Sudah berapa lama cerita ini terhenti?
Kalau kalian bertanya kenapa ceritanya terhenti, aku tak punya alasan istimewa. Aku baik-baik saja, hanya saja pada kenyataannya aku tak memiliki sesuatu untuk diceritakan. Aku sempat berjanji pada diriku sendiri kalau aku akan kembali menceritakan kehidupan bodohku ini ketika aku punya sesuatu untuk diceritakan, ketika aku bertemu kembali dengan Ragil. Tapi, hal itu tak pernah terjadi. Karena aku belum juga bertemu dengan Ragil. Setidaknya sampai kemarin.
Entah apa yang menghalangiku tapi ini sudah empat minggu. Four fucking weeks! Dan kalian tau bagaimana aku menghabiskan empat minggu itu? Sebuah perang terjadi di kepalaku, setiap saat. Kenapa aku kembali, kenapa aku meninggalkan studiku, kenapa aku meninggalkan Luca, apakah aku melakukan hal yang benar, apa ekspektasiku, bagaimana kalau semua ini tidak seperti yang aku bayangkan, bagaimana kalau kembalinya aku merupakan hal yang sia-sia? Ketika hal itu terjadi apa yang akan aku lakukan?
Selain pertengkaran dalam pikiranku, ibuku tak membuat keadaan samasekali membaik. Dia tak berhenti-berhentinya menceramahiku, bahwa keputusanku bodoh, hanya demi seorang pria? Dan Ibu tak berhenti menceramahiku tentang hari-hari dimana meeting keluarga dihabiskan olehku yang bisu, atau berurai air mata (mataku berair, tapi aku tak menangis , sumpah!) ketika pria itu, pria yang hendak kutemui, meninggalkanku. Aku putuskan untuk meninggalkan rumah itu, dan tinggal dengan diriku sendiri.
Entah gila atau apa, aku sudah beberapa kali mengajaknya bertemu tapi kemudian membatalkannya. Aku akan menghapus kembali pesan yang sudah aku tulis, atau ketika aku sudah mengirimkannya aku akan unsend pesan tersebut. Bahkan suatu hari, aku sudah mandi, sudah siap, tapi kemudian perang itu pecah lagi membuatku melepas seluruh pakaianku, telanjang dan kembali ke bawah selimut meringkuk dengan segala pikiran buruk.
Sekitar setahun setelah Ragil meninggalkanku aku memiliki beberapa ide tentang bagaimana kami akan bertemu kembali, bagaimana kejadian itu akan terurai, suasananya, perasaannya, aku pernah percaya bahwa takdir akan mempertemukan kami kembali, bahwa dia akan pulang pada rumahnya, dia akan pulang padaku.
Setelah menunda hampir empat minggu penuh beberapa jam lalu akhirnya aku mengiyakan ajakan Ragil untuk bertemu.
Paris Van Java, jam 3 ya. Tulisku singkat padanya.
- Kenapa PVJ?
Deket ke kosan.
- Oh, kamu kos deket situ sekarang... Kenapa ga tinggal sama ibu aja?
Aku mengabaikan pesan itu. Aku sudah berjanji, ketika kami bertemu ada batas-batas yang harus jelas, batas-batas yang tidak boleh kami lewati, dan saat ini cerita tentang keluargaku ada di batas yang tak boleh ia lewati. Satu jam sebelum rendezvous, seakan tak mengijinkan, langit menumpahkan hujan deras begitu saja ke seluruh Bandung. Aku memandang ke luar jendela dan terkekeh. Bodoh. Aku mengumpat pada diri sendiri.
Bagaimana bisa aku pernah berpikir bahwa ketika aku bertemu kembali dengan Ragil, langit akan biru tak berawan. Matahari akan bersinar hangat, dengan bunga-bunga bermekaran, burung-burung bernyanyi, dan semua orang berdansa pada sebuah musik yang tak bisa didengar sambil bersenandung?
Tentu saja akan ada hujan besar dengan petir yang membelah langit dan banjir di seluruh kota.
Hujan besar, batalin aja gitu ya? Tulisku.
- NO! IVE WAITED TOO LONG FOR THIS!
Ragil membalas dengan kecepatan cahaya. Entah kenapa, pesannya itu mematik api di dadaku.
AND YOU THOUGHT I DIDNT? I. WAITED. LONGER. AND WHOSE FAULT IS THAT?
seen at 14:12
Aku hapus pesan itu. Dia tak menulis apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kintsukuroi
RomanceEmpat tahun lalu, Gema Bimana ditinggalkan oleh cinta pertamanya. Suatu hari dia mendapatkan sebuah pesan dari orang itu. Tanpa sapaan, tanpa menanyakan kabar, tanpa basa-basi, orang itu datang kembali seperti hujan yang tak sama sekali diramalkan...