Chapter Sepuluh

107 13 8
                                    

SELAMAT MEMBACA

Rani dengan tampang sangarnya hendak melayangkan berbagai umpatan, namun tertahan untuk menjaga amarahnya. Rani mendekati Tya yang datang tanpa rasa bersalah.

"Tya! Lama amat!"

Bu Zahra mendengus, "Tya-Tya, masa beli bakso berjam-jam sih? Udah laper tuh macam tutul," ujar Bu Zahra yang tengah menuangkan air pada gelas sembari menyindir Rani.

Rani menoleh merasa disindir, "Mak bilang apa?" tanyanya dengan dahi yang penuh kerutan, rahangnya saja sudah seperti ingin retak.

"Enggak, cuma bilang air putihnya ada manis-manisnya," jawab Bu Zahra sekenanya.

"Iklan dong," timpal Pika.

Pak Andi menahan tawa, "Tya beli berapa, Nak?" tanya Pak Andi lembut seperti kain sutra.

"Lima 'kan tadi? Buat aku, Kak Rani, Kak Farhah, Pika berdua sama Eca, terus Intan berdua sama Zarie. Bakso buat Intan gak terlalu pedes 'kan?" Tya menjawab dengan hati-hati dan penuh perhitungan. Jarinya saja ikut berhitung.

Rani duduk di atas sofa jengkel, habis sudah uang simpanannya. Berniat memberikan uang untuk bakso dirinya dan upah untuk Tya beli bakso, malah ia merasa tekor. Uang seratus ribunya, ludes untuk membeli lima mangkuk bakso.

Eca merasa jengkel. "Loh, 'kok punya aku berdua sih sama Pika? Pelit tau, mana cukup. Aku aja sekarang butuh donor hati," gerutu Eca tak terima, matanya mengerling menatap tajam Tya.

"Tau nih."

Tya menyengir santai, "Berhubung aku tadi ke rumah Bu Katem dan suaminya gak suka pedes, aku kasih dah punya Intan. Ikhlas 'kan Intan?" timpalnya lagi melirik Intan yang tengah menunduk memandang kitab kuningnya.

Intan mendongak, "Astagfirullah. Wahai Mba Tya yang terhormat, barang siapa yang mengambil makanan milik orang lain itu termasuk mencuri, perilaku yang tidak terpuji Mba cantik." Intan mengeluarkan jurus andalannya, itu terjadi secara refleks.

"Iye maap," tutur Tya.

Rani menoleh ke belakang, mendengar suara mangkuk beradu dengan sendok. "Loh? Itu Zifah belinya kapan?" tanya Rani ketika melihat Zifah tengah menyentongkan satu sendok bakso pada mulutnya.

"Tadi siang, sama kak Tya." Zifah balas dengan santai.

"Kamu ikut toh?"

Zifah mengangguk singkat. Mereka terdiam melihat itu. Bu Zahra mengusap kepala Zifah dengan lembut. "Anakku, kamu tau kalo Tya ke rumah Bu Katem?" Bu Zahra bertanya lembut. Apa-apaan ini?

Sekali lagi Zifah mengangguk.

Bu Zahra menarik nafas lelah, "Punya anak gini amat. Yang satu tau kakaknya suka sedekah ngasal, yang satunya lagi malah ngasih makanan milik orang di rumah." Bu Zahra menggeleng-gelengkan kepalanya antara tidak percaya dan menahan sabar.

Rani muak. "Kamu beli pake duit siapa?"

"Bapak. Tadi bapak nyuruh buat beli bakso, buat aku, Emak sama Bapak. Waktu tau kakak beli bakso nitip ke Kak Tya." Zifah menjawab cepat dan asal sebut. Tapi itu emang benar-benar seadanya.

Farhah datang dengan wajah masamnya. Muka bantal sehabis bangun tidur. "Tya baru dateng?" tanyanya tak percaya.

Sedangkan Rani telah memelas, "Emak kok Zifah pake duit Bapak, aku kok pake duit aku? Mana dibeli lima mangkuk lagi, tekor dong aku."

Farhah menoleh, "Pake duit siapa?" tanya Farhah polos.

"Bapak."

Farhah melirik Bu Zahra kesal, "Emak, gak mau tau ya, cairin duit ATM itu! Aku juga nyumbang tadi buat bujuk Tya." Farhah membela diri dengan tampang tak terimanya.

Special Ramadhan: Keluarga Komedi || By Matahari GroupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang