"Lo emang udah nggak normal dari awal! Diri sendiri aja lo sakitin, gimana orang lain coba?!"
Kalimat menyakitkan Rey tadi siang kembali mengudara di rungu Asa. Perlahan, tangan kanannya mulai mengusap lengan kirinya secara kasar, berharap semua bekas luka itu akan menghilang detik ini juga.
"Lo udah bunuh Clara! Nggak seharusnya lo hidup normal seolah nggak ada yang terjadi! Olimpiade? Lo hidup sekarang aja udah nggak pantes, apa lagi sampai ikut olimpiade?"
Asa semakin agresif mengusap lengannya hingga menimbulkan bekas kemerahan karena gesekan yang cukup kuat, lalu berhenti.
"Clara mati gara-gara lo, harusnya lo yang dibully, harusnya lo yang mati, Jalang!"
Dibully? Iya, Clara adalah korban bullying satu sekolah.
Alasannya? Memang benar kata Rey tadi, Clara dibully karena Asa. Maka, kematian Clara juga karena Asa.
Gadis itu melompat dari rooftop lantai tujuh saat jam istirahat, saat sekolah sedang ramai-ramainya dengan anak Cassy yang sedang menikmati makan siangnya.
Seolah sedang memberi peringatan pada sekolah agar lebih perhatian dengan muridnya.
Seolah sedang memprotes pada siswa-siswi lainnya untuk lebih peduli dengan sesama.
Dan, sebagai bentuk unjuk rasa tentang aksi pembullyan?
Entahlah, Asa bahkan tidak mengerti pola pikir Clara hari itu.
Clara memang tidak langsung meninggal pada hari itu juga, dia sempat diopname di rumah sakit selama berhari-hari.
Sebelum akhirnya meninggal karena kerusakan tulang, kehabisan darah, dan cacat permanen.
Lalu, sejak insiden itu. Sekolah baru memulai aksi pencegahan dan membuat program anti bullying.
Kenapa nggak dari dulu? Kenapa harus memakan korban terlebih dahulu, baru mereka mau bertindak?
Gadis dengan sweater biru yang selalu menyelimuti tubuhnya itu menatap loker besar yang berada di lorong lantai dua. Di sana, terdapat beberapa bunga yang menempel dan terlihat layu termakan waktu.
Asa mengambil bunga layu tadi, dan menggantinya dengan setangkai bunga anyelir putih yang terlihat masih segar. Ia kembali menempelkannya di loker bekas milik Clara, tepat di samping foto gadis berambut sebahu itu.
Foto itu, foto pertama kali yang Asa jepret ketika mereka memasuki sekolah ini. Tentu dengan paksaan lembut Clara, gadis itu bahkan memaksa Asa untuk foto bersama menggunakan kamera polaroid.
Satu kenangan yang sangat sulit terlupakan. Saat itu, senyum Clara benar-benar sangat menghangatkan.
"Gimana, Ra? Udah nggak terluka lagi?" tanya Asa membelai lembut foto yang menempel di pintu loker.
Meski sudah beberapa bulan berlalu, kepergian Clara masih terasa sangat mendadak bagi Asa.
"Kamu tau, Ra? Bunuh diri tidak mengakhiri luka, melainkan hanya memindahkannya pada orang lain. Dan aku jadi orang yang paling terluka atas kepergian kamu, Ra."
Berkali-kali Asa berpikir.
Bagaimana jika hari itu, dia lebih memerhatikan Clara?
KAMU SEDANG MEMBACA
DASA (END)
Romance[COMPLETED] PART MASIH LENGKAP FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA ⚠️ R-16, Selfharm, Sex, Drunk, Violence, Suicide (Harap bijak dalam membaca) Dasa, jika dibaca dari belakang maka kamu akan melihat kata a sad. Iya, sebuah kesedihan. Andhira Dasa Tanaka ad...