20. Cinta Sepertiga Malam

67 12 4
                                    

Jika memang bisa apa salahnya mencoba berbagi hati?
Lagipula niatmu baik, bukan?

◇◇☆◇◇


Bahagia rasanya bisa pulang ke tanah air meski hanya beberapa bulan. Studinya masih panjang. Akan tetapi karena asrama tempat tinggalnya sedang direnovasi, semua santri boleh pulang ke tanah air masing-masing. Termasuk dari Indonesia.

Faqih dan kelima temannya juga memilih pulang setelah rembukan baik buruknya berbekal dukungan dari orang tua yang juga menjadi alasan utama rindu bersua. Lima bulan sepertinya cukup bagi mereka melepas rindu dengan keluarga yang nantinya tahun-tahun selanjutnya hanya bisa dihubungi lewat pesawat telepon.


"Aba tidak akan memaksa. Aba hanya berharap kamu bisa mengenalnya lebih dekat. Jika memang tidak berjodoh, setidaknya bersatulah sebagai saudara,"

Saat itu sebulan setelah kepulangannya, Lora Habibi meminta bantuan padanya untuk menjadi guru ngaji adiknya selama 3 bulan. Orang tuanya sudah kewalahan mencarikan guru ngaji yang bisa membimbing sang adik.

"Faqih tidak janji, Ba. Lagi pula untuk bisa mengenal gadis itu tidak mudah. Dia berada di pondok putri yang pasti akan sulit bergerak bebas."

"Kata siapa. Justru dia pengasuh Lora Aab. Dimana Lora berada, pasti disitu ada Alfiyah." Jelas sang Aba. "Itu sebabnya Aba mau kamu bisa mengenalnya lebih dekat,"

"Dia jadi pengasuh Lora yang akan Faqih bimbing?" Tanyanya ragu.

Pak Yahya mengangguk. "Setahu Aba dia bukan kebuleen resmi. Tapi jika sudah di panggil, dia akan kesana sampai waktu yang tidak ditentukan,"

Faqih mencerna ucapan Abanya. Dia masih ingat betul hari dimana dia menolak perjodohan. Mengirimkan sebuah pesan permintaan maaf pada ponsel gadis yang bahkan belum pernah dikenalnya. Tidak tau seperti apa wajah dan akhlaknya.

"Tidak apa, Kak. Jodoh itu rahasia Allah. Manusia hanya bisa berikhtiyar. Masalah bersatu atau tidak bukan lagi campur tangan manusia. Kalau memang gadis itu pilihan terbaik, saya turut senang. Semoga Allah menyatukan kalian di bawah naungan syafaat Rosulullah. Dan lagi saya masih sekolah. Ada banyak cita yang belum saya capai. Pinta saya, apapun yang terjadi di antara kita mohon kiranya untuk tidak memutuskan silaturrohim keluarga kita."

Kata-kata itu masih jelas terekam dalam ingatan. Menurutnya aneh. Gadis beranjak dewasa yang dijodohkan dengannya bisa memiliki pemikiran yang luar biasa. Bahasanya santun dan menyentuh hati.

"Baiklah akan Faqih coba. Namun apapun hasilnya Aba tidak akan marah, bukan?"

Pak Yahya mengangguk. Tersenyum tulus. "Kamu tidak akan menyesal mengenal dia. Karena semakin mengenalnya kamu akan tau bahwa gadis itu istimewa."

Pada hari yang sudah ditentukan, Faqih berangkat ke Banyuates sendirian menggunakan motor meticnya. Dia masih hapal jalan meski sudah bertahun-tahun tidak ke Banyuates.

Sesampainya di Dhalem dia disambut hangat. "Semoga betah tinggal disini ya, Nak. Saya berharap banyak anak saya yang paling susah diatur ini mau mengaji padamu," Kiai Zain menepuk bahu Faqih. Menorehkan harapan besar.

"Insya Allah, Kiai. Semoga Allah meridhoi."

"Amin."

Santri Bikanafillah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang