Gula-Gula Beracun

3.8K 80 13
                                    

Guys ini seriusan, ayeeem bukan mau ceramah, cuma mau cerita aja. Tapi sebelum itu diharapkan Adek2, Mba2 dan Mas2 sekalian baca dan resapi dulu materi di bawah ini, kemudian saya baru akan cerita setelah temen-temen baca materinya.

Terserah kalo kalian mau baca materinya atau nggak, soalnya materi dengan pembahasan ini saling berkaitan. So, ayem harap kalian baca semuanya sampai selesai.

Catat! Ini bukan perintah, hanya sebagai anjuran, oke?

Oke, nyok kita baca dari judul dulu...🧐

____________________________

“Sugar Daddy", Gula-Gula Beracun Budaya Liberal
27 Maret 2021 budaya liberal, sugar daddy

Penulis: Ustaz Iwan Januar

MuslimahNews.com, KELUARGA – Ada istilah yang belakangan jadi trending: “Sugar Daddy”. Ini bukan sembarang gula, tapi sebutan untuk lelaki berumur yang pacaran dengan perempuan muda.

Wanita muda yang dipacari disebut sugar baby, dan hubungan antara si om dengan perempuan muda itu disebut sugar dating.

Beda dengan pacaran biasa, karena selain memacari, para sugar daddy ini juga membiaya hidup para sugar baby mereka. Ibarat kata, pria-pria berumur ini jadi ATM buat gadis-gadis muda itu.

Kebutuhan hidup mereka dijamin; barang bermerek, ponsel mewah, jalan-jalan ke luar negeri, bahkan ada yang dikontrakkan rumah atau apartemen.

Timbal baliknya, para sugar baby ini harus menuruti keinginan sugar daddy-nya, termasuk urusan syahwat, alias berzina. Meski ada sebagian dari sugar baby ini menolak hubungan seksual, hanya sekadar teman jalan-jalan.

Sebenarnya ini bukan fenomena baru. Tahun 80-an dan 90-an juga banyak gadis-gadis muda yang “dipiara” oleh para om. Sama seperti sugar baby hari ini, hidup mereka juga ditanggung, termasuk sampai biaya sekolah atau kuliah juga. Kalau berlanjut, para sugar baby itu dijadikan istri siri oleh para sugar daddy mereka.

Memang ada yang sedikit beda antara perempuan simpanan tempo dulu, dengan fenomena sugar baby hari ini. Di antaranya soal status.

Dulu, banyak perempuan muda yang malu-malu kalau ketahuan jadi simpanan om-om. Ini kelihatannya tidak berlaku di kalangan generasi milenial atau generasi y dan z.

Perempuan muda yang lahir di tahun ’98 ke atas, justru merasa bangga bisa jadi sugar baby. Apalagi sugar daddy mereka keren, mapan, terkenal, dan pastinya royal.

Berikutnya soal motif ekonomi, kalau dulu sebagian perempuan muda mau menjadi piaraan lelaki yang seusia bapak mereka, malah ada yang lebih tua, murni karena desakan ekonomi, butuh biaya sekolah atau kuliah.

Hari ini, perempuan yang menjadi sugar baby meskipun melakukannya sama demi uang, tapi lebih untuk gaya hidup dan hidup gaya. Punya barang branded, jalan-jalan ke luar negeri, dsb.

Lha, untuk para lelaki berumur itu, mengapa mereka jadi sugar daddy, padahal mereka sudah beristri? Apalagi tindakan macam itu berisiko untuk status sosial dan karir mereka? Sebagian besar lelaki yang menjadi sugar daddy melakukannya karena kesenangan.

Sebagaimana adagium lama, godaan para lelaki adalah harta, tahta, dan wanita. Tidak sedikit para sugar daddy itu berburu gadis-gadis muda semata karena dorongan libido seksual.

Selain itu, sebagian lelaki merasa dengan menjadi sugar daddy mengangkat prestise mereka di hadapan kawan-kawannya. Di sejumlah komunitas bapak-bapak, punya sugar baby–apalagi lebih dari satu–adalah kebanggaan. Jadi, sugar daddy semacam level pria mapan dan berani.

Bukan Sugar Daddy (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang