17. Guru Tajwid Lora Aab

59 14 18
                                    

Barang siapa membangun masjid karena Allah, kecil atau besar, maka Allah membangun baginya rumah di surga

(HR al-Tirmidzi)

◇◇☆◇◇

"Mana buku Liontin Sang Barlint yang kamu pinjem, kan udah kubilang jaga baik-baik."

Alfiyah tampak kesal ketika lagi-lagi novel yang dia karang dihilangkan oleh santri tak bertanggung jawab.

"Pokoknya aku nggak mau tau. Cari sampai ketemu." Dia duduk dengan putus asa.

Buku tersebut salah satu karangan favoritnya. Tak mudah untuk menyelesaikan satu buku tentang kisah Asyira. Gadis tomboy pinter silat yang terpisah dari orang tuanya saat insiden kebakaran.

"Maaf. Aku udah simpen baik-baik kok. Tapi pas mau dibalikin nggak ada di tempatnya." Olive--salah satu teman dari pondok utara membela diri.

Alfiyah memijat kepalanya. Pusing. Dia tau betul temannya itu memang sangat ceroboh. Sudah berulang kali menghilangkan barang santri. Awalnya dia tidak mau memberinya izin meminjam novel miliknya. Namun karena kasian terus memohon akhirnya diberi waktu satu malam. Dan seperti firasatnya buku itu benar-benar hilang sebelum dikembalikan.

Sejak awal masuk MTs atau setingkat SMP dia memang mulai suka menulis. Dia masih ingat karya pertamanya berjudul Sang Mentaripun Tersenyum 1 & 2. Novel selanjutnya Harapan Yang Pudar, The Tween All, Cinta Suci Untuk Aninda, Izinkan Aku Mencintimu, Derita Menetes Cinta, Ada Cinta Di Madura, Kilau Cinta Persahabatan, Liontin Sang Barlint 1, Semanis Senyum Airi, Liontin Sang Barlint 2, Ketika Bidadari Bersayap Cinta, Bidadari Langit Senja, Drama In The Life, Selendang Bidadari Surga, Selalu Ada Kisah Di Pesantren, dan Cintaku Di Bangkalan.

Bagaimana gadis itu tidak trauma bukunya dipinjam. Dia masih ingat ketika sore menjelang maghrib menyelesaikan buku Cinta Suci Untuk Aninda sampai terlambat ikut jamaah tau-tau buku yang baru selesai dia karang sudah dipinjam tanpa izin. Saat ditanya siapa yang meminjam tidak ada yang tau atau lebih tepatnya tidak ada yang mengaku.

Ketika menulis Harapan Yang Pudar gadis itu sampai menangis ngejer karena buku yang dia tulis beberapa menit sebelumnya sudah raib entah kemana. Itu sebabnya dia mengasingkan semua bukunya. Tak membolehkan siapapun membaca karyanya. Harapannya suatu saat semua buku miliknya bisa dia tulis kembali dengan bahasa dan alur yang lebih jelas. Menjadi karya nyata seperti penulis terkenal yang dia baca.

"Udahan emosinya. Mending sekarang makan dulu. Dari pagi loh kamu nggak makan," Azzahra mengusap bahu Alfiyah. Menenangkan.

"Aku nggak lapar!" Jawabnya cepat.

Sebelum Azzahra kembali berkata-kata, Alfiyah merebahkan tubuh. Menghadap ke arah timur. Mencoba menghilangkan kekesalan dengan tidur. Siapa tau saat bangun nanti suasana hatinya jauh lebih baik.

"Temen-temen.... aku punya kabar baik," Aninda masuk dengan tergesa-gesa. Kakinya hampir menginjak cobek di dekat pintu.

"Kabar apa sih sampe bikin kamu ngos-ngosan gitu," Erin di depan cermin mendongak.

"Eh kalian tau nggak, tadi pas aku keluar dari pondok utara aku ngeliat ada cowok ganteng di dhalem tengah."

"Cowok ganteng? Ah elaah palingan juga wali santri yang mau jemput adeknya kali," seloroh Erin membenarkan tatanan kerudung.

Aninda menggeleng cepat. Dia melepas kerudung lalu berjalan ke arah timur. Menyampirkan di pintu buffet miliknya.

"Tadi aku sempat menguping. Katanya..."ucapnya terhenti untuk menelan ludah. "Cowok itu guru ngaji Lora Aab yang bakal ngajarin Lora super galak kita ngaji. Belajar ilmu tajwid gitu,"

Santri Bikanafillah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang