Fireworks

857 137 5
                                    

"Tadi. Itu. Gila."

Lisa menunduk sambil memegang lututnya setelah turun dari wahana roller coaster. Dia menoleh ke orang didepannya, terpana jika wahana itu tidak mempengaruhinya sama sekali.

"Kau yakin kau manusia? Tadi itu menyeramkan. Aku hampir muntah."

"Sudah kubilang, taman bermain itu tempatku," ucap Jennie bangga. Dia ingin mengejek Lisa lebih ketika dia menyadari sesuatu yang menggantung di leher Lisa.

"Aku ga akan kesini lagi dengan ka--whoah!" Lisa mengambil beberapa langkah mundur, berpikir jika Jennie akan mencekiknya atau apapun itu. Kemudian dia sadar dimana pandangan mata Jennie.

"Kau memakai ini?" Jennie meraih liontin kupu-kupu.

"Ahh. Yeah." Lisa memalingkan pandangannya. "Aku pikir akan sia-sia jika tidak memakainya padahal kita sudah beli, kan?"

Jennie masih memainkan liontinnya. "Aku hanya pikir kalau kau tidak suka.."

"Gimana aku bisa tidak suka, ini satu-satunya suvenir dari.. liburan kita.." Lisa menggaruk lehernya.

Jennie melihat ke Lisa sejenak dan kembali ke liontin itu.

"Kau tidak suka aku memakainya?" tanya Lisa.

"Bukan begitu. Aku merasa bersalah karena tidak memakai punyaku," kata Jennie, memegang tulang selangkanya.

"Oh."

"Kalau gitu mari kita sepakat. Kita pakai kalung ini setiap hari, termasuk di kantor. Gimana?"

Lisa mengangkat satu alisnya. "Kau yakin?"

"Tentu saja. Ini bukan permintaan. Ini perintah," kata Jennie.

Lisa terkekeh pelan. "Siap, bos."

"Aku hanya berharap fansmu tidak sadar."

Wiiiiiiiii... BOOM!

Seberkas cahaya putih terang yang bersinar dilangit mencuri perhatian mereka. Diikuti oleh suara gema dari ledakan petasan. Yang muncul dilangit duluan adalah percikan sinar warna perak, memenuhi langit malam dengan garis-garis perak.

Jennie langsung menutup kedua telinganya tapi tidak bisa menahan rasa kagum dengan keindahan yang terpancar di langit itu. "Wow. Apakah mereka merayakan sesuatu hari ini?"

Lisa, yang matanya sudah menempel di langit, menarik pinggang Jennie untuk mendekat. "Bukan. Mereka selalu melakukan ini setiap akhir pekan, setiap jam 7 malam."

Pantulan cahaya terang lainnya menangkap perhatian Jennie, membuatnya mendongak ke atas. "Ini benar-benar keren, Lisa."

"Aku tahu." Lisa tersenyum. "Ini hanya akan ada selama 5 menit, pastikan kau menikmatinya selagi masih ada."

Pop! Pop! Pop!

Ssssssssss!

BOOM

BOBOOOOM

"Lihat, yang itu sangat keren." Lisa menunjuk ke atas.

Kali ini petasannya berputar dulu seperti spiral sebelum meledak, memberikan banyak warna dari merah, biru, hijau dan bahkan kuning. Beberapa dari warna itu jatuh seperti air terjun dan beberapa pecah menjadi percikan kecil.

Jennie tidak bisa berkata-kata selain menatapnya kagum. Itu saat ia mulai merasakan sesuatu di dadanya, seperti rasa hangat dan mual. Dia mencengkeramnya untuk memenangkan dirinya.

Dia melihat kebawah dan menyadari banyak orang berkumpulan untuk menonton kembang api. Beberapa berdiri diatas kursi dan perancah untuk mendapat pemandangan lebih bagus. Beberapa anak kecil digendong oleh orang tuanya. Ada juga yang memegang handphone dan kamera untuk merekamnya. Bahkan ada pasangan yang saling berpelukan sambil menonton.

Pandangannya kembali ke lengan yang memegangnya. Mata Jennie mulai menjelajahi mula Lisa, matanya masih terjebak di pertunjukan kembang api. Jennie tidak peduli dengan cahaya cantik itu lagi. Tidak setiap hari ia punya kesempatan untuk melihat Lisa dari sedekat ini tanpa khawatir ditangkap basah.

Jennie tidak mendengarkan suara kembang api lagi. Ini seperti mereka terisolasi dari tempat itu. Ia memandangi Lisa yang masih mendongak ke atas.

Matanya..

Hidungnya..

Bibirnya..

Mukanya..

Dia heran kenapa ia merasa perlu untuk melihat Lisa setiap saat.

Ledakan lain muncul di langit. Warna muka Lisa berubah dari merah ke putih, merefleksikan cahaya kembang api.

Semuanya terasa sempurna bagi Jennie. Semuanya seperti.. ajaib.

Kesadarannya kembali setelah mengingat kalau ia sudah menatap Lisa terlalu lama. Jennie melirik kebawah, sekilas melirik tangan Lisa kali ini. Ia merasa terdorong untuk memegangnya. Dia tidak pernah tahu bagaimana bisa ia begitu merindukannya sampai kesempatan untuk merasakannya lagi semalam di KTV bar.

Tanpa bicara apa-apa, Jennie dengan pelan menyelipkan jari tangannya ke sela jari Lisa.

"Ah?" Lisa menoleh ke dia dengan mukanya yang kaget.

Jennie merasa malu tapi ia sadar sudah terlalu lambat untuk menariknya kembali. Dia menyembunyikan mukanya di pundak Lisa.

"Hey. Kau bilang kita harus menikmati kembang api ini selagi masih ada, kan?" katanya.

Lisa tertawa kecil. "Ah. Iya." Ia kembali menonton pertunjukan dan menggenggam erat tangan Jennie.

Alih-alih menonton kembang api, Muka Jennie tetap bersembunyi di bahu Lisa. Yang ia harapkan sekarang hanya pertunjukan ini diperpanjang beberapa menit lagi supaya dia bisa tetap seperti ini lebih lama.

***

HERSHE - JENLISA (INDONESIAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang