"Asa gimana?!" Elvan menghalau jalan Rey ketika cowok itu sampai di parkiran. "Asa baik-baik aja, kan?! Lo nggak jahat kan sama dia?! Lo nggak kasarin dia lagi, kan?!"
"Peduli banget lo sama bini orang."
"Jawab gue, Rey!" Elvan mencengkram jaket kulit hitam yang Rey kenakan. "Sekalinya lo kasarin dia, gue bakalan maju--"
"Ngaca! Lo juga suka main kasar ma Asa!" Rey ikut membentak. "Lo nggak ada bedanya sama gue, Njing. Bahkan lo lebih parah lagi!"
"Asa nggak ada di rumahnya? Dia ke rumah lo kan sekarang?! Lo nggak sentuh dia kan--"
Rey menarik seragam basket Elvan sehingga wajah mereka semakin dekat. "Lo udah bikin cewek baik-baik kayak Asa jadi rusak! Lo tau? Lo itu udah hancurin hidup Asa semenjak lo renggut keperawanannya, El. Nggak sadar?"
Elvan mengertak geram, tatapan tajam terpancar di kedua matanya. Sementara Rey tak kalah geram, dia juga menatap penuh benci saudara seayahnya secara gamblang.
"Udah! Udah!" lerai Gavin yang datang dari arah samping, pria dengan helm dan tas di salah satu pundaknya itu menjauhkan Rey dan Elvan.
"Kalian nggak malu apa diliatin orang-orang? Berantem mulu kerjaannya!" Ucapan Gavin membuat Rey dan Elvan sadar jika mereka sekarang sedang menjadi bahan tontonan.
Rey lah yang paling dipandang buruk, pria itu dicap sebagai pelaku kehamilan Asa dan juga perebut pacar Elvan. Sial! Gadis itu benar-benar merepotkan!
"Udah! Udah, El!" Gavin menjauhkan Elvan dari Rey karena Elvan sangat mudah marah dan meledak.
"Pulang, Rey!" pinta Gavin agar permasalahan mereka segera berakhir.
Rey menaiki motornya, kemudian pergi dari kawasan sekolah. Pikirannya semakin kacau, tekanan publik, serangan Elvan, keberadaan Asa di hidupnya, belum lagi beberapa hari ke depan akan ada tes akhir semester.
Pusing, kepala Rey seperti akan meledak. Emosi negatif di dalam dirinya mulai terkumpul sedikit demi sedikit, membuatnya semakin lelah dan ingin segera melepas amarahnya.
Motor sport yang Rey kendarai semakin cepat melesat di jalan besar, membelah beberapa kendaraan. Rey juga menerobos lampu lalu lintas, dia bahkan hampir kecelakaan karena salah memasuki jalur lawan arah.
Rey menghentikan motornya di dekat jembatan besar, jika diteruskan mungkin dia tidak akan pulang, eh, pulang sih, pulang ke rahmatullah.
"BRENGSEK!" umpat Rey pada angin.
***
Blender di dalam almari itu bergeser beberapa centi akibat dorongan dari tangan mungil seseorang. Asa mencoba berjinjit lebih tinggi lagi agar dapat meraih benda itu, dia ingin meminum jus prune.
Asa diprediksi memiliki bawaan anemia aplastik dimana terjadinya kerusakan pada sel punca di sumsum tulang sehingga produksi sel darahnya melambat.
Karena itu Asa selalu berusaha mengonsumsi sesuatu yang katanya dapat menambah darah. Entahlah, dia sudah terbiasa sejak kecil karena Liam selalu membiasakannya.
Glek! Brugh! Pyar! Klontang! Klontang!
Asa terperanjat ketika seseorang memasuki rumah. Karena hilang keseimbangan, ia terjatuh dari kursi yang ia naiki sehingga blender yang berhasil ia ambil setengah itu terjatuh menghantam meja, lalu membuat beberapa piring ikut berjatuhan di lantai.
Asa tersungkur di lantai bersama pecahan piring yang menyebar ke sembarang arah, matanya berkaca-kaca karena merasa tertekan sejak pindah ke rumah Rey.
Semesta seolah sedang mempersulit hidupnya, Asa ingin sekali memeluk Papanya lagi. Asa tidak memiliki sandaran di sini, meskipun Tante Nisha baik, dia tetap saja merasa sungkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DASA (END)
Romance[COMPLETED] PART MASIH LENGKAP FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA ⚠️ R-16, Selfharm, Sex, Drunk, Violence, Suicide (Harap bijak dalam membaca) Dasa, jika dibaca dari belakang maka kamu akan melihat kata a sad. Iya, sebuah kesedihan. Andhira Dasa Tanaka ad...