiapkan senjata. Rani dan Zarie sudah siap di depan pintu. Ketika pintu terbuka, Zarie langsung melemparkan mainan barbie nya ke wajah Jipen.

"Bagus, bagus," ucap Rani gembira, begitu juga dengan Zarie yang sangat bangga. Zarie memang pelempar yang handal.

Tidak lama kemudian Bu Zahra keluar melihat keributan yang tengah terjadi. Ia mengernyit heran ketika melihat Jipen yang tengah meringis kesakitan. "Kamu apain dia?" tanya Bu Zahra sembari melirik ke arah Rani dan Zarie.

Zarie kembali mengambil barbienya dan dilemparnya lagi tepat di dahi Jipen mengulangi perbuatannya tadi. Zarie tertawa kemudian berucap, "cukulin huuuu," ejek Zarie kemudian masuk ke rumah.

Bu Zahra yang melihat itu hanya bisa geleng-geleng. "Itu barusan anak saya, 'kan?" batin Bu Zahra.

"Jipen, daripada kamu amnesia gara-gara bakat terpendam anak saya, lebih baik kamu cepetan pulang," suruh Bu Zahra.

Rani yang mendengar itu mendelik tak terima, "eh, jangan. Lagian kalau amnesia bagus dong," ucapnya tidak bersalah.

Sepertinya semua anak Bu Zahra memang perlu diperiksakan ke dokter. Entah dari keturunan siapa mereka menjadi seperti itu.

"Pulang, ya, Jipen," ucap Bu Zahra kemudian menarik Rani masuk dan menutup pintu rumah. Bu Zahra memegang jidatnya tidak habis pikir. Memiliki banyak anak memang sangat melelahkan, apalagi anak sejenis mereka. Tiada hari tanpa stress.

"Loh, Si Jipen mana?" Bu Zahra menoleh ke bawah ketika pertanyaan mengejutkan itu keluar dari mulut Zarie. Bahkan Zarie tengah menggenggam robot besi di tangan kanan dan kirinya.

Rani yang dengan sigap langsung membukakan pintunya untuk Zarie. Rani tau apa yang akan dilakukan oleh Zarie. Robot besi itu, pasti Jipen akan benar-benar amnesia.

Tapi saat Rani membuka pintunya lagi, ia terkejut bukan main. Sedangkan Zarie tanpa pikir panjang melemparkan robot besi itu. Rani benar-benar berteriak histeris di dalam hatinya. Yang berada di depan pintu mereka sekarang bukan Jipen lagi.

BERSAMBUNG…

Special Ramadhan: Keluarga Komedi || By Matahari GroupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang