Barangsiapa berjumpa denganku baik di dalam mimpi atau dalam keadaan sadar maka itu benar-benar aku. Sebab setan tidak bisa menyerupaiku.
~Rasulullah
◇◇☆◇◇
"Loh, kok cepet?" Tanya Azzahra melihat Alfiyah mengambil tas.
"Iya. Papa udah minta tanda tangan Kiai tadi pagi. Trus dauh Kiai abis jum'atan langsung jemput nggak perlu menghadap lagi."
"Udah di tanda tangan?" Gadis itu mengangguk. Menunjukkan surat izin pulang pada Azzahra. Di bagian pojok bawah tertera jelas tanda tangan pengasuh. "Berangkat jam berapa?" Cecarnya.
"Jam 2. Nyampe rumah aku mau mandi dan solat. Abis itu berangkat."
Dengan lincah Alfiyah memasukkan beberapa barang ke dalam tas yang dia pinjam dari Desty. Hari ini jadwalnya untuk kontrol ke dokter Spesialis Mata yang buka praktek jum'at dan senin. Lokasinya tak jauh dari alun-alun kota Bangkalan.
"Je' kloppaen (jangan lupa) oleh-olehnya," seru Azzahra ketika Alfiyah sudah sampai di pintu pemanggilan.
Alvie mengacungkan jempol mengikuti langkah papanya meninggalkan pesantren.
"Habib Ahmad Al-Habsy," ketiknya pada layar youtube di ponsel pintar miliknya. Tak lama muncul beberapa video ceramah dengan foto Habib yang sangat dia kagumi.
Matahari bersinar terik. Alfiyah sudah duduk anteng di dalam angkot dengan papanya. Memilih kursi di dekat jendela baginya lebih aman. Pasalnya, penumpang mobil yang mereka naiki mayoritas laki-laki.
Untuk mengusir rasa bosan perjalanan selama 2 jam ke kota Bangkalan, Alfiyah menyalakan ponsel. Mendengarkan ceramah Habib Ahmad Al-Habsyi melalui earpone. Sedang papanya terlibat obrolan dengan beberapa penumpang. Masalah perekonomian Indonesia saat ini dan jaman dulu. Setidaknya itulah kesimpulan yang bisa Alfiyah tangkap dari pembicaraan bapak-bapak di sampingnya.
"Solawat" ketiknya.
Tak lama muncul video Habib Ahmad ketika menceritakan kisah lelaki miskin punya hutang 500 dinar. Kisah itu sudah dia tonton namun berulang kali diputar ulang tidak pernah membuatnya bosan.
◇◇◇◇◇
Diceritakan zaman dulu ada seorang lelaki miskin memiliki banyak hutang. Karena tidak bisa membayarnya akhirnya dia datang pada salah seorang saudagar kaya. Ketika ditanya dia bilang akan membayarnya pada tanggal sekian.
Si Saudagar meminjamkan uang pada lelaki miskin dengan jumlah yang sudah ditentukan. Lelaki miskin itu segera melunasi hutangnya pada beberapa orang. Setelah membayarkannya, ternyata uang yang dia pinjam tidak tersisa sedikitpun untuk dia gunakan sebagai modal usaha.
Hari-hari berlalu. Si miskin tetap tidak mendapatkan apapun sebagai usaha pengembalian uang yang dia pinjam. Hingga ketika tiba jatuh tempo dia kebingungan.
"Bukankah kau berjanji akan mengembalikannya hari ini?" Kata si Saudagar kaya ketika menanyakan uangnya.
"Aku minta maaf. Bukan aku tidak berniat mengembalikan. Hanya saja saat ini sepeserpun aku tidak punya uang."
Si saudagar tidak terima lelaki miskin itu tidak mampu mengembalikan uang yang dipinjam. Akhirnya dia memutuskan membawa perkara itu pada Qodhi (hakim). Karena lelaki miskin merasa dirinya bersalah dan tak mampu melunasi, sedikitpun tidak memberontak ketika Saudagar kaya menyeretnya ke Hakim untuk diadili.
Hakim menanyakan permasalahan mereka. Saudagar kaya menjelaskan secara rinci. Lalu Hakim beralih pada lelaki miskin.
"Benar. Demi Allah, bukan maksud saya berkhianat. Saya ingin membayar hutang. Akan tetapi saat ini saya tidak punya uang sama sekali untuk melunasinya." Jawabnya jujur. Tidak menyangkal sedikitpun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Santri Bikanafillah (END)
Storie brevi#01 in 30harimenulis (Senin,14ram1442H) #01 In 30Day (Ahad,270144H_05092021) SANTRI SERIES PART 2 #RAMADHANBERKARYA @WritingProjectAE Berawal dari mimpi mengantarkan takdir pada kenyataan. Sosok lelaki yang ditemuinya di alam bawah sadar justru dipe...