Die | Park Jihoon (3)

72 12 0
                                    

Happy Reading!

< 3. The Last Day > 

---

Jihan POV

"Jihan!! Bagi mie!!" Teriak Jihoon seraya berlari menghampiriku. Tangannya bersiap mengambil piring berisi mie goreng milikku. 

Aku menatapnya sinis kemudian menjauhkan piringku dari jangkauannya. 

Jihoon duduk disampingku, kemudian dia berusaha menggapai piringku yang ada disamping atas kepalaku. Aku mendorong pipinya agar dia menjauh dariku. Sementara dia melototiku kesal. 

Jihoon menggembungkan pipinya sebal, sementara aku tertawa senang dan kembali makan mie. Saat asyik makan mie, tiba-tiba Jihoon mencuri mie gorengku yang berada diatas meja. 

"Jihoon ga ada akhlak." Ucapku datar kemudian memukulinya menggunakan bantal sofa. Dia mengaduh kesakitan kemudian berhenti memakan mie milikku. Bibirnya mengerucut sebal dan aku emosi melihatnya sok imut seperti itu. 

Aku pun kembali memukul wajahnya menggunakan bantal sofa. 

Setelah mie-ku habis, aku berniat menaruh piring di wastafel. Tetapi, ucapan Jihoon yang tiba-tiba menghentikan langkahku. 

"Jihan. Jihoon mau ngomong serius." Ucapnya serius. 

Jarang sekali Jihoon bersikap seperti ini. 

Aku menoleh kemudian kembali duduk disampingnya. Kutatap wajah kembaranku itu dengan raut penuh tanya. 

Kami pun akhirnya duduk berhadapan di sofa. Aku dapat melihat raut wajahnya yang sendu. 

"Han. Aku punya penyakit lagi sejak aku depresi," ucapnya sedih. Mataku terbelalak mendengarnya. Sangat terkejut akan pengakuan Jihoon. Mukanya benar-benar terlihat sangat sedih hingga aku tak tega menatapnya. 



























































































































"Tapi boong. Hia hia."











Aku menatapnya tidak percaya kemudian menggeram marah. 

Kuambil Romy si boneka bunga yang ada disampingku kemudian memukulinya menggunakan Romy. 

Jihoon hanya tertawa yang membuat matanya menjadi sipit. Aku menekan wajah Jihoon yang tampan itu menggunakan Romy. Kesal sekali rasanya. Dia masih saja tertawa-tawa. 































Tanpa ku ketahui, Jihoon bergumam dibalik Romy,



































































"ini hari terakhir aku bareng kamu, Han."

---

Ibu dan ayah sedang pergi keluar. Meninggalkan anak-anaknya kelaparan. Tapi aku tidak peduli akan mereka, dengan cepat aku memesan pizza kesukaanku. 

Setelah beberapa menit pizza dipesan, akhirnya kotak pizza itu sampai dengan selamat ditanganku. Dengan semangat aku membuka kotak itu dan mencium harumnya yang sangat lezat. 

Tubuhku menari-nari kecil setiap mencium wangi dari pizza tersebut. 

"Bucin pizza sampe segitunya check." Ujar Jihoon yang duduk dikursi. Aku menoleh kearahnya. 

"Mau?" Tanyaku seraya menyodorkan pizza. Jihoon memasang wajah sok cool-nya kemudian mengambilnya, memakannya dengan elegan. Udah mirip raja-raja aja. Aku menatapnya aneh sehingga wajahku mengkerut.

"Idih. Kayak nenek-nenek. Muka kamu mengkerut noh." Cibir Jihoon seraya menunjuk wajahku. Aku melotot kesal kemudian mencubit lengannya. Dia berteriak sakit kemudian tertawa. 

"Iya engga ih! Serius amat neng!" Ujar Jihoon dan tertawa terbahak-bahak. 

Aku mendengus kesal kemudian duduk dikursi seberang, memakan pizza milikku. Pizza yang isinya daging semua termantap. Suka deh. 

"Han. Inget ga dulu waktu kita jalan-jalan ke Disneyland? Setahun lalu? Jihoon mau kesana lagi deh. Tapi mager. Pengen istirahat aja." Ucapnya dengan senyum sedih. Aku menoleh dan melihat wajahnya yang sendu. 

"Han. Jihoon capek deh. Pengen udahan aja. Tapi Jihoon sayang Jihan. Nanti kalo Jihoon ga ada, Jihan sama siapa?" Lirihnya seraya menatapku. Aku gelagapan melihat matanya yang berkaca-kaca. Hidungnya memerah dan air matanya mulai berlinang. 

"Dih, Hoon. Ngapa nangis? Cemen ah kayak gitu. Jangan nangis elah, Hoon. Yuk, mau nambah lagi ga pizza nya?" Kataku seraya mendorong kotak pizza kearahnya. Jihoon menggeleng dengan senyum sendu. 

"Engga ah. Buat Jihan aja. Kan itu punya Jihan," ucapnya kemudian bangkit dari kursi, 

"Jihoon ke kamar dulu." 

Aku heran dengan sikapnya tadi. 

Jihoon kenapa? Kok sikapnya berubah 180 derajat? Apakah dia taubat? 

Eh tunggu! Dadaku sangat sesak. Perasaanku sangat sedih. Tapi, ini bukan perasaanku! 

Dengan cepat aku menoleh kearah Jihoon yang sudah menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Aku pun bangkit dan segera mendekati kamarnya. Mencoba membuka pintu kamarnya yang ternyata sudah ia kunci. 

"Aduh. Kunci duplikatnya ilang lagi." Gumamku panik. 

Tiba-tiba aku mendengar suara tangis dari dalam kamar Jihoon. Aku makin panik dan menggedor-gedor pintunya. 

"Hoon! Kamu kenapa?! Cepet buka pintunya!" Teriakku panik. Jihoon tak menjawab dan hanya terisak. Aku terus saja menggedor-gedor pintunya. Berharap ia akan membukakan pintu kamarnya untukku. 



























Ternyata tidak. Hingga tengah malam, ia tidak membukakan pintunya untukku yang setia menunggu didepan kamarnya. Hingga akhirnya aku tertidur didepan pintu kamarnya macam gembel. Hiks. 

To be continued... 

---

Don't forget to VOMENT! Thank you! 

Goodbye Road ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang