12. Penjual Kapuk & Mutiara 120 Dirham

53 12 0
                                    

1 kebaikan seorang hamba akan Allah balas dengan 10 kali lipat. Semua itu fakta. Bukan teori belaka.

◇◇☆◇◇

Ramadhan sudah menuju puncak. Beberapa hari lagi akan berpamitan. Pergi. Untuk pertama kalinya Alfiyah akan berpuasa setelah dua minggu terbaring sakit.

Usai sahur bersama dia kembali ke kamar. Waktu subuh masih 30 menit lagi. Memanfaatkan waktu yang ada agar tidak tidur dia raih ponsel di atas lemari. Menyalakan data. Menonton ceramah Habib Ahmad Al-Habsyi. Kali ini dia tertarik pada kisah penjual kapuk yang dianugerahi Allah mutiara bernilai 120 dirham.

◇◇◇◇◇


Diceritakan, dulu ada seorang miskin penjual kapuk. Dari kapuk tersebut dia rubah menjadi bantal dan sebagainya. Setiap hari dia menjual kapuk dengan harga 1 Dirham. Hasilnya dibagi dua. Setengah dirham untuk membeli makanan dan modal kapuk. Setengah dirham sebagai sedekah. Begitu terus setiap hari. Istiqomah melakukannya.

Hingga suatu hari selepas menjual kapuk dan berniat membelanjakan setengah dirham uangnya, ada dua orang pemuda sedang berselisih. Dia bertanya pada orang yang menyaksikan. Perihal apa keduanya sampai bertengkar hebat sampai terlanjur ingin saling membunuh.

Orang yang dia tanya menjelaskan kalau salah satunya membeli barang dan berniat tak mau membayar karena barang yang dibeli cacat. Oleh karena itu penjual marah dan tidak terima barang yang sudah dibeli tidak dibayar.

Tak ada yang berani melerai. Semua orang di pasar hanya diam menyaksikan perkelahian sengit mereka. Penjual kapuk melihat sekeliling. Ditilik dari wajah, mereka memang sedikitpun tak ingin melerai keduanya. Akhirnya dia maju. Menghentikan perkelahian lalu bertanya dengan serius,

"Berapa harga barang yang dia beli?" Tanyanya pada penjual.

"1 Dirham." Ucapnya terengah-engah.

"Baiklah. Biar aku saja yang bayar. Sudah cukup perkelahian kalian. Malu dilihat banyak orang." Tegurnya menyerahkan uang 1 dirham miliknya tanpa pikir panjang.

"Kenapa kau yang bayar? Yang salah si pembeli kurang ajar ini," semprot si penjual masih kesal.

"Sudah tidak apa. Kembalilah. Lanjutkan pekerjaanmu." Lerai si penjual kapuk. "Dan kamu, pulanglah. Tidak baik membuat masalah di pasar," lanjutnya menepuk pundak si pembeli.

"Terima kasih sudah menolongku," ucapnya meninggalkan pasar dengan terheran-heran. Mereka tidak saling kenal. Kenapa tiba-tiba membantu bahkan sebelum bertanya alasannya tidak mau membayar.

Semua orang bubar. Kini si penjual kapuk yang kebingungan. Uang 1 dirham miliknya sudah tak tersisa sedikitpun. Bagaimana dia akan membeli makanan dan modal usaha untuk hari ini?

Dia duduk merenung di pinggiran pasar. Sedikit menjauh dari keramaian. Setelah tak menemukan jalan keluar dari permasalahannya akhirnya dia memutuskan pulang. Bercerita insiden pertengkaran di pasar pada istrinya.

Sang istri tidak marah. Dia malah bersyukur suaminya melakukan hal berani seperti itu. Dia tau ekonomi keluarga sedang sulit. Akan tetapi menyelamatkan nyawa orang lain bukankah jauh lebih berarti?

Penjual kapuk melihat sisa-sisa kapuk berserak di lantai tanah. Dia punya ide untuk mengumpulkannya. Sang istri membantunya memungut. Menjadikan satu dalam satu wadah.

"Aku bawa ke pasar. Siapa tau ada yang mau beli," sang istri mengangguk. Mendoakan.

Si penjual kapuk kembali ke pasar dengan harapan kapuk lusuh yang dibawanya bisa terjual. Setidaknya untuk membeli makanan.

Santri Bikanafillah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang