DASA 15

53.4K 5.9K 1.9K
                                    

"ASA!" sentak Liam menghentikan putrinya. "ASA SADAR!"

Asa menyentakkan tangan Sang Papa, sangat kasar. "Ini semua salah Papa! Kalau Papa nggak kurung Asa dan suruh Asa belajar tiap detik, Asa nggak bakalan jadi kayak gini!"

"Papa tau apa soal Asa?! Di sekolah, Asa nggak punya temen karena sibuk belajar! Asa nggak bisa bersosialisasi sama orang-orang karena nggak pernah punya waktu buat itu! Sifat Asa nggak ada yang bagus! Yang Asa tau cuma belajar! Belajar! Belajar! Belajar! Dan belajar!"

"Buat apa Asa dapetin semua medali, semua sertifikat nggak jelas itu, kalau pada akhirnya Asa kayak gini, Pah? Liat!" Asa memperlihatkan pergelangan tangannya yang dipenuhi luka. "Asa benci sendiri liat ini, Pah. Asa tertekan."

"Terus, sekarang salah Asa apa, Pah?! Asa cuma pengen bahagia! Asa pengen bersosialisasi! Asa juga perlu ngerasa seneng--"

Liam menekan bahu Asa. "MAIN SEX BUKAN CARA MEMBAHAGIAKAN DIRI, ASA!"

"KENAPA?! PAPA JUGA GITU KAN SAMA BUNDA?! KALIAN JUGA MAIN SEX WAKTU SMA, KAN?! MAKANYA BUNDA MATI KARENA HAMIL MUDA--"

PLAK! Teriakan Asa berhenti karena tamparan yang begitu keras dari Sang Papa, bekas merah terlihat sangat tebal di pipinya.

Mata Asa bahkan ikut memerah, seperti ada darah yang menggumpal di sudut bola mata. Asa berusaha mati-matian agar cairan kristal itu tidak mengalir deras, tetapi percuma saja karena detik itu juga tangisnya pecah seketika.

Rasanya benar-benar sakit, bukan tamparan Sang Papa, melainkan tatapan Papanya sendiri yang sirat akan kebencian.

"Keluar dari rumah saya!" pinta Liam pelan, namun penuh penekanan.

Bibir Asa bergetar, sungguh kalimat terakhir yang dia lontarkan adalah kata-kata refleks. Asa sangat menyesal karena menyinggung mendiang bundanya.

"Pah, Asa minta maaf--"

"KELUAR DARI RUMAH SAYA!" ulang Liam menghunus tatapan tajam.

Hati Asa seperti sedang disayat berkali-kali, tatapan kecewa dari Papanya lebih menyakitkan daripada tatapan marah yang sudah biasa Asa lihat.

Asa mundur mendekati pintu, dia pun mulai berlari keluar dari rumahnya.

***

"Cewek yang ada di video itu bukan Asa, Rey. Itu yang perlu lo percayai." Ucapan Gavin terngiang seperti bisikan setan.

Rey melempar pantatnya ke bibir ranjang, handuk kecil menggelantung di lehernya. Sesekali Rey akan mengusap-usap rambutnya yang basah dengan handuk putih itu.

Bukan Asa? Sepertinya Rey kurang percaya! Rey melihat Asa membuang sweater nothing ungu itu secara tergesa-gesa.

Sore itu...

Asa keluar dari minimarket dengan kantung belanjaan di tangannya, dia baru saja membeli beberapa camilan, roti, susu kotak, dan pembalut.

Gadis itu berjalan menyusuri jalan sepi. Tepat saat mendekati gang kecil, tiba-tiba sebuah tangan panjang menariknya masuk ke dalam.

DASA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang