sieben

200 31 0
                                    

stσrʏ вʏ кσsmσstєrвαng





-

Setelah beberapa saat berpikir keras atas apa yang kulihat tadi, aku sekarang mengisi tenaga untuk berpikir lagi.

"Kau mau yang mana, Cam?" tanya Idalina, gadis bergaun berenda yang tadi membeberkan fakta bahwa ia punya sihir.

Aku tak tau pasti apa yang ada dipikirannya sehingga ia memberitahuku bahwa ia memiliki sihir. Lebih jelasnya, aku memilih tidak begitu peduli untuk kali ini. Mungkin nanti-nanti aku akan mulai penasaran. Entahlah.

"Kau mau nasi?" tanyanya lagi dan tanpa persetujuanku, ia meletakkan nasi itu di atas nampanku.

"Apa lagi? Oh atau kau mau ini?" Aku menggeleng cepat, bisa gemuk diriku jika terlalu banyak makan.

"Baiklah, ayo cari tempat kosong!" Idalina mendahuluiku mencari tempat kosong untuk menyantap makan siang kami kali ini.

"Ah itu!" serunya sembari berjalan cepat ke arah meja kosong khusus tempat kelas kami. Kebetulan aku dan Idalina satu kelas, jadi tidak ada masalah untuk menempati tempat itu.

Btw, tempat duduk di kantin sekolah kerajaan Alston──karena memang sekolah ini masih dalam wilayah Alston──sudah diatur per kelas. Jadi, masing-masing kelas memiliki bagian tempat untuk makan siang.

"Dalin, aku masih tak percaya jika kau memiliki sihir. Dan ya, kenapa kau malah memberitahuku?" tanyaku membuka topik percakapan di tengah makan siang ini.

"Aku merasa kau orang yang tepat untuk mengetahui adanya sihir di dunia ini. Dan asal kau tau, Cam, ada beberapa orang yang memiliki sihir di sekolah ini selain aku." Idalina menjawab dengan antusias seraya lanjut mengunyah.

"Oh iya? Siapa saja?" tanyaku setengah penasaran.

"Dari kalangan pembimbing hanya Miss Hana dan Mister Green," katanya membuat aku mengangguk-angguk sembari menikmati makan siang.

"Dari kalangan murid ada Gain, Viola, Nedvan dan ... ah aku lupa namanya!" ujar Idalina disela-sela mulutnya sibuk mengunyah.

"Dia laki-laki?"

Idalina mengangguk, "Dari mana kau tau?"

"Karena Kiana sama sepertiku, hanya manusia biasa. Jadi, kupikir yang kau maksud ini mungkin laki-laki," jawabku menyebutkan nama teman kelas Nedvan yang lain dan dibalas anggukan oleh Idalina.

"Hmmm kau yakin tak memiliki sihir?" tanya Idalina lagi membuat aku hanya mengedikan bahu, tak tau pasti.

"Eh ngomong-ngomong tadi aku melihatmu mengobrol dengan Gain." Idalina mencomot topik sesukanya. Aku mengangguk saja, lanjut mengunyah makananku.

"Apa dia tidak membaca pikiranmu, Cam?"

"Sepertinya, tapi waktu itu ia tak mau mengakuinya." Idalina terlihat merasa prihatin menatapku. "Kenapa?"

"Gain itu berbahaya, Cam. Dia salah satu murid bangsawan terpandang di kalangan pembimbing," jelas Idalina.

"Benarkah?" Idalina mengangguk santai, sembari kembali menyantap makanannya.

"Apa bahayanya? Hanya murid terpandang 'kan?"

Idalina menghela napas, "Sudah ku katakan dia berbahaya. Kau belum tau saja sihirnya," ujarnya membuat aku mengernyit.

"Sudahlah sudahlah, nanti kau akan tau sendiri. Ayo, kelas Miss Hana akan segera dimulai!" Idalina bangkit, melangkah lebih dulu.

Aku sebenarnya kesal karena semua yang di sekolah ini hanya membuatku bingung sendiri. Dan apa tadi katanya? Nanti kau akan tau sendiri, nyenyenye ...

Kurasa semua orang dari awal mengatakan itu kepadaku. Huh, menyebalkan!

"Hei, Cam! Ayo!" Idalina berseru membuat aku segera berlari kecil menyusulnya untuk mensejajarkan langkah menuju ke kelas.

***

Miss Hana sudah selesai menjelaskan materi. Kini ia sedang merapikan beberapa barang bawaannya sebelum meninggalkan kelas.

Kelas yang sudah sepi, hanya tersisa aku dan Nedvan menunggu di depan pintu kelas. Dengan niat yang kuat, aku menghampiri Miss Hana yang menyambutku dengan kening berkerut.

Nedvan yang hanya berdiri di depan pintu kini ikut mendekat. Merasa penasaran.

"Miss Hana, bolehkah kita mengobrol sebentar?" tanyaku sopan dan dibalas anggukan oleh Miss Hana.

"Di ruanganku saja, Cam. Ada yang ingin aku katakan juga." Aku mengangguk sembari mengulas sedikit senyum.

"Apa aku boleh bergabung?" tanya Nedvan sebelum kami benar-benar keluar dari kelas.

"Boleh saja. Ayo!" ajak Miss Hana membuat Nedvan berseru sambil mengepalkan tangan ke atas.

Miss Hana hanya geleng-geleng melihat kelakuan Nedvan yang tak tau malu. Aku maklum, sudah biasa melihat sepupu tengilku ini tidak waras, hm.

Kami akhirnya keluar kelas dan menuju ruangan Miss Hana.

***

Beberapa menit di ruangan Miss Hana, kami hanya duduk dengan jamuan teh dari Miss Hana serta tak lupa kue-kue kering sebagai pelengkap.

"Miss, Nedvan tertidur karena terlalu banyak makan," ucapku membuat Miss terkekeh.

"Biarkan saja. Itu tujuanku agar dia tidak mendengar percakapan kita." Aku mengangguk-angguk paham.

"Hm jika begitu apa yang akan kita bahas?"

"Koper waktu itu," jawab Miss Hana membuat aku berseru 'wah!'

"Memangnya pada isi koperasi itu, Miss?" tanyaku lagi membuat Miss Hana tersenyum.

"Bunga yang sangat beracun dan harus dijaga." Aku terbelalak mendengarnya.

"Bunga apa?"

"Mari ikuti aku!" Aku segera mengikuti Miss Hana yang berjalan di depanku.













💎sechsten Mai zweitausendeinundzwanzig

Because Of A Reincarnation✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang