Seperti fajar di langit subuh
Doa yang terangkat akan sampai di lauhil mahfudz
Mengantarkan metamorfosis asa
Bersampai pada jiwa yang telah suci
◇◇☆◇◇Babak baru telah dimulai. Alfiyah Nuril Firdaus yang masa kecil dan remajanya menuntut ilmu di pesantren untuk pertama kalinya menjejakkan kaki di luar aturan pondok. Bulan syawal, saat seharusnya santri kembali aktif mengikuti seabrek kegiatan pesantren dia justru menghadap pengasuh. Menyatakan izin resmi boyong.
"Duh, Al. Sayang sekali sekali kamu boyong. Nanti yang mau nyapu pesantren siapa?"
"Tidak eman kamu boyong sekarang. Masih belum 10 tahun loh."
"Aduh, Nak. Eman sekali kamu boyong,"
"Ella rapah. Tak usah ambu setiah. Eman, Al. Degik sapah se nyapoennah lorong?"
Kata-kata itu berasal dari para Nyai sepuh yang sudah mulai mengenalnya lantaran menjadi tukang sapu pesantren. Pun salah satu santri senior yang sering membantu kesibukan di dhalem.
Jika saja bisa ingin sekali menggenapkan 10 tahun pengabdian. Hanya saja ada keluarga yang sangat membutuhkan tenaganya. Ada dua adik yang harus menyelesaikan pendidikan di bidang masing-masing. Keputusannya memilih boyong adalah solusi yang sangat tepat.
"Anaknya masih belum mau belajar, Dek?" Tanya salah satu wali murid baru melihat Alfan berada di pangkuan Alfiyab sedari masuk kelas.
"Adek saya, Bi. Bukan anak." Koreksi Alfiyah mengusap punggung sang adik yang masih sangat pemalu.
"Iya, tah. Saya kira anaknya."
"Bukan." Selanya nyengir lucu.
Sejak hari itu dia memang sering disalah kira. Orang-orang yang belum kenal menyangka Alfan adalah anaknya. Bukan adik yang dia jaga di sekolah TK. Karena usianya terpaut 13 tahun dengan sang adik.
Saat jam istirahat, Alfiyah mengantarkan sarapan untuk Afiqah. Jika berangkat sekolah lebih pagi, nasi bungkus yang dia buat sendiri akan langsung diantarkan sebelum bel masuk berbunyi. Jika tidak nututi, pada jam istirahat TK dia berangkat ke asrama melalui pintu utara.
"Sepi bener. Pada kemana?" Seloroh Alfiyah ketika masuk ke asrama hanya menemukan Azzahra selonjoran kaki makan krupuk.
"Pada sekolah semua. Veli sama Desty lagi mandi." Jelasnya meminta Alfiyah duduk di pojok rumpi.
Gadis yang masih menuntun tangan kecil sang adik menolak. Dia harus kembali ke gedung TK yang berada paling ujung lapangan pesantren. Sebentar lagi kelas akan dimulai kembali.
"Belum masuk, Bi?" Tanya Alfiyah memarkir motor beat di bawah pohon mangga. Menghampiri salah satu ibu murid TK A yang ikut bersantai di depan kelas.
"Masih 10 menit lagi." Jawabnya ramah.
Alfiyag memanfaatkan waktu dengan mengajak adiknya ke gardu tak jauh dari kelas. Disana ada salah satu ibu murid TK yang berjualan. Sebelum duduk dia menawarkan sang adik untuk membeli jajan.
"Nggak." Tolak Alfan menggeleng. Bocah laki-laki berusia lima tahun tersebut mengeluarkan mainan dari saku seragam. Memainkannya di dekat Alfiyah yang memilih duduk di salah satu pojok gardu.
"Masih cukup kayaknya buat nonton ceramah Habib," pikirnya memeriksa jam di layar ponsel.
Dengan sekali klik, muncullah potret Habib Ahmad Al-Habsyi dengan tema kisah Dokter Hisyam yang memiliki cerita mirip dengan kisah Imam Ahmad Bin Hanbal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Santri Bikanafillah (END)
Short Story#01 in 30harimenulis (Senin,14ram1442H) #01 In 30Day (Ahad,270144H_05092021) SANTRI SERIES PART 2 #RAMADHANBERKARYA @WritingProjectAE Berawal dari mimpi mengantarkan takdir pada kenyataan. Sosok lelaki yang ditemuinya di alam bawah sadar justru dipe...