Empat tahun lalu, Gema Bimana ditinggalkan oleh cinta pertamanya. Suatu hari dia mendapatkan sebuah pesan dari orang itu. Tanpa sapaan, tanpa menanyakan kabar, tanpa basa-basi, orang itu datang kembali seperti hujan yang tak sama sekali diramalkan...
Luca tak bicara sama sekali sepanjang perjalanan dari Roma ke Milan. Dia hanya tertidur (atau pura-pura tidur) di pundakku, sementara aku hanya bisa melihat pemandangan yang berkelebatan dari jendela kereta. Sesampainya di apartemennya pun Luca tak juga bicara. Dia menggeletakan tasnya begitu saja, pergi ke kamar, naik ke atas kasur lalu menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Aku pergi ke luar membeli roti, kemudian aku masak sup sederhana yang mungkin rasanya tak enak. Kutinggalkan sup itu dan kado natalku untuknya di depan pintu kamar.
"Aku pulang dulu ya? Nanti aku kesini lagi! Ada kado natal dan sup di depan pintu, makanlah! Kita belum makan dari tadi!"
Aku pulang ke rumah dengan pikiran yang khawatir, tak seharusnya aku meninggalkan dia dalam keadaan seperti itu. Tapi ada beberapa urusan yang harus segera aku selesaikan, mumpung belum terlalu sore. Alih-alih, aku kirim pesan pada Fede menjelaskan teng situasi ini siapa tau Fede bisa datang ke rumah Luca dan mengurusnya untuk sementara.
Ketika aku kembal, ke rumah Luca sore harinya, tak ada tanda kemunculan Fede di sana. Tapi tak ada juga tanda-tanda keberadaan Luca. Tapi aku merasa cukup lega, karena mangkuk sup yang kutinggalkan tadi sudah kosong. Itulah salah satu sifat Luca yang aku sukai, karena betapapun moodynya dia, Luca selalu mengapresiasi hal sekecil apapun yang aku lakukan. Luca meninggalkan pesan yang ditulisna pada sebuah sticky note dan menempelkannya ke mangkuk itu.
'Maafin aku. Ga seharusnya keadaanku mempengaruhi kamu, aku janji ga akan ulangi lagi. Supnya lumayan, meskipun aga asin. Makasih banyak. Aku harus kerja selama 36 Jam untuk menggantikan shiftku di malam Natal (ini yang aku maksud dengan "jadwalku udah aku urus" kemarin). Ga usah terlalu khawatir, be a good boy dan tolong rindukan aku.'
Ada sesuatu yang janggal. Aku merindukannya. Aku benar-benar merindukannya.
Fede datang tak lama kemudian, dengan membawa sekeresek besar belanjaan.
"Ada apa? Aku buru-buru nyari kereta tercepat dan lihat apa yang Nonna suruh aku bawa?"
"Dia tak ada, dia pergi."
"Maksud kamu apa dia pergi?"
"Dia pergi kerja, 36 hours shift."
"Oh, aku kira dia ngilang! Jadi, aku sia-sia datang kesini gitu?"
"Ya ga juga, bisa temenin aku lah!"
"Jadi kapan dia pulang? 3 hari yang akan datang? Aku ga bisa lama-lama di sini!"
"Engga, 36 jam. Dia balik lusa pagi."
"Uuuh, you know him so well!"
"Stop it!"
Setelah makan malam, aku dan Fede memutuskan untuk menonton The Notebook (atas permintaan Fede, dan dia nangis sendiri di pojokan), dilanjut La La Land. Aku juga heran kenapa dia suka film begituan, tapi aku ga bisa protes karena dia udah datang jauh-jauh. Fede akhirnya ketiduran. Menjelang jam satu, Luca mengirimi aku pesan menanyakan apakah aku masih terjaga. Aku jawab iya, dan Fede ada di sisiku mendengkur. Aku lupa memberi tau kedatangan Fede, jadi aku fotokan Fede yang sedang tertidur tergulung selimut tebal di sofa. Nampaknya itu menjadi suatu kesalahan besar, karena Luca meminta jantung setelah diberi hati. Dan aku menyesal.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.