A day in the life

358 53 6
                                        


Hidup bersama Gema terasa seperti rutin. Sebuah rutin penuh dengan kejutan dan aku tak sama sekali keberatan. Kami memiliki kamar masing-masing tetapi dua kamar itu tak digunakan  sebagian besar waktu, karena kami berdua selalu punya alasan untuk 'ketiduran' bersama di ruang tamu. Entah berapa kali kami menonton Harry Potter dari awal, dan terobsesinya dia akan Digimon yang menurutku sangat manis.

Selain Harry Potter dan Digimon, Gema akan memaksaku duduk untuk menonton film-film sedih yang aku pikir sungguhlah bodoh. Tapi tempo hari Gema memergokiku meneteskan air mata menonton film-film itu.

"What? I told you it's stupid!" Ujarku sambil mengelap air mata dengan sehelai tisu dan bersembunyi dibawah selimut. Dia tak berhenti mencemoohku sepanjang minggu.

Di waktu yang lain, Gema bakal bantu aku belajar. Dia akan berpura-pura menjadi pasien dari buku kasus yang aku berikan. Tapi dia sangat-sangat buruk dalam ber-acting, yang membuatku malah tak bisa menahan tawa bukannya serius belajar.

"Kamu belum tidur?" tanyaku lewat telepon, di hari aku sedang bertugas malam.

"Ga bisa tidur..."

"Makanya aku telpon, tau kalo kamu kayaknya gakan bisa tidur tanpa aku mulai sekarang. Ruang tamu kecil itu kerasa luas banget sekarang, no?"

Gema tak menjawab.

Hal yang paling aku tak suka. Bukan karena aku marah padanya, tapi ketika dia tak menjawab seperti itu, apalagi lewat telepon, aku merasa melakukan suatu kesalahan.

"Liat ke luar, liat bulan itu kan? Kita lagi mandangin bulan yang sama loh."

Tut.

Dia mematikan teleponnya. DIA MEMATIKAN TELEPONNYA?

Sekitar sepuluh menit kemudian telepon genggamku berdering. Sebua panggilan video dari Gema? Ada apa?

"Hey, whats up?"

"Nothing."

"Nothing? Kamu video ga pernah vido call, dan sekalinya video call kamu bilang nothing? Kamu ga kenapa-kenapa kan di rumah?"

"Tadi aku muntah dikit."

"Muntah kenapa? Kamu sakit? Mau ke sini?"

"Engga. Aku muntah karena ada orang yang nyuruh aku ngeliat bulan. Ga tahan, langsung mual."

"Oh. My. God. Aku di sini khawatir ternyata kamu video call cuman mau ngejek? Tunggu bentar deh, kamu ko keliatan rapi tengah malam gini?"

Dia terlihat kaget. Mengusap-usap rambut dan merapikan bajunya.

"Engga ko, aku emang kaya gini kalo di rumah."

"Kita serumah. Kamu definitely ga kaya gitu kalo di rumah. Pantesan aja kamu ga bales dan tiba-tiba matiin telpon tadi. Kamu rapi-rapi dulu gitu sebelum vedeo call aku?"

"Ih apaan!"

Wajahnya memerah. How cute. 

Aku hanya tertawa puas melihat ekspresinya.

"Beside, you called me. Bukannya kamu telpon karena kamu kangen aku?" Shit. He got me. "Jadi ya aku pikir kalo kamu kangen aku sekalian aja aku video call." Gema sama sekali tak memandangku ketika mengatakan semua itu. Hatiku terenyuh.

I cant do this. I cant just be friends with this guy. I cant. How can I not fall in love with this man?

"I got a patient." I lied. "Sekarang udah liat wajah kamu aku puas, bisa kerja dengan santai. Kamu tidur gih. I'll see you tomorrow?"

KintsukuroiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang