WYA? | Ha Yoonbin (6)

65 17 4
                                    

Happy Reading!

< 6. Flower path >

Naya POV

"Nay, jangan sedih ya. Yoonbin ga suka kalo Naya sedih. Naya harus selalu bahagia, biar aku pergi-nya tenang. Yoonbin sayang kamu. Sayang banget. Pokoknya kamu harus hidup bahagia! Pake jantung aku dengan baik ya. Dijaga. Ga usah malah nyusul aku pake cara bunuh dirilah, apalah.

Kamu ga boleh sedih, Nay. Masih ada Junkyu. Dia juga sayang banget sama Naya. Atau mungkin rasa sayangnya ke kamu lebih besar daripada rasa sayangku ke kamu? Yaudah, dah ya, jangan mikirin aku terus. Aku pergi dulu. 

Goodbye road, Nay. Ily.

---Ha Yoonbin ganteng."

Aku tergugu setelah membaca surat perpisahan dari Yoonbin. 

Tiga minggu yang lalu, aku kontrol ke Rumah Sakit untuk cek kondisi jantungku yang lemah ini. Iya, hari dimana aku pulang dari rumah Yoonbin. Saat disana, tiba-tiba kondisiku drop. Akhirnya aku langsung dirawat disana. Memang, sejak kecil aku memiliki penyakit jantung. Tetapi aku berusaha tidak peduli. Aku berusaha ceria dibalik penyakitku itu. 

Dan ternyata penyakitku bertambah parah. Jantungku bocor, dan harus segera diganti. Bunda frustasi melihat keadaan anaknya yang seperti itu. Akhirnya Yoonbin sangat-sangat berbaik hati mendonorkan jantungnya untukku. 

Untuk sahabat yang sangat disayanginya. 

Sebelum operasi, Yoonbin menulis surat perpisahan itu. Dia menjalani operasi donor jantung, dan ya, dia pergi selamanya dari dunia ini. Seminggu sebelum aku pulang kerumah, keluarga Ha segera pindah ke Australia membawa jasad Yoonbin dan memakamkannya disana. 

"Pantas saja rumahnya kosong melompong. Ternyata emang beneran pergi." Batinku seraya tertawa getir. 

Aku meremas surat itu kemudian terisak. 

"Ternyata emang beneran pergi ya? Kenapa?" 

Aku menenggelamkan wajahku di bantal ruang inap dan menangis terisak. 










"Naya juga sayang Ben. Sayang banget. Dadah Ben, semoga tenang disana. Ilyt."

---




















































































4 tahun kemudian...

"Ben...? Apa kabar?" Tanyaku lembut ketika menatap pusara Yoonbin didepanku. Ditanganku terdapat sekuntum bunga edelweiss. Aku jongkok disamping pusaranya dan menaruh bunga itu disana. Aku tersenyum tipis. Berusaha meyakini jika ia sudah tenang disana. Dan aku tidak boleh mengacaukan ketenangannya. 

Air mataku tiba-tiba berlinang. Hidungku mulai tersumbat. Tenggorokanku tercekat. Dadaku sesak. Bahuku berguncang. Dan akhirnya, aku menangis terisak seraya memeluk pusaranya yang berada di Australia itu. 

"Hiks hiks hiks... Yoonbin... kangen huhuu... hiks," isakku pada pusara Yoonbin. Suasana lengang. Hanya terdengar suara isak tangisku didalam pemakaman itu. Angin berhembus pelan. Memainkan rambut panjangku yang ikut terkena terpaan angin. Mataku memanas karena air mataku tak bisa dihentikan.

Kalau aku ditanya bagaimana perasaanku ditinggal Yoonbin, sahabatku sejak kecil, dan penyebab kematiannya adalah karenaku, maka apa jawabanku? 

Tentu saja aku masih tidak terima. Aku benar-benar tidak terima, karena seharusnya yang meninggal adalah aku. Bukan dia. Aku benar-benar merasa benci pada diriku sendiri. Benci sekali. Mengapa aku membuat takdir hidup orang menjadi buruk?

Tetapi, aku harus sadar. Masih ada keluarganya yang sangat terpukul karena kepergiannya. Seharusnya aku mengerti perasaan mereka. Aku tidak boleh egois. Yoonbin menyerahkan jantungnya padaku, dan aku harus menerimanya dengan baik. Aku tidak boleh mengecewakannya serta keluarganya. Aku tidak boleh egois. Aku harus menerimanya dengan lapang dada. Bersyukur. Itulah yang seharusnya aku lakukan. 


"Naya!" Teriak seseorang terkejut melihat keadaanku dari belakang. Ia segera menaruh asal kandang koala barunya ditanah dan segera berlari mendekatiku. Hug! Aku merasa tubuhku dipeluk seseorang dari belakang. Tubuhku gemetar. Bahuku berguncang. Air mataku mengalir dengan deras. 

"Huaaa, Junkyu... hiks, kangen Yoonbin... kangen Yoonbin... hiks," isakku seraya memutar balik tubuhku menghadapnya. Tanganku balas memeluknya erat. Aku menenggelamkan kepalaku di pundaknya yang lebar. Rasa nyaman dari pelukan Junkyu membuatku merasa tidak terlalu frustasi akan kepergian Yoonbin. 

Junkyu mengangguk. Tangannya mengelus kepalaku lembut. Lengang. Tak ada yang mengeluarkan suara sedikitpun. Palingan hanya suara isak tangisku. Dia memelukku hingga merasa perasaanku membaik. 

"Naya, ikhlasin ya? Udah, jangan benci sama diri kamu sendiri. Ini bukan salah kamu maupun Yoonbin. Ini bukan salah siapa-siapa. Ini emang udah takdir. Yoonbin ga suka lho kalo kamu nangis terus gara-gara dia, ya?" ucap Junkyu dengan sangat lembut. Aku menghela napas kemudian mengangguk pelan.

Junkyu tersenyum dan ia menatapku lembut. "Dah yuk, kita jalan-jalan. Aku mau beli makanan buat si Najoon, koala baru aku. Kamu mau es krim?" Tanyanya seraya menunjuk kandang koalanya yang ia tinggal jauh dari kami. Aku tertawa pelan kemudian mengangguk. Senyum Junkyu bertambah lebar. 

Kami pun balik ke mobil dan bersiap menuju kota. Tidak lupa ada kandang Najoon dikursi bagian tengah mobil, sudah Junkyu taruh dengan rapi.

Aku tersenyum menatap kearah pusara Yoonbin. "Bin, do'ain semoga aku kuat hidup disini ya. Dadah." 

---

T H E    E N D

A/n:

Jadi si Naya pergi ke Australia bareng si Junkyu ya. Si Naya pergi duluan ke makamnya, sedangkan Junkyu pergi ke pet shop buat urusin koalanya

NAJOON (NAJUN) : NAyaJUNkyu :)

sedihnya nasib junkyu... 

Sampai jumpa di bab cerita baru selanjutnya!

Don't forget to click VOTE and comment! Thank you!

Goodbye Road ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang