DASA 13

49.8K 5.6K 1.4K
                                    

"Gimana kalau gue susulin Clara aja?"

Elvan berjongkok, dia menekan rahang bawah Asa menggunakan jari telunjuk dan ibu jari. "Gue bilang gugurin itu! Jangan berani-beraninya pergi dari gue lo--"

"Kenapa? Lo takut gue gentayangin lo?" Mata Asa sudah memerah, tetapi mati-matian ia tahan agar tidak menangis.

Elvan terkekeh singkat. "Apa?!"

"Gue benci banget sama Clara waktu itu gara-gara gue liat lo sama dia, El. Gue udah kasar sama Clara, bahkan gue ngebentak dia biar dia pergi aja."

"Jangan bahas Clara--"

"Gue juga ngerasa dihantui Clara tiap hari, El. Dia bunuh diri tepat di depan mata--"

"Nggak usah bahas Clara, Anjing! Jangan coba-coba kabur dari gue juga lo--"

"EL!" sentak seseorang memasuki gedung olahraga.

"APA?!" Elvan ikut membentak sambil menoleh ke belakang.

"Ouch!" Gavin terkejut, dia mengelus dadanya yang rata. "Sans aja, Ngab! Nggak usah menggonggong gitu."

"Ada apa?!" Elvan berdiri.

"Pak Rahmat nyariin lo tadi," kilah Gavin.

"Kenapa?"

"Ya mana saya tau, saya kan Gavin bukan Pak Rahmat." Gavin mengedikkan bahunya, kemudian Elvan keluar dari pintu sisi barat.

"--tullah maksud gue," sambung Gavin menjorok pada nama 'Pak Rahmat'.

Di samping pintu gedung olahraga sisi utara, Rey menegakkan punggungnya yang semula menyandar di dinding, sementara kedua tangannya masih aman tersimpan di dalam saku celana.

Pria itu menunduk dan terkekeh ringan, menertawakan gerakan refleknya yang hampir masuk ke gedung olahraga.

"Gue ngapain coba?!" tanyanya pada diri sendiri. "Gue, gue nggak lagi peduli sama Cewek Jalang itu, kan?"

"Ah, sial!" Rey berbalik dan pergi menjauh dari tempat itu.

"Lo nggapapa?" tanya Gavin khawatir.

Asa yang masih terduduk di lantai itu menengadahkan wajah menatap Gavin. "Gue lagi mau sendiri."

"Seragam lo kotor--"

"Please!" sela Asa lebih tegas lagi.

Gavin terdiam melihat mata Asa yang berkaca-kaca, mungkin dia memang butuh waktu untuk sendiri. Gavin pun mengangguk-angguk, lantas memundurkan diri.

"Gue keluar ya, kalau ada apa-apa bisa cari gue di lapangan."

"Hm," Kepala Asa menunduk, tangannya terkepal diikuti satu bulir kristal yang mulai menetes.

***

"Kamu juga ada di sana."

Langkah Asa terhenti saat ia hendak mendekati Clara yang sedang menangis di tepi rooftop.

Tubuhnya terasa kaku saat kalimat itu mengudara. Clara tahu? Clara tahu jika saat itu Asa ada di sana? Sejak kapan?

"Kamu juga liat aku di tempat karaoke!" Clara menaikkan suaranya satu oktaf lebih tinggi.

"Claraa--" Tubuh Asa bergetar, kedua kakinya kian mundur secara perlahan. Asa ingin kabur dari tempat itu.

"Tapi kenapa?! Kenapa nggak bilang siapa-siapa?! Kenapa nggak cari bantuan?! Padahal kamu bisa, Sa!"

DASA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang