Prolog

220 16 17
                                    

Mereka bilang semua ini hanya ilusi
Sebuah mimpi yang tamanni
Ya, tak kupungkiri
Namun siapa yang bisa mencegah takdir Ilahi Robbi?
Ketika Kaf dan Nun telah beraksi, sebelum netra sempat berkedip nyatanya semua telah terjadi.


◇◇☆◇◇

"Alvie Elfaqih? Itu nama cowok apa cewek sih? Kenapa pula pilih nama pena aneh kayak gitu?"

Azzahra lagi-lagi protes ketika Alfiyah menyempurnakan khot naskhi dengan warna hijau padu pink di lembar pertama buku octavo berjumlah 200 lembar. Buku yang akan dia isi dengan sekumpulan kisah hikmah tersebut adalah hasil tangannya yang kesekian.

Sebelumnya dia sudah merampungkan belasan novel berbekal bolpen pilot biru dan tipe x sebagai pengoreksi. Beberapa diantaranya penggalan impiannya yang gagal terwujud di dunia nyata. Dengan bahasa sederhana dia mampu mencipta kisah yang diminati para santri.

"Semoga kelak Allah perkenankan novelku ini terbit menjadi buku sebagai salah satu dakwah bil hikmah. Amin." Begitulah doa yang seringkali terlantun.

"Alfiyah! Jawab kek. Malah nyegir doang!" Sebuah pukulan kecil mampir di lengan gadis yang masih sibuk dengan serangkaian asa di otaknya.

"Harus berapa kali sih aku jelasin. Mo sampe berbusa nih mulut kamu bakal nanya terus kan? Lagian nih ya apa salahnya coba Alvie Elfaqih. Artinya keren kok."

"Emang apa artinya? Orang yang mengerti hukum fikih?"

Alvie menggeleng, "lebih dari itu," jawabnya menatap khot naskhi di tangannya.

"Trus?"

"Aku pernah dengar sebuah keterangan. Tapi lupa ustadz siapa dan pelajaran apa. Yang pasti beliau bilang kalo makna nama itu sangat bagus. Ialah orang yang sangat faham hakikat tauhid. Yakni orang yang sudah makrifatullah." Jelasnya menerawang. "Makanya aku ingin nama penaku ini menjadi doa terbaik sejagat raya." Lanjutnya tertawa.

"Berarti makna Alvie Elfaqih itu seribu orang makrifatullah. Gitu?"

"Cakep dah!" Alfiyah mengacungkan jempol.

"Tapi kan arti nama kamu juga bagus. Alfiyyah Nuril Firdaus. Seribu cahaya surga Firdaus. Kenapa nggak pake nama sendiri aja buat nama pena?"

Lagi-lagi Alvie menggeleng. "Keduanya memang sama-sama bagus. Tapi ada satu doa lain dibalik nama itu?"

"Apa?"

"Aku berharap jodohku nanti bernama Faqih atau seseorang yang memiliki karakter dari nama itu."

Seketika Azzahra tepuk jidat mendengar impian konyol teman satu asramanya itu. "Dasar tukang ngayal. Nggak usah konyol deh." Ledeknya mencibir.

"Setiap nama adalah doa," selorohnya tertawa.

Azzahra memutar bola mata jengah. "Terserah kamu aja deh!" Tukasnya mengalah.

Alfiyah tidak peduli orang berkata apa dengan impiannya yang selalu berbeda dari siapapun. Memang kadangkala terdengar konyol dan mustahil. Hanya saja siapa yang bisa mencegah Kaf dan Nun Allah? Manusia hanya bisa berencana, terwujud tidaknya hanya Allah yang Maha menguasai.

Beberapa waktu sejak percakapan itu, Alfiyah mimpi bertemu dengan sosok pemuda di suatu jalan. Dia seperti kesasar dan bertanya pada seseorang yang sedang berjalan ke arahnya.

Mimpi terkadang memang menimbulkan tanda tanya. Sebagian besar bisa diingat ketika terbangun. Sebagian lagi lenyap tak tersisa.

Pemuda dengan busana sarung hijau, baju dan kopyah putih mendekatinya. Samar-samar dia melihat wajah tampan tersenyum manis.

Tak lama ia membuka suara, "Aku Ali Shihab. Vocalis Bangkalan." Ucapnya dengan suara pelan.

Hanya sepenggal kalimat itu yang mampu diingat sesaat setelah rowan dan akal kembali ke tubuhnya.


◇◇◇◇◇☆☆☆◇◇◇◇◇
☆☆☆◇◇☆☆☆


Bismillah tawakkalna Alallah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bismillah tawakkalna Alallah.

Alhamdulillah project #Ramadhanberkarya WritingProjectAE publish hari ini.

Mohon doa dan dukungannya ya Sahabat Fillah Alvie semua. Semoga kisah SANTRI BIKANAFILLAH alias KAFI ini menjadi salah satu Dakwah Bil Hikmah untuk kita sekalian. 😊

Bab I Insya Allah entar sore ya 😊


SENIN
22 Sya'ban 1442 H
05 April 2021 M

Santri Bikanafillah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang