Senin - 12 Februari
Suasana kantor tidak terlihat sama tanpa Lisa. Jennie melakukan kegiatannya seperti biasa dan mati kebosanan sepanjang hari.
Di sisi lain, orang-orang tampak begitu semangat menjelang hari Valentine. Mereka mendekorasi kantor dengan cupids dan hearts di seluruh tempat. Beberapa rekannya sudah mencari kado untuk pasangannya. Bahkan, Somi cerita ke Jennie kalau ia menyiapkan kado untuk Junkyu dan Lisa.
Jennie tidak keberatan, dia tahu bagaimana perasaan Lisa ke Somi.
Ada beberapa saat Jennie melihat ke arah ruangan divisi graphics, mungkin berharap ada orang tertentu yang berjalan keluar dan tersenyum kepadanya.
Matanya melirik jam dinding dan sudah jam 5:01 sore.
2 hari lagi.
***
Ketika Jennie sampai dirumah, ia melihat ibunya sedang sibuk di dapur.
"Hi, Ma. Cukup mengagetkan melihatmu pulang awal hari ini." kata Jennie sambil mencium pipi ibunya.
"Kami pulang awal karena kliennya menyelesaikan rapatnya lebih awal," jawab wanita yang lebih tua itu, melirik sekilas muka Jennie dan kembali memotong sayuran.
Jennie menaruh tasnya di atas meja dan berjalan ke kulkas untuk mengambil air dingin. "Oh. Baguslah. Apa kau mau pergi belanja atau kemana? Untuk bersantai sedikit?"
"Aku rasa itu bukan ide yang bagus saat ini. Kita akan terjebak macet karena menjelang hari Valentine."
"Aku hanya pikir kau mau, kau tahu, santai sedikit. Kau selalu sibuk dengan kerjaanmu. Mungkin kita bisa makan malam diluar?"
"Mari kita lakukan itu lain kali. Aku sedang menyiapkan makan malam kita sekarang."
Jennie menyandarkan badannya di meja dapur dan melihat punggung ibunya sambil menggoyangkan gelas di tangannya.
Sejak ayahnya meninggal, ibunya menyibukkan dirinya dengan kerjaan. Kehilangan sosok suami dan ayah, sangat berat bagi mereka berdua. Tapi Jennie tahu, ibunya lebih berat. Mereka bahkan pindah rumah karena ibunya tidak bisa berhenti menangisi ayahnya.
Meskipun ia sibuk bekerja dan berduka, ibunya tidak pernah gagal menjadi ibu bagi Jennie. Dia tumbuh dengan seorang ibu dan seorang sahabat. Tapi ada masa dimana dia bertanya-tanya apakah ibunya bahagia apa tidak.
"Ma?"
"Hmm?"
"Apa kau pernah mau punya pacar lagi?"
Ibunya berhenti memotong. "Pertanyaan apa itu?"
"Aku hanya penasaran." Jennie mengangkat kedua bahunya. "Aku tidak keberatan, kalau kau mau tahu. Aku hanya mau kau bahagia lagi."
Ibunya menaruh pisau di meja dan menoleh ke Jennie dengan senyum masam. "Kenapa, apa kau akan segera menikah dan berencana meninggalkanku sendiri?"
"Bukan. Aku hanya mau kau punya pacar. Hanya itu. Titik."
"Dan kenapa tiba-tiba kau mau aku punya pacar? Apa kau sendiri sudah punya?"
"Ugh. Kita sedang berbicara tentangmu sekarang, Ma." Jennie memutar kedua matanya, takut kalau pembicaraan ini berbuntut ke kehidupan percintaannya. "Dan aku masih single, oke?"
Wanita tua itu melipat kedua tangannya didepan dada dan menatap wajah anaknya dengan curiga.
"Apa?" tanya Jennie.
"Kau mungkin tidak mau mengatakannya tapi aku menyadari sesuatu yang berbeda denganmu akhir-akhir ini."
"Sadar gimana?"
"Hanya sedikit perubahan: sering bersenandung, bersemangat untuk pergi ke kantor, lebih sering memeriksa handphone, ditambah mood-mu anehnya seperti cerah akhir-akhir ini." Wanita itu mengusap dagu dengan jarinya. "Apakah mungkin, anak gadisku, akhirnya jatuh cinta?"
Jennie merasa gelisah mendengar pertanyaan itu. Ia mengalihkan pandangannya. "Sudah kubilang, aku masih single."
"Aku tahu. Tapi masih single bukan berarti kau tidak jatuh cinta dengan seseorang, kan?"
"Aku engga, Ma, oke? Jangan khawatir. Kau akan menjadi orang pertama yang tahu tentang itu kalau misalnya aku sudah jatuh cinta," kata Jennie membalikkan badannya untuk menaruh gelasnya.
"Kalau kau bilang begitu. Aku selalu disini kalau kau sudah siap cerita."
Ibunya kembali memotong sayuran. Jennie memanfaatkan kesempatan ini kembali ke kamarnya.
***
Saat dikamarnya, Jennie berbaring di kasur dan mengusap pelipisnya.
Ia gelisah sepanjang pembicaraan tadi karena satu-satunya orang yang muncul dikepalanya saat ibunya melemparkan berjuta pertanyaan adalah Lisa.
"Oh tidak. Ini ga mungkin."
Tidak ada gunanya lagi untuk membantah. Di satu titik, entah bagaimana, iya, dia tertarik dengan Lisa, tapi ia tidak yakin apakah ini cinta atau bukan. Ia tidak pernah suka dengan seseorang sebelumnya sehingga ia tidak bisa mengukur perasaannya sekarang. Ditambah lagi, ia merasa kalau perasaannya ke Lisa sekarang hanya rasa kagum sementara, mengingat Lisa mempunyai pesona itu untuk semua wanita.
Jennie mengambil dompetnya dan terkekeh pelan melihat foto mereka berdua di rumah hantu. Itu saat ia menyadari betapa kangennya dia dengan Lisa sekarang. Baru saja 2 hari ia terakhir melihat Lisa dan rasanya seperti tidak bicara selama bertahun-tahun.
Dia menggerakkan jarinya ke foto itu.
"Maafkan aku karena terlalu bodoh tentang ini, semua ini hal baru bagiku. Tapi kalau kau bisa menilai bagaimana perasaanku sekarang, apa yang akan kau katakan?"
Jennie menaruh kedua tangannya dikasur dan memejamkan matanya.
Ia menghela nafas. "Beritahu aku, Lisa, apa aku sudah jatuh cinta denganmu?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
HERSHE - JENLISA (INDONESIAN)
ФанфикThis story is credited to Schindlee who has supported and given me such privilege to share this brilliant story to Indonesian readers and of course Jenlisa-Chaesoo shippers! Author - Schindlee : https://www.wattpad.com/user/schindlee Original - Hers...