DASA 40

53.3K 6.4K 7.3K
                                    

Rey duduk di ruang tunggu klinik psikiatri, Asa sedang private bersama dokternya. Entah apa yang sedang mereka bicara, Rey hanya bisa melihatnya dari kaca berukuran kecil di pintu masuk.

Beberapa menit kemudian, Asa keluar dari ruang konsultasi. Sekertaris Bu Nita memanggil wali Asa, dan menyuruh Rey masuk bergantian dengan Asa.

Rey duduk di depan meja kerja Bu Nita, mereka mengobrol lebih mendalam tentang Asa. "Asa sudah memasuki tahap kecanduan selfinjury...,"

"Dia mungkin tidak hanya menggores kulitnya, bisa saja membakar, menarik rambutnya dengan keras, membenturkan diri ke dinding, bahkan merencanakan kecelakaan."

"Kita masih tidak tahu hal spesifik apa yang dapat memicunya melakukan hal seperti itu. Bisa karena rasa kesal, marah, cemburu, tertekan, kesepian...,"

"Atau bahkan saat pikirannya kosong dan tidak tahu ingin melakukan apa, dia justru memilih melukai dirinya sendiri sebagai pengisi waktu luang karena dia merasa nyaman dengan hal itu."

Rey ternganga kecil, terlalu sulit menerima kenyataan itu. Matanya memerah, tetapi dia terus berusaha agar air matanya tidak turun. "Lalu, apa yang harus saya lakukan?"

"Pelaku selfinjury tidak boleh sendirian, mereka cenderung menyakiti diri sendiri ketika tidak ada seseorang di sisinya."

"Saran saya, Anda bisa mencari seseorang untuk menemani Asa. Tidak harus 24 jam, cukup saat Anda sibuk dan terpaksa meninggalkan Asa sendiri."

"Karena di tahap ini, dia sangat memerlukan pengalihan. Harus ada seseorang yang menemaninya dan membuatnya sibuk sehingga tidak memiliki waktu untuk melukai diri sendiri...."

Rey keluar setelah selesai mengobrol dengan Bu Nita, dia menatap Asa yang sedang duduk melamun di kursi tunggu. "Asa!"

Asa memutar kepalanya ke tempat Rey berdiri bersama senyum lebarnya. Rey menghirup ingusnya, sambil menyeka air matanya. Cengeng sekali ya Anak Buna.

Rey memasang wajah ceria agar Asa tidak murung, dia ingin terlihat bahagia di depan Asa. "Ayok kencan."

Rey menggenggam tangan Asa dan menariknya keluar dari bangunan bertingkat tiga dengan banyak kaca.

Rey membuka kunci mobil, membukakan pintu untuk Asa, kemudian melindungi kepala Asa saat gadis itu memasuki mobilnya.

Rey memutari body mobil depan dan duduk di kursi pengemudi. Rey menyalakan mobil sambil menarik tangan Asa untuk digenggam.

"Sekarang, mau kemana dulu?" Rey melebarkan senyumnya hingga sederet giginya terlihat.

"Nonton?" Asa membulatkan matanya, menunjukkan puppy eyes.

"Hayu berangkat!" Rey melajukan mobilnya keluar area klinik psikiater ternama itu.

Karena hari ini weekend, Rey dan Asa terpaksa terjebak macet di jalan besar. Waktu berlalu dan hanya lagu di radio yang mengisi kekosongan mobil itu.

"Sa?" Rey berusaha membunuh keheningan. "Hm?"

"Rey cariin temen ya?"

"Maksudnya?"

"Temen buat Asa, temen yang bisa nemenin Asa kalau lagi Rey tinggal."

DASA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang