6. Bertemu Teman Lama

67 10 7
                                    

Manusia yang paling utama di hari kiamat adalah ia yang paling banyak bersolawat padaku.

-Rasulullah


◇◇☆◇◇




"Alhamdulillah. Berkat dirimu aku bisa mimpi berjumpa dengan Rosulullah. Beliau mengatakan akan menolongku di hari kiamat apabila aku menolongmu."

Dia masuk ke kamarnya mengambil uang 500 dinar lalu diberikan pada lelaki miskin. Setelah berterima kasih, dia bergegas ke rumah saudagar kaya. Setibanya disana ternyata si saudagar sudah menunggu kedatangannya di halaman rumah. Menyambutnya dengan hangat.

"Aku sudah membebaskan hutangmu, saudaraku. Rosulullah sudah menukarkan uang yang kau pinjam dengan syafaat beliau kelak di hari kiamat," ungkapnya dengan sangat gembira.

Seperti halnya gubernur dan hakim, saudagar kaya memberinya uang 500 dinar. "Ini hadiah untukmu. Gunakanlah uang ini sebaik mungkin. Wallahi, jika bukan karena masalahmu, Rosulullah tidak akan datang menjumpaiku." Kenangnya mengingat dengan jelas pertemuan dengan nabi agung Mumammad semalam.

Masya Allah Tabarakallah.

Lihatlah!

Kisah klasik yang menggugah jiwa ini. Sungguh luar biasa menarik. Dari hutang 500 dinar bisa berbuah untung 4000 dinar.

Semua anugrah ini tidak serta merta diperoleh dengan mudah. Ada banyak pengorbanan. Ada banyak ujian. Lelaki miskin yang orang pandang dhohirnya sebagai orang melarat sejatinya memiliki jiwa penuh keimanan. Penuh keikhlasan. Penuh ketakwaaan.

Jika bukan karena mampu lulus dari ujian berat yang Allah berikan, tidaklah mungkin dia mendapat kemudahan. Jikalau bukan karena hatinya benar-benar membuktikan cinta pada Nabi Muhammad, uang sebanyak itu tidaklah ada artinya. Dia memiliki keistimewaan. Meski dalam keadaan miskin, hatinya yang tulus tetap menghambakan diri pada Allah dengan sebaik-baiknya ketaatan.

Lalu bagaimana dengan kita? Sudahkah kita sampai pada tingkatan seperti yang dilalui lelaki miskin itu?

◇◇◇◇◇

Hari semakin sore. Cahaya matahari perlahan mulai siap meninggalkan bumi. Tergantikan gelap yang diliputi gemerlap bintang.

Suasana di masjid agung Bangkalan tampak lengang. Jamaah solat ashar sudah lama usai. Hanya tersisa beberapa orang yang masih asyik bertaqorrub pada Allah. Betah melakukan i'tikaf dengan bacaan dzikir yang berbeda-beda. Sesuai keistiqomahan masing-masing.

Sambil menunggu Klinik buka, Alfiyah melanjutkan tontonan ceramah yang sebelumnya sempat terputus setelah solat ashar di dalam masjid bagian perempuan.

Jika tidak salah, Kiai Zain pernah menjelaskan kalau masjid alun-alun yang menjadi pusat kota Bangkalan tersebut dibangun oleh Kiai Muntaha--menantu Syaikhona Cholil. Dimana letak kiblat sempat salah posisi. Namun berkat karomah Syaikhona yang melubangi tempat imam, akhirnya Kiai Muntaha bisa melihat dengan jelas posisi kiblat Indonesia pada ka'bah di Makkah yang dihadirkan Syaikhona melalui lubang kecil tersebut.

Usai solat ashar dan dzikir singkat, Alfiyah menyalakan kembali ponselnya. Melanjutkan ceramah Habib Ahmad yang tinggal separuh jalan. Dia duduk dengan sopan di dekat jendela masjid. Ketika ceramah usai, dia melirik ke pintu keluar bagian kanan. Berharap disana papanya memanggil.

Sampai jam empat lewat lima belas menit papanya tak kunjung muncul. Akhirnya dia memutuskan keluar dari masjid. Melipat mukena yang dipakai. Dia letakkan kembali di lemari khusus.

Santri Bikanafillah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang